"Permisi.."
Mama Hamada pun menoleh dan segera memeluk menantunya dengan erat. Tentunya Hinara juga membalas pelukan tersebut dan mengusap punggungnya pelan.
"Hinara ikut bersedih, Ma.. Mama yang kuat ya, Papa pasti bakalan sembuh, dan Hinara juga berusaha buat ada disisi Mama."
Setelah menatapnya selama beberapa detik, Asahi melangkah mendekat menuju ranjang Papanya. Disusul dengan Hinara setelah Mama Hamada selesai memeluknya.
"Papa mendingan?" tanya Asahi, lalu dibalas sebuah anggukan lemah.
"Maaf Hinara datang telat, Pa." ucap Hinara, kemudian Papa Hamada mengangkat tangan kanannya.
Asahi membawakan sebuah kursi, "Duduk, Ra." titahnya, dan Hinara menurut.
Tangan Papa Hamada mengusap rambut Hinara dengan lembut, ia tersenyum senang. "Gapapa.. Yang penting kamu datang dengan selamat..." ucapnya.
"Iya.. Papa juga cepet sembuh ya.."
Hinara yang sedikit membungkuk itu ikut tersenyum mendengarnya. Selamat banget lah, Pa. Perjalanan private gini hiks. Gabakal ada drama dompet ilang.
Lalu Hinara menegakkan tubuhnya kembali setelah Papa Hamada selesai mengusap rambutnya.
"Katanya ada yang mau diomongin sama Hinara, Pa?" tanya Asahi.
Mama Hamada duduk disofa pinggir dekat tembok sambil menatap keluarganya didepan sana.
"Jadi gini.. Papa mau minta maaf... Soal pernikahan kontrak kalian.. Ini bukan tiba-tiba, semuanya sudah direncanakan.."
Hinara tersenyum, "Gapapa, Pa. Aku maklumin kok."
"Papa minta maaf sama orang tua kamu juga... Papa udah menggunakan anak perempuannya, buat kepentingan keluarga..."
Asahi membulatkan matanya, maksudnya?
Sementara Hinara mengerutkan kedua alisnya, tatapannya terlihat bingung. Lalu Papa Hamada menggenggam tangannya.
"Sebenernya, ini perjanjian Kakek kalian sangkut pautnya sama bisnis.. Tadinya, Mama kamu mau dijodohin sama saya. Cuma saya gak tega kalau harus 'nikung' Papa kamu yang udah jelas Mama kamu cintai..."
"... Kakek kalian masih belum rela anaknya ga nurut, jadi mereka mutusin buat jodohin cucunya. Kalau engga, salah satu perusahaan dari keluarga, entah keluarga kamu, atau keluarga saya bakalan bangkrut."
Asahi buka suara, "Peraturan dari mana itu, Pa? Mana ada yang kayak gitu?"
"Makanya, perusahaan Papa Hinara sempet mengalami penurunan drastis. Kedudukan Papa sempet direbut bawahannya.." gumam Hinara yang mulai mengerti.
Kedua tangan Papa Hamada pun menggenggam tangan Hinara. Ia merasa bersalah pada menantunya.
"B-bukannya Papa kamu haus sama uang. Kita hanya berniat membantu ketika mendengar kabar itu. Justru kita yang menawarkan perjodohan ini. Mereka juga sempat menolak, Papa kamu takut kamu kecewa."
Hinara menunduk, ia harus merasa sedih atau bahagia? Atau bahkan berterima kasih karena sudah menyelamatkan finansial keluarganya?
"Jujur, Hinara merasa berhutang budi. Tapi Hinara berterima kasih sangat banyak karena banyak membantu Papa.." ucap Hinara.
"Tidak perlu merasa seperti itu. Saya benar-benar ingin berbagi dan bekerja sama, karena ini berawal dari kesalahan saya sendiri. Justru, saya yang merasa bersalah sama kamu, yang seolah seperti dipaksa menikah dengan anak kami."
Hinara menggeleng, ia mengulum bibirnya dan tersenyum kecil. "Pa, Hinara juga beruntung sempet dipertemukan dengan pria baik seperti Asahi... Makasih udah mempertemukan kita walau hanya sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Brother's Friend [END]
Fanfic[ft. Hamada Asahi of TREASURE] "Ma, Kalo Kak Hina gak mau nemenin Ruto, nikahin aja dia, Ma. Jodohin ama temen Ruto juga gapapa." -Watanabe Haruto. Bermula dari seutas kalimat yang Haruto ucapkan, sampai kedua orang tuanya benar-benar menjodohkannya...