untitled70 ; minrene

135 12 1
                                    

"Bu Ireneㅡjadi gimana Bu ?"

Ireneㅡperempuan berumur 30 tahunan itu mengerjapkan kedua matanya sejenak dari barisan jurnal di layar Macbook Air-nya. Sebenarnya multitaskingㅡseperti mengoreksi jurnal sembari rapat jadwal fakultasㅡadalah salah satu kualitas kebanggaannya, tapi sepertinya kali ini tidak begitu. Tepatnya sejak akhir pekan lalu dirinya berkunjung pulang ke rumah. Setelah hampir tiga bulan berturut-turut disibukkan dengan sertijab dan program baru fakultasㅡIrene akhirnya bertemu dengan kedua orang tuanya.

Dan tebak apa yang menjadi topik pembicaraan Ayah dan Ibunya ? Tentu saja pernikahan. Tidak heran, tapi Irene tidak menyangka juga bahwa secepat ini kedua orang tuanya menyinggung perihal pernikahan. Maksudnya, selama ini keluarganya bukan tipikal yang suka ikut campur perihal itu. Tapi jika diingat-ingat, Kakak prempuannya, Tanyaㅡmemang menikah diumur 30 tahun. Begitu pula Ibunya. Ah, tapi seharusnya umur tidak bisa dijadikan patokan kan ?

"Sorry ?" tanya Irene sekali lagi. "Tadi bahas agenda yang mana, Ndi ?"

Nindi, perempuan berumur 5 tahun lebih muda daripada Irene itu tersenyum kecil sekilas, "Briefing sama FSRD, Bu."

Irene mengangguk pelan, meski sebenarnya tidak terlalu paham karena saat rapat dengan orang rektorat saat itu dia bentrok dengan tugas kampus lainnya di Singapur. Dari surat tembusan yang dia terima sebagai Dekan Fakultas Psikologi, diminta partisipasinya untuk membuat iklan kampus. Dan dari kabar terakhir, Irene lupa tepatnya dari mana, Fakultas Psikologi akan berkolaborasi dengan Fakultas Seni Rupa dan Design.

"Kalau kata Pak Hardjo, nanti briefingnya di ruang Dekan FSRD aja. Biar dekat."

Irene hanya tersenyum kecut. Dia mengenal Pak Hardjo, salah satu Dosen Senior FISIP yang kini menjabat di Rektorat. Mengenal beliau dari bangku kuliah hingga  akhirnya menjadi rekan seprofesi dan menduduki jabatan di kampus, membuat Irene sedikit banyak tahu akan sifat subjektif Pak Hardjo. Irene yakin pertemuan dilakukan di daerah FSRD, bukan sekadar perkara 'biar dekat'. Tapi karena Irene yakin proyek iklan kampus tahun ini yang diketuai Pak Hardjo tersebut adalah inisiasi antara FISIP dan FSRD, setelah dua tahun terakhir Fakultas Psikologi yang dipercaya Pak Rektor untuk menggarap.

Irene bukannya negative thinking, hanya saja memang sudah menjadi rahasia umum bahwa antara FISIP dan Fakultas Psikologi tidak terlalu akur, semenjak Psikologi yang awalnya adalah salah satu jurusan di FISIP akhirnya berhasil berdiri menjadi sebuah fakultas sendiri.

"Bu Irene mau datang sendiri atau bagaimana ?"

Irene terdiam sejenak, "Jam berapa ?"

"Jam 11, setelah acara presentasi LPDP."

.
.
.

Serang laki-laki turun dari mobil KIA Seltos Putihㅡdengan langkah tergesa sambil membawa tas dan segelas Iced Americano Starbucks. Sebenarnya tidak ada yang aneh tingkahnya yang memang sedikit ceroboh karena hampir menumpahkan kopinya, hanya saja perpaduan antara setelan kotak-kotak cokelat susu, kaca mata bulat bergaya vintage, sling bag DIOR, dan loafer GUCCIㅡtentu membuatnya terlihat mencolok. Terlebih dengan rambut gondrongnya yang berwarna terang.

Sekali lagi, terlepas dari barang-barang bermerk yang dikenakannyaㅡperpaduan penampilan yang nyeleneh sebenarnya bukan hal asing, jika saja saat ini dia berada di lingkungan anak-anak Fakultas Seni Rupa dan Design. Hanya saja, laki-laki yang sebnarnya memang bertujuan ke Fakultas tersebutㅡmengulangi kebodohannya tiga hari lalu dengan berbelok ke area parkiran yang salah. Setidaknya dia tidak salah masuk ke area Fakultas Pendidikan lagi, sehingga sempat hampir diusir satpam karena penampilannya kala itu memakai kaus oblong.

recycleーbin 🔄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang