the privilage of first love (cut)

320 18 6
                                    

"So, who's that boy ?"

Jennie menelan ludahnya sekilas. Jawabannya tepat berada di ujung lidahnya, tapi mulutnya masih tertutup rapat. Juan dan pandangan intensnya memang tak pernah gagal membuat Jennie membatu. Seperti kali ini.

"You've already promise to tell me about that boy, Jen."

Jennie mengangguk, "But promise me, not to ask about anything else."

Juan mengernyit yang dianggap Jennie sebagai tanda tidak setuju.

"Lo tahu kan, gue ketemu Lisa sama Rosie minggu lalu."

Juan mengangguk. Dia ingat Jennie menolak untuk makan siang bareng karena udah janjian ketemu sama temen dari jaman kuliahnya itu. Tidak ada yang aneh seharusnya. Tapi itu jelas aneh kalau ini ada hubungannya tentang cerita that boy, yang sedang mereka bahas.

"Gue nyoba hypnosis..." ucapan Jennie terhenti sejenak untuk sekedar melihat tatapan intens Juan. "and it turned out well.."

Jennie menarik nafas sejenak. "Gue akhirnya tahu kenapa gue banyak bermimpi tentang dia."

Juan memicingkan kedua matanya. Sebenarnya dia memang agak curiga kenapa Jennie tiba-tiba mau jujur mengatakan siapa identitas asli that boy. Sama seperti Juan nggak pernah bisa mengerti kenapa Jennie sebegitu nggak mau ngasih tahu padahal ya kalaupun Juan tahu dia nggak bakal ngapa-ngapain juga. Itu cuma cinta monyet biasa dan siapapun berhak punya cinta monyet.

Meski pada kenyataannya that boy –nya Jennie nggak bisa sekedar jadi cinta monyet.

Juan bukannya cemburu atau gimana. Dia yakin Jennie dan segala cara berpikirnya yang rumit nggak akan mungkin ninggalin komitmen hanya karena kalau misalkan suatu saat that boy nya muncul.

Tapi mau se-enggak pedulinya, Juan juga tetap mau tahu siapa orangnya. Tak bisa dipungkiri egonya nggak mau tersaingi ataupun berbagi posisinya sebagai laki-laki istimewa di hidup Jennie. Terlebih dia juga mengenal dia. Satu-satunya clue tentang dia yang diketahui Juan adalah, dia satu sekolah teman satu tk dan sd mereka.

"Kenapa ?"

Jennie mengerjapkan kedua matanya sejenak lalu menggelengkan kepala sambil mengalihkan pandangan. Tiba-tiba menciut kembali.

Juan menghela nafas. Dari raut wajahnya, dia tahu Jennie belum siap bercerita. Jennie tampak gugup dan itu juga membuat Juan nggak nyaman.

"Gue...bakal kasih tahu siapa dia, tapi janji lo nggak bakal nanya apapun. Please. Gue Cuma mau ngasih tahu karena....gue rasa elo hanya perlu tahu orangnya." ucap Jennie. Juan akhirnya mengangguk pelan.

"Juan," ucap Jennie pelan.

Juan mengangguk, "Gue tahu. Gue nggak bakal nanya. Jadi siapa dia ?"

"Juan."

Juan menghela nafas, "Iya Jennie. Jadi dia siapa–"

"Elo." Potong Jennie pelan. "Elo....orangnya."

Juan mengernyit. Untuk beberapa saat keduanya hanya saling bersitatap, sampai kedua bola mata Jennie yang bergerak gugup kalah dan mengalihkan kearah lain. Ada perasaan lega begitu jawaban yang selama ini ia pendam sendiri itu akhirnya mampu ia utarakan. Walau tak bisa dipungkiri Jennie masih ragu untuk melihat langsung respon Juan.

"Well, that's not funny at all." ucap Juan akhirnya memecah keheningan.

Jennie mengangkat kepalanya, meneliti ekspresi Juan yang masih sama. Intens, sama sekali tak ada sisa raut terkejut yang diharapkan Jennie.

"Elo nggak perlu cerita, kalau elo memang belum siap. Jennie."

Bagaimana cara Juan memanggil Jennie secara utuh membuat debaran aneh di dada Jennie. Juan jelas kelihatan sama sekali tidak mempercayai jawaban yang dia berikan.

"Maksudnya belum siap?" tanya balik Jennie. "Maksud lo gue nggak jujur ?"

"Harusnya gue yang nanya gitu kan ke elo ?"

Jennie menggeleng tak paham akan maksud Juan. Semua respon Juan ditambah tatapannya yang semakin intens membuat Jennie gusar.

"You don't need to make up the stories, if you can't tell me that yet."

Jennie terdiam. Ucapan Juan jauh dari harapannya. Bagaimana bisa sebegitu tidak percayakah Juan terhadap dirinya ? Ya, memang ada banyak kebohongan yang dikatakan Jennie sejak mereka bertemu. Tapi tidak dalam hal ini.

"Ah, jadi lo pikir gue bohong ?" ucap Jennie pelan. Matanya mengabur sejenak. Dari sekian banyak kemungkinan, Jennie tak pernah mengira Juan bisa menganggapnya berbohong. Mengingat laki-laki itu sama sekali tidak pernah mempermasalahkan sebanyak apa Jennie memilih bersembunyi di dalam rahasianya.

Mungkin, Jennie hanya terlalu shock. Membeberkan identitas that boy-nya saja sudah cukup berat baginya. Dan kini respon Juan semakin memperkeruhnya.

"Ok, you don't need to believe then." ucap Jennie, lirih. Ada perasaan nyeri saat mengatakannya, karena jelas Jennie berharap yang sebaliknya. "it's just a small, unimportant secret–"

"If it's just a small–unimportant secret, why do you have to keep it for so long?" potong Juan. "For God's sake, the answer is in front of you, then why are you still keeping it a secret?"

Jennie menggeleng hingga tangisnya pecah.

"Don't avoid anymore, Jen. " ucap Juan penuh penekanan.

"Lo nggak akan ngerti, Juan–"

"Makanya jelasin sampe gue ngerti, Jennie."

Jennie menghela nafas dan menyeka tangisnya sejenak. Lalu menggeleng, "Lo udah janji nggak akan tanya alasannya."

Juan mengusap wajahnya sejenak, "Dan kenapa gue nggak boleh tahu alasannya ?"

Jennie menggeleng keras sambil mengalihkan wajahnya, yang langsung ditahan Juan.

"Yang sedang lo bicarakan, orangnya ada di hadapan lo sendiri. Kalau itu memang tentang gue...kenapa lo harus menghindar, Jen ?"

Jennie menggigit bibir bawahnya. Tatapan intens Juan seakan memaksa Jennie untuk menghadapi ketakutannya. Sama seperti sebelum-sebelumnya, Juan menguatkan Jennie untuk bisa asertif melawan tatapan orang-orang kantor yang merendahkannya.

Tapi, apa kini bisa ? Jika yang menjadi alasan Jennie adalah Juan sendiri ?

"Lo nggak perlu harus mempertaruhkan apapun dengan jujur cerita ke gue, Jennie. Seandainya itu bukan gue atau orang lain hasilnya bakal tetep sama kan ? Kita tetep sama-sama kan?"

Jennie menelan ludah sejenak. Jika Juan berpikir mengapa Jennie harus repot-repot bermain rahasia jika orang tersebut tak lain adalah Juan sendiri, maka bagi Jennie untuk alasan yang sama dia memilih untuk merahasiakannya dari Juan.

Karena sejak itu adalah Juan dan yang dihadapannya kini adalah Juan, maka Jennie tidak ingin rahasia itu membuat jarak kembali.

---






a./n.

gimana ? pasti gak paham kan ?
iya, namanya juga cuplikan 🌚

published 9 juni 2020

recycleーbin 🔄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang