DENDAM LAUTAN

57K 8.4K 387
                                    

Dania tak mengerti mengapa Althar tiba-tiba menarik tangannya dengan kencang. Pria itu tak mengatakan apapun. Langsung berlari keluar dari area pantai.

Dania berjalan tergesa-gesa. Kakinya berusaha menyesuaikan langkah lari Althar yang sangat cepat. Sayup-sayup terdengar teriakan orang-orang dari atas bangunan-bangunan bertingkat di luar pantai.

"NAIK!!" Teriak seorang pria dari atas sebuah bangunan bertingkat tiga, 50 meter di depan Dania dan Althar.

Althar masih belum melepas genggamannya, ia masih terus berlari sambil menggenggam tangan Dania yang kecil.

"TSUNAMI!" Puluhan orang berteriak dari rooftop-rooftop bangungan bertingkat.

Detik itu Dania mulai menyadari dengan apa yang sedang terjadi. Gadis itu langsung berusaha sekuat mungkin menahan tarikan Althar. Althar sontak menghentikan langkahnya. Tersadar bahwa Dania menahan.

"Veni..?" Ucap Dania. Mata gadis itu berkaca-kaca. Air sudah terkumpul di pelupuk matanya. Gadis itu menatap Althar penuh dengan harapan.

Pria tampan itu tiba-tiba meneteskan air mata. Saat itu adalah kali pertama Dania menyaksikan Althar menangis. Althar sungguh tak sanggup menghadapi kondisi yang sangat sulit saat itu.

"Veni terlalu jauh, Dania. Air laut bakal lebih duluan sampe sebelum kita nemuin Veni." Althar mencoba menjelaskan. Kondisi memang sangat genting kala itu.

Althar lanjut berlari sambil menarik tangan Dania. Dania tak sengaja tersandung. Jalannya terlalu tergesa-gesa menyesuaikan Althar. Gadis itu terjatuh. Lututnya berdarah karena tergesek dengan aspal jalan.

Langkah Althar ikut terhenti. Sontak menoleh ke arah belakang. Hatinya sungguh tak tega melihat Dania. Kemudian tanpa berpikir panjang langsung mengangkat tubuh mungil Dania ke atas tubuhnya.

Pria itu menggendong tubuh Dania. Lalu dengan cepat berlari kembali menyelamatkan diri. Dania menengok ke arah belakang. Ke arah pintu masuk Pantai Pelangi. Tempat itu sudah tertutup dengan gelombang tsunami setinggi 4 meter.

Dania berteriak berkali-kali. Mencoba memanggil-manggil nama Veni di atas gendongan Althar.

"Veniiiiii! Veniiiii!" Dania terus berteriak. Air mata sudah berlinangan membasahi wajah cantiknya.

"NAIK CEPAT AYO!" Terdengar kembali suara teriakan orang-orang dari atas bangunan-bangunan.

Althar akhirnya berhasil masuk ke sebuah bangunan bertingkat 4 yang tak jauh di depan Pantai Pelangi. Pria itu langsung menaiki satu-persatu anak tangga hingga sampai di rooftop.

Rooftop bangunan itu telah dipenuhi oleh banyak orang-orang yang menyelamatkan diri. Althar mencari tempat kosong untuk menyandarkan Dania yang telah lemas di gendongannya.

"Astaghfirullahaladzim." Pria tampan itu menyandarkan Dania pada tembok pembatas rooftop.

Dania tersandar lemas. Tetesan air maga terus berjatuhan dari dalam matanya yang indah. Air laut telah menyelimuti daratan dibawah bangunan itu.

Althar menyaksikan dengan mata dan kepalanya sendiri, bagamaimana air laut melahap-lahap segala sesuatu yang dilewatinya dari atas bangunan itu. Ia benar-benar tak menyangka sore itu bumi Palu akan dilanda bencana se-parah ini.

Yang ada dipikiran Dania saat itu hanyalah Sarah dan Veni. Ia terus berdoa. Berharap besar kepada Tuhan, agar Tuhan mereka menyelamatkan 2 wanita itu.

Keadaan rooftop bangunan tersebut sangat ramai. Suara orang-orang berteriak diatas rooftop itu membuat keadaan semakin ricuh. Banyak orang yang berdzikir menyebut nama Allah di atas sana.

Dania berusaha berdiri. Menopangkan tubuhnya pada tembok pembatas rooftop. Gadis itu melihat ke arah bawah bangunan tersebut. Daratan di bawahnya telah terselimuti oleh air laut.

Tangisan Gadis itu semakin histeris. Ia sungguh tak sanggup menyaksikan keadaan parah bumi Palu saat itu.

Dania tersungkur. Ia tidak sanggup melihat air laut yang telah menyelimuti daratan di bawahnya itu. Gadis itu bersandar kembali di pada tembok rooftop. Ia terus merintih lemah menyebut-nyebut nama Sarah dan Veni.

Althar masih memperhatikan air laut yang menyelimuti daratan di bawahnya. Hujung bagian matahari masih menerangi kota Palu.

Dania terus menangis. Bersandar pada tembok pembatas rooftop sambil memeluk kedua kakinya.

"Janji?"

"Janji!"

Perjanjian dengan Veni 2 hari yang lalu itu seketika teringat di dalam kepala Dania. "Apakah hari itu akan menjadi pembuktian dari janji tersebut?" Dania terus berpikir seperti itu.

Althar masih memandangi air laut yang belum berhenti melahap-lahap daratan di bawahnya. Ia terus beristighfar menyebut nama Allah sambil menangis. Entah apa yang sedang Pria tampan itu pikirkan.

Althar mengambil kemeja koko putihnya dari dalam ransel yang ia bawa. Ia lalu membentangkan kemeja koko itu di lantai rooftop. Pria itu langsung bertayamum. Bersuci dengan debu. Kemudian melaksanakan sholat maghrib diatas rooftop bangunan itu.

Air laut telah menyelimuti berbagai penjuru kota Palu senja itu. Kedalaman gelombang tsunami, bahkan ada yang sampai 11 meter.

Dania berdiri kembali. Menatap ke arah bawah rooftop bangunan itu. Ia seperti berada ditengah-tengah lautan. Jalanan di bawah Dania telah tertutupi dengan air laut. Ia menangis histeris kembali sambil menatap ka arah bawah. Sore itu sungguh sangat mengenaskan.

Althar yang baru saja selesai sholat maghrib langsung menghampiri Dania. Ikut berdiri di sebelah Dania sambil menyaksikan pemandangan memilukan di bawah.

Althar menatap wajah Dania. Pria itu seketika langsung menangis. Ia benar-benar tak tega melihat seorang perempuan bersedih.

"Tidak ada satu malam-pun kecuali air laut melihat ke bumi yang dekat dengannya sebanyak tiga kali. Lautan meminta izin kepada Allah untuk menenggelamkan para penduduk bumi. Namun Allah selalu menahannya." Althar tiba-tiba menyampaikan sebuah hadits Rasulullah.

"Apa? Apa yang membuat lautan begitu benci kepada penduduk bumi? Apa yang membuatnya begiu dendam?" Balas Dania kepada Pria itu. Suaranya tercekit. Merasa sangat sakit dengan keadaan saat itu.

"Dosa para manusia." Althar menjawab dengan singkat. Matanya sendu menatap air laut di bawah.

"Apa Veni manusia yang berdosa, Althar?" Dania membentak. Merasa sangat tak terima dengan jawaban Althar barusan.

"Tenang, Dania. Coba terus berhusnuzon! Kalau-pun Veni harus Allah ambil dari bencana ini, bukan berarti Allah mengazab dia. Tapi Allah sayang! Kamu tau, Dan? Orang yang meninggal tenggelam, termasuk orang yang mati dalam keadaan syahid!" Althar mencoba menjelaskan. Meluruskan pandangan Dania yang gundah terombang-ambing.

Dania tiba-tiba memeluk Althar yang berdiri di sebelahnya. Ia kemudian menangis histeris di dalam pelukannya.

"Astaghfirullah," Althar sontak beristighfar. Terkaget dengan tingkah perempuan itu.

"Aku takut kehilangan orang yang aku sayangi, Althar." Rintih Dania pelan sambil menangis tersedu-sedu.

"Semoga Allah ngasih kita kesabaran." Balas Althar menenangkan. 1 tetes air mata kembali terjatuh dari mata Pria itu.

Hari itu adalah hari yang sangat tragis. Segala kehidupan yang akan berjalan selanjutnya akan berubah. Dania dan Althar sangat trauma dengan kejadian sore itu.

Bumi Palu sedang tidak baik-baik saja. Kota Palu Sulawesi Tengah dilanda bencana alam gempa bumi sekuat 7,4 skala richter yang disertai dengan likuifaksi dan kedatangan gelombang tsunami dengan titik tertinggi 11,3 meter.

Jum'at, 28 September 2018.

• • •

LAUTAN DAN DENDAMNYA (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang