Dania mulai menceritakan masa lalunya kepada wanita tua itu. Mulai dari kejadian tsunami, pindah ke Jakarta, tinggal di Asrama Keputrian, kematian Luna, dipenjara, dan sampai di titik sekarang.
Sungguh wanita tua itu benar-benar menangis mendengar cerita masa lalu Dania. Memang sangat malang nasib gadis itu. Wanita tua langsung memeluk tubuhnya sembari mengelus-eluskan kepala.
"Kamu mau nggak, kalo tinggal sama Nenek?" Wanita tua itu tiba-tiba menawarkan.
Seketika 2 bola mata gadis di hadapannya membesar. Amat terkejut mendengar pertanyaan yang diberikan wanita itu.
"Kamu nggak usah takut, Dania, Nenek bukan orang jahat kok! Nenek cuma kasian sama kamu. Kebetulan Nenek juga nggak punya temen di rumah. Nenek tinggal sendiri," wanita tua itu meyakinkan.
Dania menunduk. Sungguh tawaran ini membuat hatinya berputar-putar. Ia ragu dengan tawaran wanita tua itu. Namun, sisa uang yang diberikan Sri waktu itu tinggal Rp.80.000. Uang itu sangat tak cukup untuk menghidupinya. Apalagi dalam jangka waktu yang panjang.
Beberapa saat kemudian, entah mengapa tiba-tiba rasa ragu di dalam hati Dania menurun drastis. Hati yang awalnya ragu untuk menerima tawaran wanita tua itu, seketika tak merasa lagi.
Hatinya membawa pada dugaan dan prasangka positif. Merasa bahwa tawaran wanita tua itu adalah takdir baik yang ia harapkan kepada Tuhan selama ini.
Dania akhirnya mengangguk, tanpa sedikitpun rasa ragu dan waswas. Kini ia telah menerima tawaran wanita tua itu untuk tinggal bersamanya.
Wanita tua itu langsung menarik tubuh Dania. Mendekap lembut tubuh kecilnya, amat senang karena tawarannya telah diterima.
~
Usai sudah menyantap makan siang bersama. Dania dan wanita tua tadi berjalan kembali ke dalam mobil. Mereka akan kembali ke masjid. Untuk mempersiapkan kepindahan Dania ke rumah wanita tua itu.
1 koper berisi pakaian-pakaian Dania yang dibawa dari rumah Althar waktu itu telah dibereskan. Beberapa baju yang dijemur di dalam kamar mandi masjid-pun telah di masukkan. Gadis itu langsung kembali ke mobil. Meletakkan koper di dalam bagasi.
Mobil wanita tua kembali berjalan, usai mengambil seluruh barang Dania di area masjid. Sungguh hati gadis itu amat bersyukur. Sangat amat bersyukur. Ia berharap, kehidupan yang akan ditempuhnya setelah ini, akan mengubah nasib buruknya saat itu.
"Kamu manggil saya 'Nenek' aja! Kamu anggep aja Nenek sebagai nenek kamu sendiri." Ucap wanita tua di tengah jalan. Sembari tersenyum lebar menatap Dania.
"Oke, Nek!" Dania menjawab semangat.
"Ini namanya Fathan. Dia supir Nenek udah dari 15 tahun yang lalu." Nenek menunjuk pada laki-laki yang sedang menyetir mobil.
"Halo, Dania!" Fathan di kursi depan melambai.
"Iya, Kak!" Dania membalas canggung.
"Nenek itu tinggal sendiri, Dania. Dari umur nenek tiga puluh tahun, suami nenek udah meninggal. Dulu nenek juga punya anak satu, dia laki-laki. Tapi sekarang juga udah meninggal." Nenek menyemberutkan wajah. Mengelus lembut tangan Dania di atas kursi.
Dania hanya mampu mengangguk. Meski dalam hati sangat senang, suasana tetap terasa canggung. Tak tahu lagi harus dengan apa ia menanggapi.
~
Pukul 14.30
Mobil yang berisi Dania, Nenek, dan juga Fathan berhenti. Mereka berhenti tepat di depan sebuah rumah yang ada di dalam komplek. Ya! Memang benar, rumah itu adalah rumah milik Nenek.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUTAN DAN DENDAMNYA (TELAH TERBIT)
Romansa"𝘼𝙥𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙡𝙚𝙗𝙞𝙝 𝙠𝙚𝙟𝙖𝙢 𝙙𝙖𝙧𝙞𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙙𝙚𝙣𝙙𝙖𝙢𝙣𝙮𝙖 𝙖𝙞𝙧 𝙡𝙖𝙪𝙩?" Diselimuti dengan pedihnya sudut semesta yang hanya diberikan kepada insan-insan yang malang. Hari itu tanggal 28 September 2018, keberuntungan sudah tak in...