Dania terduduk kaku. Menatap kosong ke arah lantai, tepat di atas ranjang Sri. Apa yang sudah terjadi pada hidupnya ini? Terasa amat tak sehat jika dipikir-pikir. Rasa takut dan gelisah meliputi perasaan gadis itu. Kembali trauma,trauma, dan trauma lagi.
"Kamu ngapain aja sih, Dan, selama pergi dari sini?" Sri di sebelahnya tiba-tiba bertanya. Penasaran walau sempat diceritakan tentang Zafran waktu itu.
Dania menghela napas. Perlahan menoleh ke arah Sri. Kepalanya menggeleng-geleng kasar. Ia tak ingin bercerita. Bola matanya tampak penuh luka. Sangat perih mengingat semua hal yang telah terjadi.
Sri menatap prihatin. Siapapun yang berada di posisinya saat itu, tak akan sanggup melihat tatapan Dania yang penuh derita. Pagi itu sudah menjadi yang ke-sekian kalinya Dania membuat hati Sri merapuh. Sungguh menyedihkan.
Sri akhirnya memutuskan untuk keluar kamar. Berharap Dania dapat menenangkan diri sendiri terlebih dahulu.
Kini pekerjaan Sri tidak banyak. Apalagi sebelum Dania kembali ke rumah itu. Kerjanya hanya memasak dan membersihkan rumah. Soal mencuci baju, wanita itu hanya mencucikan bajunya sendiri. Althar selalu menolak untuk dicucikan.
Setelah 1 jam meninggalkan Dania di kamar. Wanita itu kembali lagi. Hendak mengecek bagaimana kondisi Dania. Ternyata gadis itu sudah berhenti menangis. Berbaring di atas ranjang, sembari memainkan ponselnya.
Sri menghela napas. Merasa lega melihat gadis itu. Perlahan ia mulai berjalan mendekati Dania. Hendak menanyakan hal yang tak dijawab gadis itu tadi.
"Dan, kamu nggak mau cerita apa-apa ke aku?" Sri menyemberutkan wajah. Mendudukkan tubuh di atas ranjang.
Dania langsung mematikan ponselnya. Beranjak duduk, menghela napas panjang. Keadaan hatinya sudah sedikit membaik. Perlahan gadis itu membesarkan hati. Mulai bercerita tentang apa saja yang ia alami 2 Minggu ke belakang.
Usai menceritakan semua yang terjadi, Sri langsung memeluk tubuh gadis itu. Memang ia tak mendapat pilihan yang benar. Seluruh yang ada di hadapannya baik sisi kanan atau-pun kiri, akan selalu menjadi masalah.
Dengan semua rasa luka yang Sri dengar dan ketahui dari sosok Dania. Ia menyimpulkan dari lubuk hati terdalam, bahwa Dania adalah sosok gadis cantik yang malang. Tak ada yang beruntung pada hidup gadis itu. Rasanya tak sesuai jika sebutan "gadis cantik yang beruntung" ditanamkan dalam dirinya.
Ya, Sri sangat benar. Dania memang gadis cantik yang malang. Sangat amat malang.
• • •
"Kamu bukan gadis cantik yang malang, Dania! Ingat itu! Kamu bukan gadis cantik yang malang! Kamu itu gadis cantik yang beruntung!" Seorang perempuan dengan wajah bercahaya muncul. Berteriak memberi tahu di hadapan muka Dania.
"DI MANA? DI MANA LETAK KEBERUNTUNGAN ITU?" Dania membentak tak terima. Tak ada yang beruntung dari hidupnya. Lantas apa yang dikatakan beruntung?
Perempuan berwajah cahaya membungkuk. Menggenggam tangan Dania yang terduduk di depannya. "Kamu, gadis cantik yang beruntung!"
"Beruntung? Sampe kapan? Sampe kapan aku harus cari keberuntungan yang selalu kamu sebut? Dimana keberuntungan itu, Veni? DI MANA?" Dania mengguncang tubuh perempuan bercahaya di hadapannya.
"Keberuntunganmu itu dekat, Dania, kamu nggak perlu khawatir. Keberuntunganmu itu dekat, bahkan sangat dekat." Perempuan berwajah cahaya tersenyum. Tatapannya sendu meyakinkan.
Dania terdiam. Terisak-isak. Sudah dari tadi air mata mengalir deras dari matanya. Perempuan berwajah cahaya akhirnya melepaskan genggamannya. Berdiri kembali, berjalan pergi masuk ke dalam sebuah cahaya di belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAUTAN DAN DENDAMNYA (TELAH TERBIT)
Romance"𝘼𝙥𝙖 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙡𝙚𝙗𝙞𝙝 𝙠𝙚𝙟𝙖𝙢 𝙙𝙖𝙧𝙞𝙥𝙖𝙙𝙖 𝙙𝙚𝙣𝙙𝙖𝙢𝙣𝙮𝙖 𝙖𝙞𝙧 𝙡𝙖𝙪𝙩?" Diselimuti dengan pedihnya sudut semesta yang hanya diberikan kepada insan-insan yang malang. Hari itu tanggal 28 September 2018, keberuntungan sudah tak in...