Bab 22 : Xiamen - The Jade

1.7K 315 18
                                    

Benny melihat Vina tampak ragu buru-buru mengeluarkan kertas.

"Kamu ragu karena takut sakit lagi? Takut aku marah lagi?" tebak Benny seolah mencoba membaca isi hati Vina. Matanya menatap lekat-lekat Vina yang kembali hanya membisu.

"Bukan kamu yang perlu takut aku menghilang, Vin. Aku yang takut kamu tiba-tiba pergi," ujar Benny. "Kalau kamu takut sakit, justru kamu harus sama aku, Vin. Kita sudah lewatin yang paling berat!"

Benny mulai menggambar satu titik, ia membubuhkan kata Vina di titik itu. Lalu selanjutnya ia menggambar dua garis. Yang pertama diberi tulisan, 'diterima', yang kedua, 'ditolak'.

"Kalau kamu sama cowok lain. Ada kemungkinan dia bisa terima, ada kemungkinan ga." Benny terdiam dan menatap Vina dalam-dalam.

"Aku sudah tahu ... dan aku tetap mau menikah sama kamu ... Please Vin. I made a mistake, yes. Please give me another chance," 

"Kamu ini ... ngotot banget yah Ben?" sindir Vina pelan.

"Kamu tahu berapa kali Liu Bei minta Zhu Ge Liang jadi penasihat perangnya?" tanya Benny.

Vina menggeleng kepala. "Kalau aku tahu, kamu pasti kaget."

Giliran Benny yang tertawa. "Coba tebak,"

"Hmm 2 kali?"

"Tiga kali. Dua kali dicuekkin. Pelayan mengabari bahwa Zhuge Liang tidak ada di tempat. Tapi Liu Bei enggak menyerah. Karena dia tahu  supaya dia bisa menang, dia perlu Zhuge Liang. Cuman Zhuge Liang yang bisa. History proven that he's right."

"Ben, Ben ... Cowok lain ngerayu cewek pakai perumpamaan bulan lah, bunga lah, bintang film lah ... ini kamu samain aku kayak engkong-engkong Cina tua yang hidup ribuan tahun lalu. Romantis banget, kamu Ben," sindir Vina pedas.

"Kamu lebih mau disamakan dengan bunga yang hari ini ada besok udah layu? Atau sama bintang film yang operasi plastik dan filler botox disana-sini. Ckckck Vin, you should respect yourself more." jawab Benny tenang. "You're more than a flower, Jika layu dibuang banyak penggantinya. I treasure you as Liu Bei treasured Zhuge Liang."

    Mungkin Benny terdengar gombal tetapi itu ungkapan hatinya. Ia tidak butuh bunga cantik, ia butuh pendamping yang tangguh. Sayangnya ia tidak secermat Liu Bei. Ia pernah 'membuang' permatanya.  

"Kamu suka di sini kan?" tanya Benny lagi. Vina diam saja. "Kamu tahu kamu enggak bisa selamanya nebeng sama Sarah kan? Kamu enggak cape lari terus? Pindah-pindah ke sana kemari."

Vina memejamkan matanya seolah berusaha lari.

"Marry me and you don't have to run anymore," pinta Benny.

"Udah malam, Ben. Kamu pulang aja." Vina melirik ke arah sandal rumah pinknya.

"Kamu serius? Bener-bener enggak mau? Aku enggak percaya kamu enggak ada perasaan sama sekali Jangan bohongin diri kamu sendiri, Vin. Jangan bohongin hati kamu. Kamu pakai nama yang aku kasih, kalau kamu benci banget sama aku, kamu enggak akan ambil nama itu. I'm still in your heart, am I right? "

"Goodnight, Benny." Vina bangkit dan melangkah ke arah pintu. Ia membukakan pintu memberi gestur supaya Benny keluar.

"Besok jadi makan sama Papa Mamaku kan?" kejar Benny lagi.

"Ya, besok kamu bilang kita putus baik-baik kan?" balas Vina tenang.

***

Vina membuka kunci apartemen, masuk ke dalam dan menutup pintu. Kepalanya sedikit pusing, ia tidak bisa tidur lagi kemarin malam.  Sekarang baru jam 4 tapi rasanya badannya sudah rontok. Sepanjang hari ia hanya termangu mendengarkan guru-gurunya bicara dalam bahasa dewa.

Love In Six Cities (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang