Bab 44 : Xmn & Jkt - The Survivor

1.6K 304 29
                                    

Kent Vale, Desember 2014 

"Semua sudah beres?" Simon mengecheck bagasi Vina dan anak-anak. 1 Koper besar dan 1 hand carry. Benny sudah wanti-wanti Vina untuk hanya membawa barang secukupnya. Vina mengangguk. Ia berharap waktu berjalan lebih lambat, sayangnya. semakin Vina berharap waktu berhenti, justru waktu berjalan dengan kecepatan kilat. Ia menggenggam erat tangan Benny. Tangan yang ia tahu sebentar lagi harus ia lepaskan. Entah sampai kapan.

"We need to go now." Alvin berdiri. Vina masih enggan melepaskan tangan Benny. Dari sudut matanya ia melihat Livi sedang sibuk berpesan pada Nata dan memberikan pelukan erat.

"Na, we need to go," tegas Alvin. Vina merasakan tangan Alvin menepuk bahunya. Benny mengangguk setuju.

Vina cukup terkejut dengan rencana Benny melibatkan Alvin dan keluarganya. Suaminya meminta Alvin untuk menemani Vina dan anak-anak ke Hong-Kong, lalu berganti naik bus ke Shenzhen baru ke Xiamen. Jalan darat kata Benny lebih aman, bisa membaur.

Menurut Benny jika mereka pergi bersama terlalu mencolok. Ia kuatir Nikolai mengirim mata-mata untuk mengintai mereka. Untuk mengecoh, Benny memesan tiket ke Australia atas nama mereka sekeluarga dari Jakarta. Namun hanya Benny yang berangkat ke sana.

"You need to go." Perlahan Benny melepas tangan Vina dari genggamannya. "I'll visit you and the kids. Soon."

Vina menahan diri supaya ia tidak menangis. Ia harus kuat demi Nata, demi Nathan.

Alvin memeluk Vera, istrinya erat-erat. "I'll see you in Sydney, Darling" Ia berpaling ke Benny. "Thanks for the free holiday, Bro," seringai Alvin. Ia mengusap rambut Vera yang mengenakan wig hitam panjang sehingga rambut Vera tampak seperti Vina.

" Nanti sampai Hongkong langsung ambil jalan darat ya," pesan Benny. "Kalau ada apa-apa, langsung--"

Alvin mengangkat tangannya. "I know Ben, I know!! I've stayed in China longer than you. Just be calm."

Benny tersenyum masam.

"Tenang, Ben. Ada Alvin," Vina berusaha tersenyum. Benny memeluknya lagi dan menciumnya sekilas. "Love you so much, Mrs Lau. Wait for me."

Alvin dan Simon membawa koper-koper mereka dan mulai memasukkannya ke mobil. Vina menepuk-nepuk Nathan yang berada dalam gendongannya.

"Your sunglasses," Benny memasangkan kacamata Vina. Dari balik kacamata hitamnya Vina melihat Benny pun berjuang keras untuk tampak tegar.

"I'll be okay," gumam Vina.

Alvin menggamit Vina dan mengajaknya naik ke taksi yang sudah dipanggil Simon. Pintu ditutup, tangan-tangan melambai. Vina terus melihat ke belakang.

"Jadi, Vera sama anak-anakku berangkat besok ya?" tanya Alvin. "Makasih loh buat liburannya. Two weeks free holiday to Sydney, courtesy of Engko Mangga Dua." Alvin berusaha mengajak Vina bercanda. Vina hanya tersenyum. 

Vina hanya bisa berdoa rencana mereka lancar. Tepat sebelum ia mematikan handphone muncul message dari Sharon,

Hi Vin, how are you? Apa aku ada salah? Kenapa kamu enggak angkat telponku sama sekali?

Vina terpaku lama melihat pesan itu. Suara Benny terngiang-ngiang di benaknya. Jangan hubungi Sharon! Ia mematikan handphonenya. Apa yang harus ia jawab kepada Sharon? Tentu saja aku kenapa-kenapa suamimu yang dulu melecehkanku! Tidak, tidak.

***

Xiamen, Februari 2015

"Daddy!" Nata berteriak gembira ketika Sarah membuka pintu dan sosok Benny muncul di sana. Ia berlari meninggalkan kursi makannya dan berlari menghampiri ayahnya. Namun langkah-langkah Nata yang kecil-kecil kalah cepat dengan langkah Vina. Vina menghambur lebih dahulu ke dalam pelukan Benny. Sudah dua bulan lebih mereka tinggal terpisah. Sekalipun setiap hari mereka video call/ tapi tetap rasanya berbeda.

Love In Six Cities (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang