Bab 41 : Jakarta - The Stalker

1.5K 284 9
                                    

Perasaan Benny tidak enak ketika pagi ini mereka berdua pergi ke kantor. Hal yang biasa mereka lakukan. Hanya saja hari ini, terasa berbeda. Mereka melewati jalan yang sama, berhenti di lampu merah yang sama. Benny melihat ke arah gedung-gedung tinggi yang mengelilingi gedungnya. Ia merasa dirinya begitu kecil, tak berdaya. Ia menelan ludah. Terkepung.

***

"Pagi Bu Vina," sapa Shanti, personal assistant Vina dengan ramah.

"Pagi Shan, udah sarapan?" tanya Vina, ia tersenyum lebar sambil meletakkan 1 box Krispy Kreme. "Buat kamu sama anak-anak kantor."

"Aww!! Makasih Bu!" Mata Shanti membelalak besar dibarengi dengan senyum lebar. "Ibu cantik banget hari ini," puji Shanti. Vina hanya tertawa kecil, hari ini ia mengenakan gaun kantor Miu-miu lengan pendek berwarna ungu muda dengan motif polkadot kecil berwarna putih. Di pinggangnya ada ikat pinggang dari bahan serupa yang berhiaskan logam putih cemerlang. Vina memasuki kantornya yang terletak 3 lantai di bawah kantor Benny. Sebenarnya ia tidak perlu kantor, dulu ia bersikukuh ia hanya perlu 1 meja di kantor Benny. Namun dengan semakin banyaknya order yang masuk untuk art school-nya yang bekerjasama dengan beberapa daycare di daerah CBD untuk menyediakan after class enrichment, maupun juga lunch break art session yang ternyata digemari oleh para eksekutif muda yang ingin melepas penat dari kegiatan kantor, mau tak mau Vina perlu kantor sendiri.

Dinding-dinding di kantornya dihiasi oleh aneka lukisan. Beberapa replika dari Van Gogh yang ia lukis sendiri, Sunflower, Poppies, dan The Mulberry Trees terpampang dengan manis. Tepat diantara lukisan Poppies, tergantung salah satu lukisan original Vina. Bunga teratai Pink bertakhta manis di atas daun hijau. Mengapung cantik di kolam berwarna biru muda. Di sudut bawah kanvas ada sebuah cap kecil dengan tulisan 林秀安. Lin Xiu An. 

Pandangan Vina jatuh ke lukisan bunga teratai itu. Dahulu ia melukis dengan sudut seolah-olah ia didalam kolam. Lukisan itu dia buat tak lama setelah Nathan lahir. Kini semestinya ia sudah berada di atas, tak lagi terikat di bawah kolam. Vina menarik napas. You're safe.

Langkah kaki Shanti terdengar menyusulnya masuk ke dalam kantor. Vina baru saja membuka laptopnya untuk mengecheck daftar peserta lunch break art session hari ini, Vina mengangkat kepalanya. "Ya Shan?"

"Ini Bu tadi pagi ada yang kirim bunga." Shanti membawa 1 buket mawar besar.

"Oh dari siapa ya? Taruh saja di sini."

Shanti meletakkan buket besar itu dan melihat ada 1 kotak Cartier yang datang bersama dengan buket bunga itu. Yang pertama diraih Vina adalah kotak Cartier, ia membukanya, tampak sebuah gelang Etincelle de cartier bracelet yang berwarna pink gold bertahtakan berlian terpampang cantik di dalam kotak.

Dari siapa ya? Ia mencari kartu dan menemukannya terikat dengan pita manis di bawah buket,

I found you, Darling.

N

Tangan Vina sentak menjatuhkan kartu dan kotak perhiasaan itu seolah-olah tangannya tersentuh api panas. Badan Vina langsung gemetar. Ia buru-buru memegangi mejanya takut ia terjatuh. Matanya melirik ke gelang berlian itu, dengan hati-hati ia memegang gelang itu seolah-olah sedang memegang ular berbisa, lalu cepat-cepat membuka laci mejanya dan melempar kotak cartier itu ke laci mejanya.

Tenang Vin ... Tenang ... You're safe ... Vina mengucapkan kalimat itu berkali-kali seperti merapalkan mantra. Tangannya berubah menjadi sedingin es balok.

Benny ... Ia harus bicara dengan suaminya. Ia meraih ponselnya dan menelpon Benny tapi ponselnya tidak diangkat. Buru-buru Vina keluar dari kantornya dan dengan setengah berlari ia bergegas berjalan ke arah lift. Napas Vina tersengal-sengal.

Love In Six Cities (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang