Bab 34 : Jakarta - The Wedding

1.7K 326 23
                                    

Wedding Day H-1

Di sebuah private room upscale Chinese restaurant, keluarga inti Vina dan Benny (minus Bryan) baru saja selesai menghabiskan makanan mereka.

"Wah, kapan-kapan kita boleh ke sini lagi." Robert Limanjaya, ayah Vina menepuk-nepuk perutnya dengan puas. Ia pun mengangkat tangan memberi isyarat kepada pelayan. "Billnya ya."

Ah Liong melirik Benny. Benny mengangguk dengan samar mulutnya membentuk kata sudah. Ah Liong mengangguk puas. Pelayan berseragam kembali ke dekat Robert dan berkata. "Maaf Pak, Billnya sudah dibayar lunas."

"Oh?" Alis Robert naik.

"Tadi sudah Benny bayar, Pa," jawab Benny sopan. Robert tertawa terbahak-bahak.

"Loh sudah keduluan Benny. Thanks ya Ben."

"Thanks BRO!!" Roland menepuk-nepuk punggung Benny. "Hao chi shen jing bing, enak banget gila!"

"Benny repot-repot, ini kan di Jakarta. Kalau di Jakarta kita yang bayar donk." Suara renyah Tante Syanne menyambung.

"Ga apa-apa, Ma," senyum Benny tampak santai. Ia lega berhasil memenangkan ronde Rebutan-Pembayaran-Bill. Ia sengaja datang 30 menit lebih cepat dan menitipkan kartu kreditnya terlebih dahulu. Setelah Bryan mencoreng muka keluarganya, jangan sampai Benny juga harus malu kalau kalah dengan mertuanya sewaktu hendak membayar bill.

Pembayaran Bill bukan hanya soal uang, tapi juga sopan santun, harga diri, respect, gratitude. Semakin berarti hubungan diantara orang-orang yang duduk di sekeliling meja makan, biasanya semakin sengit pertempuran pembayaran bill. Terlebih bagi Benny, sebagai calon mantu, ia harus pandai mengambil hati untuk membuat dirinya diakui.

"Cik-Em," panggil suara cempreng Mei Hwa kepada calon besannya dalam bahasa Hokkian ikut terdengar. "Memang jatahnya Benny bayarin Cin ke." Mei Hwa mengerling ke arah Robert, dan "Cik-Em" ke arah Syanne.

"Iya Cik ... " Syanne berhenti sejenak, sepintas ia tampak jengah. "Aduh ... apa tadi panggilnya?"

"Cek ... em ... em," ulang Mei Hwa lamat-lamat.

"Cek Em," ulang Syanne. "Maaf ya ... lidahnya enggak biasa. Keluarga kita, Chinese campur-campur." Syanne tertawa lagi. Benny melirik mama mertuanya, tertawa saja gayanya anggun sekali. Mamanya perlu dikirim kelas kepribadian juga.

"Untung generasi bawah bisa belajar Mandarin," sambung Robert. " Vina, Alvin, ya zaman sudah beda. Sekarang yang maju arahnya di Asia."

Ah Liong mengangguk-angguk. Tak lama, ia dan Robert sudah membahas mengenai beberapa pabrik yang baru Ah Liong kunjungi bulan lalu di Guangzhou.

"Lusa siang, kita makan di BNI 46 ya. Teman Papa baru buka restaurant," undang Robert begitu mereka keluar dari restaurant. Ah Liong dan Mei Hwa langsung menyanggupi. Benny pun mengiyakan.

"Papa yang traktir," umum Robert yang disambung tawa semua orang. Robert Limanjaya mana mau kalah dengan menantunya, ketika kurang cepat dari pertempuran pembayaran Bill, pihak yang kalah biasanya tidak mau kalah dan mengundang balik untuk makan, atau akan mengirimkan barang.

"Kamu pulang ke hotel dulu aja sama Papa Mama," bisik Benny kepada Vina. Benny cukup lega insiden Bryan Vs Alvin sudah diselesaikan dengan baik. Bryan tidak diperkenankan tinggal di hotel dan disuruh kembali ke rumah keluarga mereka di Sunter.

Benny berpamitan lalu pergi keluar mencari convenience store. Tak lama ia sedang menunggu kasir menghitung belanjaan orang di depannya ketika ia merasa seorang menepuk bahunya.

Love In Six Cities (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang