17 | Menyangkut Hati

50 19 204
                                    

Udara pagi ini begitu dingin, mendorong orang-orang untuk tetap di kasur, menikmati kehangatan di balik selimut. Tujuh orang remaja dalam satu atap rumah panggung bernuansa putih-biru adalah contohnya. Bila diperhatikan dari luar sana, rumah satu ini terpandang tidak berpenghuni. Jendela-jendela dan pintu masih tertutup rapat, sedangkan lingkungan sekitarnya dari pagi sekali sudah menunjukkan tanda rutinitas. Kembali ke persawahan atau sekedar mengolah hasil kebun di pekarangan rumah.

Menit demi menit berlalu, ditunjuklah angka sembilan oleh jarum pendek. Dari lima lelaki, hanya dua yang sudah bangun dan sisanya masih meringkuk sempurna di atas kasur kapuk yang masalah kerapiannya tidak perlu ditanyakan. Jinan pula mengikuti dua sahabat lelakinya itu, lain Yasmine yang masih terlelap dalam posisi terlentang dan selimut berbelit-belit di kaki. Dia sudah terbangun lebih dulu karena merasakan sakit yang luar biasa di kaki kiri pada saat berganti posisi tidur.

Jinan pun memijat kakinya pelan. "Duh cenat-cenut gini, udah kaya Smash aja."

Untuk menghilangkan rasa sakit, Jinan memutuskan minum obat. Namun, menurunkan kaki dari kasur saja sakitnya menjadi-jadi, bagaimana harus berjalan ke sudut seberang ruangan. Jinan melihat Yasmine, tapi iba bila harus membangunkannya. Terduduk diam sambil mempertimbangkan memaksa diri berjalan saja atau tidak, tiba-tiba muncul sebuah ide. Segera diambilnya ponsel dari nakas dan membuka aplikasi obrolan.

Zakyy

kii woy aki, udah bangun lom? kamar dongg, bantuin gua<
sakit banget kaki gua help:)<

Sebenarnya, gadis itu ragu meminta bantuan kepada Zaky karena tahu bagaimana lelaki itu kalau sudah tidur. Namun, tidak salahnya mencoba. Toh, tidak sampai dua menit layar menampilkan notifikasi pesan baru.

Zakyy
>si aki masih bobo. ntar deh
>tertanda, Lingga yang Manis

Jinan berdecak pelan. "Dasar ...."

Ponsel disimpan kembali. Kepala spontan menoleh ketika merasakan pergerakan dari belakang, tapi harapan gadis itu harus dikubur dalam-dalam karena Yasmine belum kunjung sadar, hanya meluruskan sebelah kaki yang semula tertekuk.

"Apa?" Suara dari pintu berhasil mengejutkan Jinan.

"Ketok dulu napa!" tegurnya setengah berbisik.

"Udah dari tadi, pasang dong telinga. Udah dikasih dua masih aja kurang," cibir orang tersebut.

"Tunggu, katanya masih tidur?" tanya Jinan, terheran.

Orang di pintu, Zaky, tidak menjawab. Hanya mengangkat sebelah bahu tidak acuh. "Kaki lu kenapa?"

"Sakitnya baru kerasa nih, ambilin obat dong di tas," pinta gadis itu.

Zaky pun melenggang masuk, berlutut di depan koper Jinan untuk mengambilkannya obat-obatan dari tas jinjing yang disimpan di atasnya. Setelah didapat dia tidak langsung memberikannya, tapi mengajak gadis itu untuk beranjak.

"Keluar yuk, bangun dong udah jam segini," ucapnya.

"Enggak salah denger nih?" Lalu Jinan menerima uluran tangannya.

Satu jam kemudian, Yasmine terbangun. Dirinya cukup tertegun mendapati kasur sebelah kosong, juga tirai di samping kiri sudah terbuka lebar menyisakan jendela yang masih tertutup rapat. Mendadak Yasmine panik, merasa sangat kesiangan dan berpikir para sahabat meninggalkannya sendirian dalam kegiatan. Jendela dibuka lebar, terpaan angin sejuk langsung menyapu wajah bantalnya.

Girl AlmightyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang