11 | Sas-Sus

81 30 317
                                    

Fokus Yasmine tertuju ke gelapnya langit-langit kamar, tubuhnya dalam posisi terlentang ditutupi selimut hingga sebatas bahu. Entah sudah berapa lama gadis itu tetap dalam posisi dengan pikiran berkelana ke sana-kemari. Jam dinding di samping kanan menunjukkan pukul sebelas. Empat jam berlalu sejak kepergian dua orang sahabat dari atap ini dan satu jam kemudian kencannya dengan kasur dimulai.

"Minceu liat bintang di atas sana?"

"Liat! Ada tiga!"

"Benar, Sayang. Tapi kenapa tiga? Bukankah bintang itu banyak?"

"Karena yang itu sangat istimewa dan muncul hanya untuk kita."

"Coba perhatikan. Minceu liat yang paling besar? Itu punya Ayah, yang kelap-kelip milikku, dan yang paling bersinar untukmu."

Kedua mata Yasmine memanas, sesak di dada semakin kuat. Kedua tangan meremas kencang selimut, berusaha menetralkan adrenalin yang kini tengah dipacu.

"Kalau Minceu melihat ada bintang paling besar dan berkerlapan di langit, ingatlah mereka adalah Ayah dan Ibu. Kami selalu ada untukmu, kami menyayangimu."

"Yasmine ... chérie."

"Argh!" Yasmine terduduk bangun, menyibak kasar selimut coklat yang menutupi tubuh untuk menerima udara lebih. Ditariknya napas dalam-dalam dan diembuskan perlahan.

Lagi, kata-kata itu melayang di kepala bagai suara yang dibisikkan ke telinga. Begitu nyata dan mengena hati. Kata-kata itu terus berputar, bahkan sejak kehadiran Lintang dan Lingga di kamarnya. Ya, pada saat Yasmine memejam, kata-kata itu menyerang kotak memori di otak yang entah datangnya dari mana. Dia langsung terbangun dengan jeritan dan raut gelisah, mengejutkan kedua sahabat di sisinya.

Ragu, tapi akhirnya Yasmine meyakini sepenuh hati bahwa suara yang memenuhi kepala tadi adalah suara sang ibu. Dia tidak ingat percakapan singkat itu terjadi kapan, tapi rasanya seperti baru terjadi kemarin. Pertanyaan pun menyerang, apa suara wanita itu benar adanya atau hanyalah ilusi? Jika benar ayah dan ibu masih ada, mengapa mereka tidak berdiri di sisi Yasmine?

Pun, bencana di kelas pada saat ulangan PPKn dan di kolam renang tempo lalu serta peristiwa nyaris kecelakaan di perempatan lalu lintas, turut berputar di kepala. Terekam begitu jelas, seolah memberi tahu bagaimana akhir dari sebuah peristiwa yang tidak pernah dia ketahui ujungnya.

"Ini aneh." Kembali ditarik selimut, mengambil posisi menyamping untuk mencari fokus lain.

➹➹➹

Tiga puluh menit waktu istirahat setelah jam olahraga, mendorong ketujuh remaja saling bersahabat itu menuju kantin. Memilih meja di pojokan sebagai markas yang siap ditempati berbagai macam amunisi dan perbincangan intens. Biarlah yang lain menjaga markas tetap aman, sementara Naufal menyidik satu target ke target lain.

"Lu mau beli apa sih? Dari tadi keliling sana, keliling sini," omel Haviz.

"Banyak," jawab santai Naufal.

Di kios sebelah kedua lelaki itu, ada Yasmine sedang menunggui Jinan memesan makanan. Gadis itu sendiri masih berpikir akan makan apa karena yang dirasa saat ini hanyalah rasa haus.

"Aw!" Yasmine terperanjat, tertamparlah wajahnya oleh bungkusan minuman yang bergantungan, setelah sesuatu menusuk pelan pundak. "Astaga, Bapak!" Amarah mereda ketika mengetahui Pak Frazan yang menjahilinya.

Jinan tertawa ngakak melihat bagaimana ekspresi sang sahabat ketika terkejut sekaligus tertampar bungkus minuman. Puas sekali tawanya sampai mulut terbuka lebar.

Girl AlmightyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang