20 | Stadion Gardu

45 16 179
                                    

"Amara, apa kau percaya ini?"

"Tidak mungkin. Hasilnya pasti salah!"

"Hasil penyelidikan tidak pernah salah. Dia selalu mengikuti alur yang diarahkan induk."

"Kalau begitu, kita harus bicara apa kepada Prof. Hannah? Dia juga pasti tidak percaya."

"Jujur. Itu yang akan kita lakukan. Tidak ada waktu lagi untuk menutup-nutupi."

.

.

.

.

.

.

.

Tengah malam, Yasmine termenung seorang diri di kamar. Menyandarkan kepala ke jendela, memandang langit hitam yang cerah oleh taburan bintang. Di bawah sana, lampu-lampu teras rumah yang menerangi halaman depan tampak berpendar di sudut mata Yasmine. Sudah tiga jam lewat waktu tidur, tapi gadis itu belum kunjung merasa lelah. Justru dengan merenung seperti ini, membuatnya lebih merasa tenang setelah berputarnya di kepala serangkaian kejadian aneh di sekolah.

Di samping itu, muncul juga rasa takut. Menjadi ketakutan terbesar dalam seumur hidup Yasmine. Gadis itu pun menunduk, meremas helaian rambut dengan kedua tangan sambil merasakan dada yang tiba-tiba sesak. Teringat kembali bagaimana kemampuannya terekspos di depan banyak orang yang tidak hanya mengundang ketakutan mereka, tapi juga dirinya, Yasmine gelisah. Pasalnya, kemampuan yang dimiliki tidak seorang pun di luar sana yang tahu. Hanya sang kakek dan nenek, itu pun berusaha dirinya 'hilangkan' dari pandangan mereka sehingga Yasmine dapat dipandang sebagaimana manusia biasa.

Jadi, pantas bukan jika Yasmine diserang panik. Kala pikiran mendadak kosong dan remasan melemah, fokus beralih ke sosok-sosok sahabatnya. Mereka yang sudah tentu mengalami kejadian mengerikan itu di kantin, tapi tampak biasa seolah tidak terjadi apa pun ketika berjumpa di lain tempat. Sebuah tempat yang membuat otak Yasmine bergulir lagi ke ingatan lain; obat kapsul berwarna kuning. Obat yang menurut ingatan gadis itu pernah dikonsumsi tidak hanya di sekolah, tapi juga di rumah. Alhasil, timbul dorongan di kedua kaki untuk beranjak, mendatangi dapur.

"Pasti ada," gumam Yasmine.

Kedua kaki terus melangkah menembus kegelapan ruangan, sementara anggota gerak atas meraba-raba sekitar. Sengaja lampu tidak dinyalakan karena takut mengundang Kakek atau Nenek untuk terbangun. Biarkan kedua mata menyesuaikan pencahayaan yang ada selama beberapa saat.

Hingga matanya dapat melihat jelas di dalam kegelapan, jatuhlah ke objek pintu di atas kulkas; lemari. Dibuka lemari sama perlahan seperti kaki menapak, mulai dicari sesuatu yang menjadi tujuan Yasmine turun ke dapur. Sudut bibir gadis itu menarik ketika sesuatunya ditemukan. Sebuah botol bening berukuran 50 mililiter yang berisi obat kapsul. Segera dia membawanya ke kamar.

"Aku enggak butuh semua ini," bisik Yasmine sambil membuka cangkang obat untuk kemudian dibuang isinya ke kloset.

Tersisalah botol kosong, Yasmine tersenyum puas. Meskipun tidak selalu dikonsumsi, tapi dengan meminumnya setiap kali bangun dari tak sadarkan diri--seperti ucapan Ayu--itu sudah ketergantungan menurut Yasmine. Apalagi dengan kemunculan suara-suara aneh, pun diikuti kejadian sama halnya, agak dipertanyakan jika tujuannya sekadar meredakan sakit kepala.

➹➹➹

Keesokan hari terasa sangat sepi bagi Persaudaraan Atok Daffin karena dua anggotanya tidak masuk daftar hadir, Lintang dan Naufal. Sudah tentu jawabannya ialah mengikuti turnamen sepak bola. Setiap menit-menit waktu istirahat, bahkan di tengah penjelasan guru pun, sang sahabat bertanya-tanya bagaimana kabar kedua orang itu termasuk hasil pertandingannya. Harapan menang, tentu saja. Sebab selain bangga akan sahabat sendiri, tapi juga almamater sekolah.

Girl AlmightyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang