32 | Screw Up

43 11 79
                                    

Alih-alih mereda, hujan justru bertambah deras. Meskipun begitu, koridor yang sebelumnya dipenuhi sekerumun siswa kini telah menyepi. Mereka memutuskan menunggu di bawah, biasanya yang menjadi sasaran adalah kantin. Tersisalah tujuh pelajar di teras perpustakaan yang masih menanti saat tepat untuk bisa kembali ke kelas. Tiga di antaranya yang bermain hujan, sekarang ikut meneduh bersama empat sahabat lain. Entah sudah berapa lama waktu berlalu, tapi jelas seragam yang habis basah oleh air hujan tidak akan kering hanya dalam hitungan menit.

"Huft, dingin." Bisikan Lintang agaknya merambat tajam sampai ke telinga Yasmine, terlihat dari kekesalan gadis itu yang seketika merespons.

"Iya lah! Harusnya enggak perlu dikasih tau Haviz juga, sadar diri jangan ujan-ujanan."

Naufal menceletuk, "Oalah boy, dimarahin kan."

Yang kena tegur, malah nyengir kuda. "Kamu enggak mau aku sakit, ya ...."

"Enggak tentu juga kena hujan bakal sakit." elak Yasmine (menutupi gengsi).

Lintang cekikikan, diarahkan telunjuknya ke wajah gadis itu. "Liat tuh, idungnya manjangin."

"Udah, mari kita pulang!" seru Haviz sambil beranjak dari kursi.

"Ujan, A Ganteng," ucap Lingga.

Jinan menyipitkan mata--tampak berpikir. "Terobos aja lah, ke seberang doang."

"Ayo deh, perut ini juga udah meronta," ajak Naufal. Bersemangat, tapi agak lesu juga.

Tidak lupa, pintu perpustakaan dikunci oleh Haviz. Berbalik badan, dia tertegun melihat Naufal bersama Lintang sudah berlari ke seberang; menuju koridor. Tatkala memijak di lantainya yang cukup becek, hampir saja Naufal terpeleset. Kedua tangan pun sigap berpegangan ke tembok pembatas.

"Aduh!"

Lelaki berkacamata itu jelas terkejut oleh suara keluhan bercampur nada kesal dari mulut seseorang. Lantas Naufal berbalik, dipandangnya seorang siswa bertubuh lebih tinggi sedang menolehkan kepala ke belakang, melihat celananya yang terkena cipratan akibat gesekan sepatu lelaki berkacamata itu dengan lantai becek.

"Astaga, ma--"

"Woy, santai!"

Lintang spontan membalas dorong sembari ditatapnya siswa itu tajam. Bagaimana dia tidak agresif melihat sahabatnya secara tiba-tiba didorong oleh orang yang diketahui anak tingkat atas di SMA ini. Keterkejutan Naufal kali ini melebihi daripada mendapati dirinya hendak terpeleset tadi.

"Ada masalah apa lu sampe dorong-dorong dia?" kecam Lintang.

Mengetahui dua orang di hadapan merupakan adik tingkat, dia berlagak. "Justru yang ditanya begitu, temen lo! Udah nyipratin orang, nyikut pula."

"Aduh, maaf banget, Kak. Tadi itu saya hampir aja kepeleset." Naufal buru-buru meluruskan.

"Enggak usah ngeles."

Bogem mentah yang hendak dilayangkan kepada si lelaki berkacamata, justru menjadi bumerang. Keributan dari belakang, baik itu akan kata-kata maupun pekikan, langsung menanggapi. Zaky sigap menarik Lintang sambil pandangan dijatuhkan kepada siswa di hadapan yang sedang memegangi rahang.

Dia menegaskan, "Ada apaan ini?!"

Balasan serupa yang mendarat telak ke pipi Lintang membuktikan pertanyaan tadi hanya sebatas angin lalu. Tidak cuma korban, Zaky pun ikut terkejut oleh serangan barusan, pula sahabat mereka di belakang. Memberi pembelaan yang sama seperti Lintang, Zaky menjauhkan si kakak kelas dengan mendorongnya. Terpatri kemarahan di wajah lelaki itu.

"Bangsat! Punya masalah tuh bicarain baik-baik, jangan bisanya main fisik doang," hardik Zaky.

Situasi yang mulai memanas mendorong Lingga dan Haviz cekatan menarik kedua sahabatnya dari hadapan si kakak kelas. Cukup sulit karena Lintang dan Zaky yang dalam kondisi menggebu-gebu itu ingin terus melancarkan serangan. Sementara itu, yang bisa dilakukan Yasmine dan Jinan hanya menyaksikan dengan penuh ketegangan sambil membuahkan banyak pertanyaan.

Girl AlmightyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang