16 | Ms. Clarita

62 24 225
                                    

"Ehm!" Karena sesuatu membentur hidung Lingga cukup keras, lelaki itu pun membuka kedua mata. Kelopak terbuka lebar mendapati jari-jari kaki Naufal berada di depan mata.

Lantas saja dia memukul sekaligus mendorong kaki Naufal dari hadapan wajah, membuat si empu mengerang pelan dan menggeser kaki. Terbangun paksa dari tidurnya, Lingga memutuskan duduk. Menggaruk kepala sambil mencerna apa yang telah terjadi. Satu per satu orang dipandangi, semua dalam kondisi sama: tertidur. Merasa ruangan tampak remang-remang, Lingga melihat jendela yang tertutup beserta ventilasi berbentuk belah ketupat di atasnya.

Hitam. Warna itu menggelitik hati, Lingga pun mengambil ponsel yang ada, milik Haviz. Menyalakan tombol, setelah itu tubuhnya bak tersetrum. Hawa-hawa kantuk dan pusing yang sebelumnya dirasa, seketika hilang.

21:32

"HEY BANGUN HEY!" Teriakannya berhasil membangunkan para sahabat, terutama Naufal yang langsung duduk dan gelagapan. Kepalanya menoleh ke sana kemari seperti helaian rambutnya.

"Apa? Kenapa? Ada apa?" Serbuan pertanyaan terlontar dari mulut Zaky, entah keadaannya sadar atau tidak.

"Masih pagi woy, udah ngebangunin aja!" omel Lintang dalam kondisi terpejam.

"Ih geng, tadi kita pulang dari sungai jam berapa sih?" tanya Lingga, memastikan diri tidak mengigau.

"Jam ... lima lebih?" Yasmine mengingat-ingat. Setelah melihat apa baju yang dipakai, hatinya langsung menduga apa yang Lingga rasakan. "Tunggu ... masa iya dari tadi tidur?"

"Eh, BENER KALI!" sahut Jinan sambil berteriak. "Kita tidur gini sebelumnya sadar emang mau tidur apa ketiduran?"

"Oh tidak ... berarti gua belum makan," ratap Naufal lirih.

Haviz teringat, belakang rumah--bagian dapur dan kamar mandi--belum dibereskan karena sesungguhnya acara berbenah tadi baru setengah jalan. "Ayo dong pada bangun! Dapur belum diberesin nih, air juga belum ada!"

Kedua bahu Lingga merosot. "Tolong jangan sampe harus ke penampungan."

Demi menghindari acara tersebut: pergi ke bak penampungan air dengan pemandangan kebun pisang dan hamparan sawah larut malam, Lingga sigap membantu Haviz mengurus air. Naufal di garda depan menyiapkan makanan--hal sangat penting, baginya--dibantu Yasmine dan Jinan yang mengeluarkan wadahnya dari masing-masing tas.

"Pada enggak basi kan ini?" tanya Yasmine cemas.

"Enggak kok. Langsung masukin kulkas aja," jawab Jinan.

Zaky menggeleng pelan. "Kabelnya juga belum dicolokin."

Air bersih tersedia, makan malam pun siap. Mie goreng udang dan rolade menjadi menunya. Sebelum makan, ketujuh remaja memutuskan berganti pakaian lebih dulu. Keluar dari kamar menuju ruang tengah, Yasmine dan Jinan melihat sudah tersaji banyak piring di lantai. Ada yang unik. Di saat piring lain masih bertumpukan, ada satu piring sudah terisi penuh di depan Naufal. Jinan memutar bola mata.

"Ini ngapain lagi pake soda," respons Lingga melihat Lintang menuangkan minuman soda ke gelas.

"Biar kaya Ayu, bos. Cheers!" Lintang mengangkat gelas, lalu mengadunya ke gelas Zaky yang rupanya ikut-ikutan.

Haviz jadi teringat. "Ih betul, pestanya masih kali, ya. Kan ada yang khusus itu loh."

"Wankawan, maaf ye gua nyelonjor," ucap Jinan, menatap kaki kirinya nanar.

"Tadi baru dikompres dua kali, ya?" Pertanyaan Naufal dibalas anggukan gadis itu.

"Harus dikompres lagi enggak?" tanya Yasmine.

Girl AlmightyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang