Tidak terasa, waktu libur usai. Hari telah berganti Senin, bersiap menjumpai hari Selasa besok untuk kembali ke rutinitas: sekolah. Rumah panggung bernuansa putih dan biru kembali ditinggalkan si empunya, bersama kenangan baru, entah untuk berapa lama. Barang-barang bawaan yang tidak sedikit jumlahnya sudah tersusun rapi di teras, menyisakan remaja-remaja di dalam yang masih memeriksa lebih lanjut. Takut-takut ada yang tertinggal.
"Gais, gua mau ke warung. Ada yang mau nitip? Kali, pengen beli apa gitu buat di jalan," tawar Yasmine.
"Mau, mau, mau." Terdengar jawaban sahabatnya yang terkesan berlomba-lomba.
Namun, memang begitulah. Urusan di depan mata seketika ditinggalkan untuk sekadar memberitahu Yasmine jenis barang yang dibeli sekaligus memberinya uang. Setelah itu, urusan dilanjutkan lagi bersamaan Yasmine keluar dari rumah.
Letak warung yang tidak jauh jaraknya dari rumah Haviz, hanya terpisah empat bangunan, memungkinkan Yasmine bisa melihat situasinya. Sebab itu pula, Yasmine menghentikan langkah. Hati mendadak bimbang, memilih melanjutkan langkah atau kembali ke rumah. Mengingat kemampuannya, Yasmine pun memilih jalan lain: menciptakan sugesti.
Namun, saat kedua mata memejam untuk melakukan hal tersebut, kepalanya langsung sakit. Berdenyut-denyut seperti ditusuk ribuan pisau dan juga berat seperti ditimpa batu. Kedua tangan refleks memegangi kepala, berharap saja tidak ada yang melihat gadis itu kesakitan seorang diri di pinggir jalan.
Dengan demikian, Yasmine melepaskan sugesti. Saat itu keajaiban bak datang. Tidak ada rasa sakit, semua normal seperti sebelumnya. Yasmine lalu menggerakkan kepala sebagai bentuk mengundang respons sakit, tapi tetap tidak dirasakan apapun. Setelah kesakitan, sekarang kebingungan menyerang gadis itu. Yasmine pun memilih kembali ke rumah.
"Lah kok pulang lagi?" Lingga bertanya sekembalinya gadis itu.
"Pusing lu?" Pertanyaan Lintang berhasil menampar dirinya.
Yasmine mengernyit. "Apa?"
"Itu, kucing. Tuh di belakang." Jawaban Lingga terkesan menutupi sesuatu, tapi bagaimanapun benar ada seekor kucing di seberang jalan belakang sana.
"Warungnya tutup, ya?" duga Lintang.
"Enggak, buka kok." Tiba-tiba Yasmine nyengir. "Temenin dong, banyak cowok."
Tawa Lingga merespons. "Gua masih beres-beres," katanya demikian.
Perjalanan dilanjutkan dengan ditemani Lintang kali ini, hitung-hitung memintanya untuk bantu membawakan titipan yang lain. Tiba di warung, jelas saja kehadiran dua insan berlainan jenis itu menjadi pusat perhatian para cowok nangkring. Tatapan-tatapan itu menjadikan Yasmine berharap satu dari mereka tidak melihatnya tadi yang hampir menuju lokasi, sementara lain bagi Lintang yang sangat terusik sehingga yang dilakukannya adalah membalas sorot mata mereka.
"Udah yo." Suara Yasmine mengalihkan atensi lelaki itu. "Nih, bawa satu."
Lintang mengambil satu kantung plastik hitam dari tangan gadis itu. "Banyak juga."
"Taulah siapa yang ngebanyakin," ucap Yasmine, lalu tersenyum kecut.
"Meresahkan." Satu kata keluar dari bibir Lintang sepeninggal keduanya dari warung.
"Opang? Haha, tau sendiri dia gimana," respons Yasmine.
"Bukan," sangkal Lintang.
"Eh, siapa?" tanya gadis itu sambil memandangnya.
"Tuh, yang pada nongkrong."
"Ya ... makanya gua balik lagi, minta temenin."
Kembali ke rumah, sekawanan remaja beserta tas-tas besar di sekitarnya sudah menunggu di luar pekarangan. Jujur saja, meskipun bukan tempat tinggalnya, tapi Yasmine suka merasa berat untuk pergi karena kesan dari Kampung Lembur Situ ini. Termasuk kenangan baru yang menggelikan tapi manis untuk diingat, tentang Naufal yang 'dijodoh-jodohkan' dengan gadis berlesung pipi, Kirana. Mengingat kejadian hari kemarin, lantas bagaimana kelanjutannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Almighty
ÜbernatürlichesEye-catching cover by @shemarpy Menjadi berbeda adalah hal yang cukup menyulitkan bagi Yasmine, tapi untunglah orang-orang di sekitar dapat menerimanya dengan terbuka. Namun, kecelakaan yang menimpa Yasmine di suatu sore siapa sangka perlahan-lahan...