Kegelapan menyelimuti ruang terbawah bangunan bercat aprikot tersebut. Waktu menunjukkan pukul sembilan dan seharusnya matahari sudah bersinar terik, tapi memang aneh jika di luar sana justru kelihatan seperti pukul sembilan malam.
Menuruni satu per satu anak tangga, gadis si tuan rumah sampai di ruang tengah. Kegelapan tidak menjadi masalah. Dilambaikan tangan kanan di depan wajah, kiri ke kanan, seluruh lampu menyala serentak. Gadis itu lalu memerhatikan tangannya digerakkan mengepal-meregang lambat.
Ada kekecewaan dan juga amarah di dalam hatinya. Nenek ikut menghilang seperti Kakek. Entah bagaimana dengan nasib gelang miliknya, tapi dia yakin benda itu sudah berada dalam jangkauan jauh darinya.
Yasmine memejamkan netra dan menghirup udara hingga memenuhi rongga dada. Napas ditahan sekejap seiring netra membuka kembali. Embusan tenang nan teratur keluar dari celah bibir. "Cari gelang itu."
Otak di kepala Yasmine menggambarkan secara jelas fisik dari gelang besi tersebut. Barang-barang di sekitar mulai bergetar pelan sebelum akhirnya bergerak naik. Bola mata beriris coklatnya mengedar dari satu sudut ke sudut lain, memindai setiap barang yang ada. Sayangnya, yang didapat memang kekosongan.
Di tengah kesunyian itu, tiba-tiba terdengar suara di dalam kepala. Pemiliknya amat Yasmine kenali. Dirinya yang semula lawan, kini menjadi kawan--betulkah?
"Yasmine! Apa kamu dengar ini?"
Pandangan si empu nama langsung mengarah ke atas, ke langit-langit ruangan. "Edrea?"
"Seperti dugaanmu, ya, emang lebih dari itu! Apa kamu tau kalo Ayahmu itu telah terbunuh--"
Bumi serasa berhenti berotasi. Waktu mengikuti untuk tidak lagi berjalan. Ucapan Edrea memberi hantaman besar ke dada Yasmine, pun menampar kesadaran hingga serasa jiwa ini keluar dari raga. Sedetik kemudian napas menderu, menjejakkan rasa sesak tidak berkesudahan.
"Ed ...."
"Ed?"
"Edrea!"
Kesedihan yang menyelimuti hati otomatis berubah menjadi kemarahan dan rasa jengkel karena tidak adanya sahutan dari seberang sana. Hati pun kalut, pikiran turut kacau. Yasmine menggeram, disugarnya rambut frustrasi. "Sialan! Udah cukup!"
Yasmine mendongak lagi, merentangkan kedua lengan ke atas. Lambat laun keretakan menghiasi bagian tengah langit-langit ruangan, seolah akan memisahkan material menjadi dua bagian. Rintihan keluar kala tubuhnya serasa ingin meledak seiring tangan menegang--memaksa terciptanya celah pada keretakan tersebut.
Mendorong lebih banyak tenaga, akhirnya langit-langit terbelah dua. Menciptakan celah untuk cahaya putih nan menyilaukan menyorot masuk. Akan tetapi, Yasmine tidak sama sekali terganggu, walaupun cahaya itu jatuh bak menembus sekujur tubuhnya.
Semakin terang, kedua kaki Yasmine tidak lagi menapak hingga warna putih itu tampak benar-benar menelannya.
➹➹➹
Menyatukan kedua tangan di atas meja, Lingga duduk menegak. Mata diajak memerhatikan keadaan empat temannya bergantian. Mereka semua berada dalam posisi sama, duduk kaku di atas kursi dan mata memandang satu sama lain. Tidak ada yang menggunakan bibir untuk berkomunikasi.
Naufal menarik kacamata dari wajah, kemudian menggosok lensanya searah dengan kain baju. Desahan kasar terdengar, menarik atensi orang sekitar dalam sepintas. Menenggerkan kembali bingkai ke hidung, kini barang yang diurusi adalah gelang kepunyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Almighty
ParanormalEye-catching cover by @shemarpy Menjadi berbeda adalah hal yang cukup menyulitkan bagi Yasmine, tapi untunglah orang-orang di sekitar dapat menerimanya dengan terbuka. Namun, kecelakaan yang menimpa Yasmine di suatu sore siapa sangka perlahan-lahan...