14 | Kampung Lembur Situ

72 29 263
                                    

Penumpang gadis yang duduk di paling belakang perlahan membuka kedua mata, kesunyian yang pertama kali dia terima setelah kembali sadar. Kepalanya yang miring ke kanan--sedikit lagi jatuh ke bahu penumpang di sebelah--diniatkan untuk tegak kembali. Namun, pemandangan di depan mata membuat niatnya beralih ke hal lain.

Gadis itu tidak bersuara, meski sebagian orang jika kelewat kaget akan berteriak, dia hanya menutup wajah dengan kedua tangan. Memejamkan kembali kedua mata lebih erat, di dalam kepala tergambar sebelah kaki sang supir yang menginjak pedal rem. Entakan kuat yang terjadi setelah itu berhasil membuka mata Haviz lebar-lebar. Jantungnya mencelus melihat badan belakang truk tronton begitu dekat di depan mata. Terdengar pula jeritan singkat dari penumpang di sampingnya.

Akibat entakan tadi, semua penumpang tersadar dengan caranya masing-masing: seperti Zaky yang tersungkur ke depan dan kacamata Naufal yang terlepas dari tempatnya akibat kepala membentur punggung kursi. Menanggapi hal itu dan mendapati lalu lintas masih macet, Haviz mematikan mesin. Gadis itu pun membuka mata, menetralkan detak jantung sebelum mengembus pelan.

"Anjir, nabrak enggak?" tanya Lintang panik. Kesadarannya spontan terisi 100%.

Haviz mengucek sebelah mata dan mengerjap-ngerjapkan keduanya. "Enggak, keburu injek rem."

"Aduh gusti, bikin jantung orang the real berhenti," ucap Lingga.

"Pada enggak kenapa-napa kan?" Haviz memastikan.

"Udah, mending Lintang yang bawa deh. Haviz ngantuk gitu," saran Jinan.

Lintang dan Haviz pun turun. Sebelum bertukar posisi, keduanya melihat badan depan mobil. Aman, tidak ada benturan sedikit pun walau jarak dengan belakang truk sangat kritis, hanya satu jengkal. Melihatnya, perasaan Haviz berkecamuk; sangat beruntung cepat kesampaian menginjak rem, meskipun tidak merasa bahwa pedalnya diinjak oleh kakinya sendiri.

Setelah duduk di samping Zaky, Haviz melepas blazer putih yang masih setia merangkap tubuh kemudian menutup wajahnya dengan itu. Dalam posisi bersandar dengan kepala dijatuhkan ke jendela dan lengan bersedekap menahan blazer, lelaki ikal itu langsung terbawa ke alam bawah sadar. Hening menyelimuti kembali, masing-masing orang mulai menetralkan ketegangan tadi bersamaan mengusir rasa pusing akibat terbangun tiba-tiba.

Melalui kaca spion tengah, Lintang memerhatikan penumpangnya. Bukan mereka yang duduk di tengah, melainkan seseorang di paling belakang dan bukan pula kepada sahabat berkacamatanya. Orang yang dilihat adalah seorang gadis sedang lurus memandangi situasi di luar sana. Sekilas begitu, tapi di baliknya terpendam rasa cemas yang belum kunjung hilang akibat apa yang telah diperbuat tadi.

Ralat, bukan karena apa yang diperbuat, melainkan bagaimana jika responsnya telat barang sedetik pun. Sepertinya, lalu lintas saat ini sudah sangat padat, masyarakat sekitar ramai mengerumuni truk tronton beserta mobil MPV di belakangnya sambil menunggu kepolisian datang. Lalu, mengantarkan kabar kehilangan yang menyakitkan kepada mereka di luar kota sana.

"Uy." Suara dan toelan Naufal di lengan mengejutkan gadis itu.

Lantas Yasmine menoleh. "Apa?"

"Mau?" Lelaki berkacamata itu menyodorkan sebuah bungkus makanan ringan berbentuk tabung.

"Mau dong," balas Yasmine dan mengambil lima potong keripik dari dalamnya. Suara kriuk langsung memecah keheningan.

"Hm, yang dibelakang makan mulu," ucap Zaky dengan suara yang terdengar seperti gumaman.

"Jam berapa sih sekarang?" tanya Lingga.

Telunjuk Jinan tergerak menekan tombol ponsel. "Tiga lebih."

Girl AlmightyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang