25 | Tim SKS

41 13 122
                                    

Bel berbunyi, sepinya lapangan seketika menjadi ramai. Tidak cuma oleh lalu-lalang murid dari tiga angkatan, tapi juga mulut yang sibuk membincangkan macam-macam kejadian hari ini ataupun merencanakan esok hari. Suasana di dalam kelas juga tidak kalah ramai. Bunyi gesekan antara meja dan kursi dengan lantai memecah ke setiap sudut ruangan.

"Ga, gerakan senam udah sampe mana?" Pertanyaan yang keluar dari mulut si ketua murid, Adrian, seketika menyetrum indra pendengaran Lingga.

"Hah? Besok ya pelajarannya?" Yang ditanya balik bertanya.

Adrian mengangguk, lantas menebak, "Belom, ya?"

Meskipun Lingga belum menjawab, tapi berdasarkan pertanyaan seperti itu sudah terbukti benar tebakannya. Adrian pun meninggalkan Lingga, begitu pula temannya itu yang bergegas mencari keberadaan para sahabatnya. Ternyata, ada alasan mengapa Adrian bertanya demikian. Tidak jauh karena dirinya telah mendengar percakapan murid lain yang membicarakan tugas tersebut.

"Nanji sama Opang mana?" tanya Lingga.

"Bilangnya sih kantin," jawab Haviz. "Ada apaan?"

"Tugas senam." Tanpa perlu dijelaskan panjang lebar oleh Lingga, mereka sudah paham maksudnya.

"Oh iya, besok dikumpulin," ucap Lintang dengan santainya.

"Lah anjir, kenapa baru inget sekarang? Kenapa enggak dari, Minggu gitu, kan kita bisa ikutan senam ibu-ibu pkk," ucap Haviz.

"Jangan. Mau lu jadi tukang foto," sahut Zaky. "Sama emang phd juga, cepetan mereka kerjanya."

"Mending, daripada jadi inceran emak-emak genit. Suka enggak inget suami di rumah," nyinyir Lintang.

"Astaga, mana ada ...," respons Lingga sambil geleng-geleng.

Mendengar gibahan sang sahabat, mendorong Yasmine ingin tertawa geli terutama oleh gelagat nyinyirnya Lintang. Namun, Yasmine harus menahan diri. Perubahan sikap Lintang sejak hari kemarin--tiba-tiba menjadi 'dingin' dan banyak diam di depannya-- menyebabkan gadis itu merasa membuat kesalahan jikalau Lintang melihat gerak-geriknya.

Sebutlah sedang terjadi 'perang dingin' di antara mereka. Itu sebabnya Yasmine banyak menyimak.

"Hai, gais! Ada apa nih." Jinan menyapa lantang dari belakang sana.

Mencomot roti, Naufal lalu bertanya, "Mau ngopi?"

"Lu aja sendiri. Udah ngopi, sendirian pula, masih aja nanya ngopi," tanggap Zaky sedikit emosi.

Naufal nyengir kuda. "Maklum lah, efek pelajaran ekonomi terakhir."

"Oh ...," Jinan mengangguk tiba-tiba, "ngomongin senam, ya?"

"Gua fotografi hari ini, gimana dong?" tanya Haviz.

"Gua juga ekskul, yuk meliburkan diri dulu," ajak Yasmine, melukis senyum tanpa 'dosa'.

"Duh pada rajin anak-anak ini ikutan ekskul," celetuk Naufal.

"Suka enggak ngaca," ucap Lintang dingin. "Di sini yang punya ekskul paling banyak siapa."

"Tim enggak ekskul, nyimak," sela Zaky sambil melipat tangan; berlagak membanggakan diri.

"Udah ih, bolos aja. Ekskul mah enggak ngaruh ke nilai, kalo senam besok iya. Tetep dapet nilai kok di rapotnya. Contohnya gua pas kelas 10, english club A terus, padahal ikutan aja cuman dua bulan pertama, haha!" cerocos Jinan.

Haviz memandang lurus sahabat perempuannya itu, tidak berkutik menanggapi paparannya yang disampaikan amat cepat. Menimbang-nimbang, akhirnya dibuat keputusan hati untuk tidak mengikuti ekstrakurikuler. Setelah dipikir lagi, dirinya tidak pernah absen di kelas fotografi tersebut. Jika pun ada, memang dikarenakan suatu hal yang mendesak. Lantas, bukankah kerja kelompok nanti termasuk hal tersebut.

Girl AlmightyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang