26 | Does He Know?

37 13 115
                                    

Langit cerah terlukis di bentang Rabu pagi. Walau waktu masih menunjukkan pukul enam, tapi matahari sudah bersinar terik. Menjadi pendukung suasana membangkitkan semangat menjalani aktivitas harian, juga membawa keceriaan dari pancaran sinarnya yang hangat.

Atau justru, kebahagiaan itu datang dari faktor lain. Kala duduk Yasmine di tepi jendela, menunggu panggilan seseorang yang akan membawanya pergi bersama menuju sekolah. Bersandar rileks ke dinding sambil menekuk kedua kaki dan mengimpit tangan di antaranya dengan dada, Yasmine menatap langit-langit putih ruangan.

Dalam kepala gadis itu, pikiran berkelana pada penataran dua hari lalu dan juga kejadian kecil kemarin sore; di mana dirinya tanpa sadar telah 'mengorek' informasi dari sang sahabat mengenai mantan kekasih. Yasmine merasa sesuatu tidaklah beres, atau barangkali sedang berkembang. Sesuatu yang sebut saja kemampuan magisnya. Yasmine ingat betul kala itu kemampuannya, seperti, tidak mau bekerja. Bagaimana kepala selalu menjadi sakit ketika menstimulasi kemampuan, tapi yang baru terjadi beberapa hari ini tidak sama.

Berakhir dengan sebuah keputusan: mencoba sekali lagi kinerja kemampuannya. Kedua tangan yang diimpit menggerakkan jari-jarinya, sementara pandangan diarahkan pada benda-benda di sekitar sambil memfokuskan pikiran. Pilihan Yasmine adalah lembaran kertas putih di atas meja, maka saat itu juga bergeraklah lembar demi lembar putih dari plastik yang membungkusnya. Kekehan kecil terdengar dari bibir kala lembaran kertas itu bergerak bebas di udara. Seperti tertiup angin kencang, tapi nyatanya diakibatkan oleh pikiran dirinya sendiri.

Hati terasa begitu puas semakin banyak jumlah kertas yang beterbangan. Kini, lihatlah betapa ramai ruang bernuansa abu itu dengan warna-warna putih di udara. Pikiran Yasmine tiba-tiba beralih membayangkan seekor rusa. Tanpa diminta, jari-jari tangannya langsung bergerak mengatur posisi lembaran kertas. Tidak ada senyum, apalagi tawa. Yasmine tampak serius untuk membentuk kertas-kertas itu menjadi hewan yang dimaksud.

"Indah." Begitulah ucapnya ketika terbentuk sudah kepala rusa. Yasmine membayangkan saat ini dirinya tengah bertatapan dengan makhluk itu.

Bukan dalam bentuk kertas, melainkan wujud aslinya.

"Yasmine! Lintang udah datang tuh!" Seruan Nenek dari luar menginterupsi kesenangan sang cucu di kamar.

"I-iya! Tunggu sebentar!"

Yasmine langsung melompat dari tepi jendela, kemudian berlari ke kasur untuk mengambil tas. Hendak keluar kamar, Yasmine keingatan ada pekerjaan yang belum diselesaikan. Ya, tumpukan kertas di langit-langit ruangan yang membentuk kepala rusa. Jari dijentikkan, sekejap kemudian kertas-kertas itu kembali ke plastik. Barulah Yasmine melangkah keluar.

"Biasanya Zaky yang suka anter," bisik Nenek ketika Yasmine akan berpamitan.

Si cucu nyengir kaku. "Hehe, gantian aja, Nek."

"Ya udah, ayo cepet. Kasian itu kalo nunggu lama," ucap Nenek.

"Ya, dah Nenek!" Lalu Yasmine memberinya ciuman hangat di pipi.

Tidak lupa juga berpamitan dengan Kakek di luar, yang seperti biasa berkutat dengan rutinitas pagi: mengurus tanaman, dan berakhir menghadap Lintang. Melihat lelaki itu melamun, Yasmine mengetuk cepat helmnya. Berhasil membuat Lintang tersentak, dia tertawa.

"Jangan ngelamun, makanya."

Lintang melempar tatapan tajam. "Minta didepak nih."

"Gua bales pake smash, mampus kau."

"Tangannya dulu benerin tuh. Udah sembuh belum?"

Respons Yasmine mengangkat tangan kanan, diperhatikannya jari-jari yang ditutupi plester akibat luka gores. "Belum dong."

Girl AlmightyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang