Malam masih belum berganti saat Yennifer dan Pieter duduk di depan perapian kamar yang temaram. Gerimis hujan yang mulai jatuh membasahi bumi adalah satu-satunya suara yang menemani kebisuan mereka sejak satu jam yang lalu.
Baik Pieter maupun Yennifer kini hanya bisa diam menatap perapian. yang bergejolak. Pertengkaran mereka sedikit banyak telah membuat keadaan berubah. Terlebih bagi Pieter yang kini sedang diliputi rasa bersalah setelah mengetahui apa yang terjadi pada Yenifer dan Yheinelle malam itu.
"You kill her!" Kalimat itu terus saja berputar di dalam kepalanya hingga membuat rasa bersalah itu semakin menjadi. Dengan frustasi, Pieter mencengkram erat surai cokelatnya dan tertunduk dalam.
"Sial!" umpat Pieter kepada dirinya sendiri yang tanpa ia sadari telah berubah menjadi sosok ayah yang kejam. Yennifer yang semula menatap perapian dengan pikiran kosong pun, perlahan mulai melirik Pieter yang terlihat sangat frustasi.
Pria itu berkali-kali memukul dirinya sendiri sambil mengumpat kasar. Rona penyesalan, kini mulai terbit di netra biru seorang Pieter Dave Wellington. Melihat Pieter yang mulai terpuruk akan kenyataan tentang Yhein, Yennifer pun beranjak—bermaksud meninggalkan Pieter.
Wanita itu menyingkirkan selimut yang membaluti tubuhnya dan berdiri —bersiap untuk meninggalkan Pieter sendirian di sofa empuk itu. Namun ketika ia melewati suaminya, pria itu menahan pergelangan tangannya.
"Oakley," panggil Pieter dengan begitu pelan sambil menatap wajah cantik Yennifer dari samping. Tanpa mau membuang tenaga untuk keributan, Yennifer akhirnya menoleh, membalas tatapan Pieter dengan lelah.
"Stay with me, please," gumam Pieter dengan begitu lembut hingga membuat Yennifer tertegun mendengarnya.
Jujur, ini adalah kali pertama Pieter meminta sesuatu dengan nada selembut itu. Tak terselip nada arogan sedikit pun di dalam kalimatnya. Melihat bagaimana netra biru itu memohon, Yennifer pun menuruti kemauan sang suami. Ia duduk di samping Pieter dalam diam. Hingga tanpa diduga, Pieter langsung merebahkan dirinya di atas pangkuan Yennifer.
Pria itu menyembunyikan wajahnya di antara perut rata Yennifer yang terbalut kain satin dan mulai terisak pelan.
"Apa yang harus aku lakukan untuk membayar kesalahanku pada Yhein, Oakley?" tanya Pieter dengan begitu pelan. Yennifer hanya diam.
"Bahkan jika aku mati pun, aku rasa Yhein tidak akan pernah memaafkanku," lanjutnya dengan suara yang bergetar hebat.
Yennifer berusaha untuk bersikap acuh, tapi ia tidak bisa. Terlebih saat Pieter bersikap seolah Yhein bersemayam di dalam rahimnya. Pria itu mengecup lembut perutnya sambil meminta maaf berkali-kali.
"Maaf... Maaf.... Maafkan daddy, Yhein..."
Merasa tidak tahan sengan sikap Pieter, Yennifer pun mulai mengusap pelan surai cokelatnya. Isakkan pria itu benar-benar membuatnya kembali merasakan sesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn In The Cry
RomansaSinopsis : Lolos dari jerat kematian sebanyak dua kali tak lantas membuat Yennifer Oakley Harris merasa bahagia. Wanita berambut pirang yang biasanya tampil anggun dengan pakaian yang modis itu, kini harus terkungkung dalam jurang kegelapan dan kesa...