Canada, 2.45 AM
Langit masih belum membiru saat Yennifer duduk di sofa balkon apartment Pieter yang luas. Pemandangan kota Ontario yang masih diterangi oleh lampu-lampu jalan dan rumah penduduk benar-benar membuat Yennifer terpukau.
Entah sudah berapa lama ia tidak merasakan saat-saat seperti ini—duduk di sebuah ruang terbuka sambil memandangi pemandangan kota hingga fajar. Ah, itu sudah sangat lama sejak ia terkurung di dalam sangkar emas milik Pieter yang selalu mengawasinya 24 jam.
Mengingat itu Yennifer mengulas senyum tipis.
Ini sudah berbulan-bulan, dan tak ada seorang pun yang mencarinya.
Ayah, ibu, saudaranya dan bahkan Justin—mereka sepertinya telah melupakan kehadiran Yennifer.
Semilir angin malam yang lembut menerpa rambut panjang Yennifer hingga membuat wanita itu tersadar jika dia memang tidak pernah diinginkan oleh siapa pun di dunia ini. Yennifer lalu mengalihkan pandangannya ke arah Pieter, yang saat ini tengah duduk di sampingnya seperti sebuah patung es.
Pria itu hanya duduk diam, memandangi kota tanpa ekspresi apapun. Wajah tampan dengan rahang yang begitu tegas itu entah kenapa tidak pernah menampilkan emosi selain kemarahan dan kebencian.
"Pieter," panggil Yennifer dengan suara yang nyaris tak terdengar. Pieter seketika itu juga menoleh—membalas tatapan Yennifer dengan begitu dingin.
"Apa?" balas Pieter. Yennifer terdiam sejenak. Wanita itu menyelami netra biru Pieter dengan begitu intens seolah mencari sesuatu yang hilang. Sementara Pieter yang melihat keterdiaman wanita di hadapannya pun kini mencoba menerka-nerka, apa yang sedang dipikirkan oleh Yennifer.
Keheningan malam yang nyata dan semilir angin yang membawa pertanda musim dingin kala itu, seolah membawa keduanya masuk ke dalam suasana yang begitu asing. Semua terasa begitu senyap hingga membuat tangan Yennifer terulur—menyentuh wajah ayah dari kedua bayinya di masa lalu.
Pieter terkesiap saat ia merasakan hangatnya sentuhan tangan Yennifer yang mendarat di pipi kirinya. Seakan tersihir oleh tatapan teduh wanita bernetra biru itu, Pieter hanya bisa terdiam—tak mampu mengelak apalagi menolak.
"Apakah bayi kita-...."
Belum sempat Yennifer menyelesikan perkataannya, Pieter sudah lebih dulu berdiri menjauhi Yennifer—seakan menolak begitu ia mengetahui topik pembicaraan apa yang akan dimulai olehnya.
Seakan tak ingin kembali dihadapkan dengan rasa penasaran akan misteri hidupnya sendiri, Yennifer yang melihat sikap Pieter pun juga ikut bangkit, mendekati Pieter yang kini sedang berdiri menumpuhkan kedua tangan di antara pagar kaca yang membatasi balkon apartmentnya.
Hingga pada saat Yennifer telah berdiri tepat di belakang Pieter, Yennifer menghentikan langkahnya.
"Pieter..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Autumn In The Cry
RomanceSinopsis : Lolos dari jerat kematian sebanyak dua kali tak lantas membuat Yennifer Oakley Harris merasa bahagia. Wanita berambut pirang yang biasanya tampil anggun dengan pakaian yang modis itu, kini harus terkungkung dalam jurang kegelapan dan kesa...