31 - 𝓘 𝓦𝓪𝓼 𝓙𝓾𝓼𝓽 𝓙𝓸𝓴𝓲𝓷𝓰

3K 129 10
                                    

"Aku menyesal karena aku memilih Lucas."

Pada wajah manis Agatha ada pusaran rasa dendam yang tak pernah Isaac sadari bisa muncul. Agatha menggigit kuku ibu jarinya sambil menahan dirinya. Dan itu karena ia sedang bersama Isaac. "Kamu mau membicarakannya?" Tanya Isaac sambil mengelus puncak kepala Agatha.

Gadis itu menoleh dengan binar matanya yang membulat, tapi kemudian ia berpaling. Mungkin ragu, mungkin malu.

"Intinya.. Lucas melakukan hal-hal tak menyenangkan. Dia melakukan semuanya bukan atas dasar pikiran. Dia lebih suka menggunakan hatinya." Kata Agatha yang tak berani menoleh pada Isaac. Tapi pria itu bisa melihat bibir Agatha bergetar hebat. Mungkin karena ombak perasaan mungkin karena dendam.

Isaac menghela napasnya, merasa sedikit lega mengetahui Agatha tidak terlena akan rasa cintanya kepada Lucas lalu berlagak seakan pria itu tidak pernah menyakitinya. "Kamu tahu Lucas itu siapa, Aggie?" Agatha mengangguk. "Baiklah katakan apa yang kamu tahu tentangnya."

"Lucas itu anak kedua dari lima bersaudara. Ia tidak mengenal ibunya tapi ia pernah bilang beberapa kali kalau ayahnya adalah pria penyakitan." Isaac mendengus. Tidak hanya Lucas berbohong pada Agatha tentang siapa dia. Pria itu juga benar-benar menyembunyikan banyak kenyataan yang seharusnya Agatha ketahui.

"Lucas itu anak pemilik grup asal Jepang. Grup itu  menjadi payung dari berbagai bentuk bisnis. Kuliner, keamanan, elektronik, kosmetik. Dia itu anak satu-satunya dan sebentar lagi akan menjadi pemimpin grup peninggalan ayahnya itu. Net worth Lucas itu hampir menyamaiku tapi tentu masih mahalan aku." Kata Isaac sambil terkekeh kecil tapi kemudian berdehem ketika melihat Agatha mengernyitkan dahi padanya. "Ayahnya memang baru-baru ini meninggal dari penyakitnya dan Lucas harus kesana untuk mengurus kepemilikan warisan yang menjadi haknya. Ia jelas mengenal ibunya, hanya saja mereka tidak tinggal di kota yang sama, apalagi di rumah yang sama."

Agatha membulatkan matanya. "Dia.. banyak berbohong.."

"Dia bukan saja berbohong. Dia membuatmu bingung, Aggie. Aku tak tahu kalau di kamu bagaimana, tapi kalau sampai seseorang tidak memberikanku kejelasan tentang hidupnya aku pastinya akan sangat kecewa." Isaac menoleh pada Agatha lalu menarik puncak kepala gadis itu dan mengecupnya. "Karena begitu, setelah ini aku ingin kita sama-sama menceritakan kisah kita, hm?"

Kedua mata Agatha tak mau lepas dari memandangi wajah lembut Isaac. Apa pria itu selama ini selalu memperlihatkan wajah seperti itu pada Agatha? Apa dia selalu selembut itu padanya?

Agatha tidak begitu ingat lagi. Tiap hari rasanya ia selalu menimbun berember-ember tanah diatas semua perasaan pahit yang ia petik dari semua kejadian yang tak bisa ia perbaiki. "Aku tahu cara kita bertemu membuatmu tak nyaman. Tapi ayahmu memang pria yang brengsek, Agatha. Aku tahu karena ia teman ayahku yang juga brengsek."

Agatha menoleh kepada Isaac lalu menelan ludahnya. Lalu, pikirnya, bagaimana ia tahu kalau Isaac tidak sebrengsek ayahnya sendiri? Tapi kemudian, seperti telah membaca pikiran Agatha, Isaac tersenyum. "Wajahmu tak pernah bohong." Katanya sambil tertawa. "Kamu sedang meragukanku, 'kan?" Katanya sambil mencubit pipi Agatha. "Aku tidak tahu definisi 'brengsek' di kamu itu seperti apa. Tapi aku selalu berusaha untuk tidak mirip seperti ayahku." Katanya sambil mematikan mesin mobil yang sudah terparkir di depan teras rumahnya.

"Um.." Agatha menahan lengan Isaac. "Apa boleh kita disini dulu?"

"Hm? Kenapa?" Agatha menggigit bibir bawahnya ketika melihat wajah Isaac yang berubah saat melihat kedua kaki Agatha menggesek satu dengan yang lain. "Kamu mau melakukan-nya disini, sayang?" Kata Isaac sambil tertawa kecil, merasa senang ketika melihat Agatha mulai meminta sendiri apa yang ia mau. Agatha menatap kedua mata indah Isaac sejenak lalu mengangguk, memelas.

Isaac mendaratkan bibirnya kepada milik Agatha yang membalas dengan energi yang sama. Kecupan dibalas kecupan, gigitan dibalas gigitan. Napas Agatha terdengar tercekat dan bergetar ketika merasakan tangan besar yang mengelus paha bagian dalamnya. "Kamu tahu sesuatu, Aggie?" Bisik Isaac, "aku sangat suka melihat respon kamu ketika tanganku menyentuhmu disini." Kata Isaac ketika menekan klitoris Agatha dengan kedua jarinya.

"Isaac," panggil Agatha di dalam setiap tarikan napas yang ia lakukan tiap kali Isaac mengelus milik gadis itu dengan tenaganya. "Kamu ternyata suka melakukannya di mobil ya." Kata Isaac sambil mengecup leher Agatha dengan senyuman. "Ayo sangkal itu, Aggie. Soal kamu suka melakukannya di mobil." Kata Isaac yang mulai membuka kancingan atas baju seragam Agatha dan menelusupkan tangannya kedalam sela-sela yang terbuka.

"A.. Aku..-"

"Ayo, Aggie. Kamu pasti bisa," kata Isaac yang tersenyum dan malah memasukkan kedua jarinya ke dalam milik Agatha. "Ayo," dukung Isaac lagi.

Tapi Agatha hanya bisa memekik tertahan, menggigit bibir bawahnya lalu mendesahkan napas yang ditahannya daritadi. "Tidak bisa?"

Agatha meremas kerah baju Isaac yang mendekatkan wajahnya karena ingin melihat wajah Agatha yang tenggelam semakin dalam ke dalam nafsunya. "Tidak." Agatha menelan ludahnya. "Aku suka melakukannya di dalam mobil." Desisnya dalam satu tarikan napas.

Senyum lebar Isaac perlahan mengembang. "Ahaha!" Tawanya menggelegar. "Now that's my girl." Katanya sambil menarik lepas celana dalam Agatha lalu menumpu tangannya pada punggung jok mobil dan mulai mempercepat gerakan tangannya keluar masuk ke dalam milik Agatha. Gadis itu tidak bisa menahan desahan lalu mulai memekik dan membuka kakinya lebih lebar untuk Isaac.

Isaac kembali tersenyum lebar ketika melihat cipratan air mulai membasahi dasbor yang ada di hadapan vagina Agatha. Dia selalu tahu cara membuat gadisnya basah.

"Does it feel good, love?" Tanya Isaac sambil menciumi pipi dan pelipis Agatha. "Mmhmm," Agatha mengangguk, mengiyakan. "Kamu basah banget ya." Isaac mengamati genangan kecil yang ada di karpet mobilnya sambil terkekeh. "Kamu yang bikin soalnya," kata Agatha sambil menurunkan kedua kakinya yang terbuka. "Iya, 'kan aku hebat." Kata Isaac sambil menarik tisu dan mendekati Agatha lagi, pria itu kembali memasukkan tangannya kedalam rok Agatha dan menyeka milik gadisnya selembut yang ia bisa.

Tapi selembut apapun tangan Isaac bergerak, Agatha akan selalu tersentak kecil sambil menahan semua keinginannya untuk mendesah di telinga Isaac. "Ahahaha mendesahlah lagi kalau kamu mau mendesah, Agatha." Kata Isaac sambil terus menyeka milik Agatha. "Toh nanti di kamar aku akan membuatmu menangis, berteriak juga."

Agatha terkekeh serasa tertangkap basah tapi kemudian mencuri kecupan singkat pada pipi Isaac yang kebetulan sedang senggang. Isaac menarik tubuhnya dengan kedua mata terbelalak yang menatap Agatha. 'Hehehe' meluncur di wajah Agatha yang tersenyum manis, lalu kemudian 'hehehe' juga meluncur di wajah Isaac yang ikut tersenyum manis. 

"Aduh, gemes, aku jadi mau transfer seratus juta ke rekening kamu," kata Isaac sambil mencubit pipi Agatha lalu memalingkan wajah ke tong sampah kecil yang ada di belakang jok tempatnya duduk. "Ini aku kasih QR-nya," gumam Agatha sambil menahan senyum. Siapa sih yang tidak mau duit?

Isaac menoleh sambil ikut menahan senyum lalu mengeluarkan handphone-nya, mengetik sesuatu lalu mendengar bunyi notifikasi dari handphone Agatha. Sebuah notifikasi dana masuk sebesar seratus sepuluh juta baru masuk dengan pesan "Nih, janjiku. Plus sepuluh juta siapa tau seratus jutanya abis, terus kamu perlu 

"Isaac, aku bercanda." Kata Agatha. "Iya sama, tapi aku lebih suka lelucon praktikal, jadi itu aku kirimin langsung." Isaac kembali tertawa melihat wajah Agatha yang bengong sambil terus menyegarkan kembali halaman rekeningnya. "Itu duit asli!" Kata Isaac, "udah ah, ayo masuk. Kamu 'kan harus siap-siap buat main sama Lestia."

Isaac keluar mobil lalu meregangkan tubuhnya diluar sambil menunggu di sisi mobil sampai Agatha ikut keluar. Agatha menyandarkan tubuhnya sejenak pada punggung jok lalu menghela napas, terlalu terguncang untuk bahkan memroses semuanya pada saat itu. Seratus juta...,otak Agatha pelan-pelan kembali memroses. Dia baru saja mengeluarkan dana yang Agatha pakai untuk membantu klinik hewan dekat rumahnya selama satu tahun semudah mengeluarkan duit untuk bayar bakso!

Pada saat itu Agatha menoleh pada Isaac yang mulai duduk di tangga teras, enggan masuk tanpa Agatha di gandengannya. Pria yang duduk sendirian di teras itu, seberapa kaya sebenarnya pria itu?

Lalu berapa sebenarnya harga nyawa dan segenap diri Agatha untuknya?

***

Jangan lupa vote, comment dan vaksin ya guys! Stay safe!

Toy For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang