Isaac terbangun di kasurnya sendirian. Pria itu mengedarkan pandangannya yang perlahan fokus untuk mencari Agatha, tapi hasilnya nihil. Pria itu segera mendudukkan dirinya dan melihat handphone-nya, kali-kali ia melewatkan peringatan dari security guard-nya, tapi nihil juga. Ia meraih jeans yang tergeletak di sofa di sebelahnya, sambil memanggil nama Agatha beberapa kali, tapi tidak ada jawaban juga.
Isaac mulai merasa tertekan. Jantungnya mulai memacu. Dimana Agatha? Pikirnya. Apa dia melarikan diri? Tapi darimana dia keluar? Apa ia memanjat pagar lalu berlari ke dalam hutan? Dia bisa mati kedinginan malam-malam begini keluar sana.
Isaac bergegas keluar kamarnya tanpa repot memakai atasan apapun. Ia mulai meneriaki nama Agatha. Di kamar mandi tidak ada. Di kamar sebelah, balkon di ujung koridor, bahkan Isaac mencari ke ruang penyimpanan perlengkepan bebersih rumah. Tidak ada. Agatha tidak ada. Pria itu turun ke lantai satu. Kembali meneriaki nama Agatha. Berharap satu kali, satu kali saja Agatha akan menyahut. Sial, apa Agatha benar-benar sudah pergi? Isaac terduduk di pilar teras belakangnya. Berperang dengan pikirannya. Memikirkan kemungkinan apa saja yang bisa terjadi pada Agatha.
"Kamu sedang apa?" Isaac segera mengadah ketika mendengar suara serak itu. Itu Agatha. Sedang menggenggam air minum di tangan kanannya, tubuhnya sedikit basah. "Agatha." Kata Isaac sambil meneliti seluruh inci tubuh Agatha yang hanya dibalut bra dan celana dalamnya yang juga basah. "Kau sedang apa? Kenapa basah begini?" Tanyanya.
"Aku mau mencoba berenang. Airnya kelihatan segar," jawab Agatha enteng. Gadis itu sepertinya benar-benar tidak sadar kalau sejak tadi Isaac terus memanggilnya, seperti orang gila.
"Kamu keringatan, tuan." Kata Agatha sambil duduk di bangku sebelah kolam renang dan menyeruput air minum yang sedari tadi ada di tangannya. Isaac terdiam. Kenapa dia mencari Agatha seperti kesurupan tadi itu? Dan kenapa Agatha menanggapinya dengan santai saja?
Isaac menggaruk dan mengusap tengkuknya yang terasa sedikit pegal dan keringatan lalu menghela napas. Ia lega. "Ketika aku bangun kau tidak ada." Kata Isaac. "Kukira kau diculik."
Agatha menahan tawanya sambil menggeleng, "Bagaimana caranya aku diculik dari sebelahmu?" Tanya Agatha. Isaac hanya terkekeh kecil sambil memperbaiki rambutnya. "Kau tidak kedinginan?" Agatha menggeleng. "Malam ini tidak dingin kok."
"Begitu?" Agatha mengangguk. Lalu hening kembali menyelimuti udara di sekitar mereka. Isaac bisa melihat wajah Agatha yang begitu tenang. Setelah semua hal yang dilaluinya itu, bagaimana ia bisa setenang ini? Pikiran Isaac berkecamuk. Ricuh saling berdebat, seperti terbagi akan kubu-kubu. Yang percaya kalau Agatha hanya berlagak tenang dan yang percaya kalau Agatha memang orang yang acuh tak acuh.
"Agatha, boleh aku bertanya?" Isaac memberanikan dirinya. "Ya."
"Apa kau bahagia disini?" Tubuh Agatha beku. Bahagia? Itu pertanyaan pria yang baru membelinya ini? Bahagia?
"Kenapa kamu punya pertanyaan itu, tuan?" Tanya Agatha tanpa menoleh kembali kepada Isaac. Ia memilih untuk menatap langit malam yang tak berbintang daripada wajah majikannya. Isaac terdiam sambil kembali mengusap tengkuknya yang dingin.
"Aku hanya ingin tahu kalau kau bahagia atau tidak. Itu saja." Kata Isaac, bersender kepada bangku di tepi kolam renang yang sunyi.
Agatha tidak mengerti apa definisi kebahagiaan. Ia yakin ketika kecil mungkin ia pernah bahagia. Tapi seiring berjalannya waktu dan ia tumbuh dewasa, Agatha sepertinya sadar kalau bahagia itu hanyalah ada kalau dia tidak mengenal dunia dengan baik. Tapi dengan kedudukan ayahnya, gadis itu terasa sangat dekat dengan apa saja.
"Katakan padaku, tuan." Isaac menoleh kepada Agatha yang kini menatapnya, "Kenapa kau membawaku?"
Isaac mengernyitkan dahinya, "Apa maksudmu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Toy For You
Romance𝟐𝟏+ 𝐃𝐞𝐟𝐢𝐧𝐢𝐭𝐞𝐥𝐲 𝐂𝐨𝐧𝐭𝐚𝐢𝐧 𝐄𝐱𝐩𝐥𝐢𝐜𝐢𝐭 𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭. Agatha Ivy. Gadis malang yang terus-terusan terbelit masalah bahkan ketika ia tidak memintanya. Apalagi ketika ia harus menandatangani kontrak yang membuatnya jadi milik Isaa...