18 - 𝓢𝓽𝓲𝓵𝓵

5.6K 216 1
                                    


Dalam sejarahnya, Isaac tidak pernah mengalami situasi yang begitu membuatnya tegang dan marah sekaligus. Ia menoleh kepada Agatha yang tekun menyeruput sodanya dalam diam. Lalu menoleh kepada Lucas yang menatap Agatha dengan wajah yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Atau mungkin Isaac saja yang tidak mengerti wajah apa yang diperlihatkan Lucas.

"Jadi kalian kenal sejak kapan?" Tanya Isaac tiba-tiba. Lucas menoleh padanya lalu kembali kepada Agatha.

"Sejak SD." Kata Lucas. "Kau siapanya?" Tanya Lucas balik.

Agatha menoleh kepada Isaac yang ikutan menatapnya. "Aku suaminya." Kata Isaac sambil tersenyum.

Mulut Lucas menganga mendengar itu. Ia menoleh lagi kepada Agatha. Memelototinya, seperti meminta penjelasan. Isaac menyadari tatapannya.

Agatha sedikit bergetar ketika ia merasakan dua tatapan menghujamnya. Tapi tangan Isaac menelusup kedalam tangannya, pria itu sadar Agatha tidak nyaman dengan situasi ini.

Sebenarnya ini salah Isaac. Karena pria itulah yang mengajak Lucas untuk makan siang dengan mereka. Pria itu sengaja melakukannya karena ia dan Agatha sepertinya selalu berpapasan dengannya di setiap belokan. Sampai pertemuan-pertemuan mereka itu terasa bukan lagi kebetulan untuk Isaac.

Makanya ia mengajak Lucas dan teman kencannya makan bersama mereka. Yah, seharusnya ia tanya dulu pendapat Agatha sebelum ia memutuskan.

Awalnya Isaac berencana untuk membuatnya menjadi sebuah kencan double. Tapi ternyata teman kencan Lucas pulang duluan karena katanya ada urusan mendadak. Kini tinggallah Isaac dan Lucas dengan seorang Agatha yang duduk menunduk di sebelah Isaac.

"Agatha, apa besok kau akan sekolah?" Tanya Lucas sambil meneliti kepada Agatha. Gadis itu menoleh lalu segera mengangguk.

Lucas kembali bertatapan dengan Isaac yang memutar-mutar sedotannya. Ia belum pernah merasa kalah kalau melihat cowok lain. Tapi Isaac adalah segalanya yang Lucas bukan.

Ia ingat kata-kata Agatha ketika malam hari ketika ia dan Lucas kabur dari acara kemah angkatannya dan pergi ke tebing, mengamati bintang. Lucas bukan fans terbesar kegiatan membosankan seperti itu. Tapi ia penasaran mengapa Agatha begitu menyukainya.

Mereka berbincang soal banyak hal sebelumnya. Lalu Lucas menanyakan pertanyaan itu. Bagaimana tipe pria yang Agatha sukai. Lucas bukannya bermaksud untuk menyanggupi kriteria Agatha. Ia hanya basa-basi saja.

"Pria yang tinggi." Jawab Agatha. "Pundaknya lebar dan dia pandai berbicara."

"Bagaimana dengan wajahnya?"

"Dagunya tajam. Mungkin kalau bisa matanya berwarna. Biru."

"Bule?"

"Mungkin."

Lucas tidak bermaksud untuk mengingat-ingat percakapannya dengan Agatha yang itu. Ia tidak peduli juga awalnya. Tapi semakin ia ingin melupakannya semakin Lucas teringat setiap kata-katanya.

Bahkan setelah ia pamit pergi kepada mereka berdua dan duduk di mobilnya yang menderu. Ia terus mengingat situasinya. Isaac adalah segalanya yang Agatha inginkan. Dan Lucas duduk di posisi kedua di hatinya. Itu yang pria itu rasakan.

Pria itu memukul setirnya dengab keras. Ia kesal. Sangat sangat kesal. Apa itu terjadi ketika ia sedang di Jepang mengurus ayahnya selama sebulan itu? Atau mereka sudah terjadi lama sebelum itu?

"Tapi kamu bilang kamu mau di rumah dulu?" Kata Isaac sambil menunduk untuk melihat wajah Agatha yang sedikit disembunyikannya. Mereka sudah pulang dan berganti baju. Agatha mendekap sebuah bantal sofa yang besar, cukup besar untuk menenggelamkan wajahnha disana.

Toy For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang