10 - 𝓐𝓰𝓪𝓽𝓱𝓪 𝓒𝓸𝓸𝓴𝓼

10.2K 347 10
                                    


Agatha segera menelepon Kay saat bel pulang berbunyi. Ia perlu penjelasan. Rumor apa yang disebarkan tim Isaac di sekolahnya? Semua orang jadi heboh, 'kan jadinya.

Agatha menunggu Kay menjawab. Pria otu mengangkat setelah bunyi dering ketiga. "Ya, Agatha?" Sapa Kay. "Lo perlu dijemput?"

"Um.. Bulan madu, Kay? Apa maksudnya itu?" Kata Agatha sambil menarik tasnya dan menyeretnya sambil berjalan di koridor yang mulai sepi.

"Oh bukan ide gue itu, mbak." Jawab Kay enteng. "Seru pasti tadi lo diomongin satu sekolah, 'kan?" Kay terdengar tertawa. Agatha berdecak. "Lo perlu dijemput gak sih? Gue kok gak dijawab."

"Kamu sekarang sama Isaac gak?" Tanya Agatha. Kini malah Kay yang berdecak. "Dia udah berangkat tadi ada urusan mendadak. Proyek dia berulah lagi."

Agatha mengernyitkan dahinya. "Lo mau nanya ke dia soal rumor itu? Silahkan aja. Kalo lo nyari mati."

"Jadi lo perlu di jemput gak sih, neng?"

***

Isaac mengusap alis matanya sambil membaca dokumen di hadapannya untuk kali kelima. "Chris, kau bilang kau sudah mengurus ini." Katanya sambil menoleh kepada Christian, pengacara perusahaan sekaligus orang terpercayanya.

"Aku sudah melakukan semua usaha. Tapi penghuni gedung itu bersikeras untuk tinggal. Pemilik gedungnya sudah bersedia untuk menjual gedung itu. Tapi tidak ada gunanya kesediaan dia itu kalau penghuninya masih ada."

Isaac menyenderkan tubuhnya ke kursi besarnya sambil menghela napas berat. Karena masalah inilah Isaac berangkat ke kota ini. Tanah di sekitar gedung itu sudah dibeli perusahaannya. Ia berencana untuk mendirikan kondominium mewah di daerah itu.

Apapun yang dikatakan Isaac atau utusannya tidak akan bisa meluluhkan orang-orang ini. Meski tawarannya menggiurkan pun utusannya sama sekali tidak bisa mendapatkan kata setuju dari mereka. Jadi dia yakin hanya ada satu cara untuk membuat mereka pergi. Cara yang kotor, tapi ia yakin orang-orang itu akan segera pergi.

"Lakukan rencana kedua." Kata Isaac. Christian menelan ludahnya. Ia tahu Isaac suatu waktu akan memberikab perintah itu kepadanya, tapi ia selalu berharap akan kemungkinan kalau Isaac tidak perlu memintanya melakukan itu.

"Aku harus kembali besok. Aku tidak bisa berlama-lama disini. Kalau kau punya laporan kirim saja lewat e-mail." Kata Isaac lagi sambil menutup dokumen yang dibacanya.

Christian menerima kembali dokumen yang diberikan sekretaris Isaac kepadanya. Pria itu berjalan menuju meja yang ada di dekat dinding penuh dengan lukisan indah dipajang dari ujung ke ujung. Pria itu menuangkan dirinya segelas whiskey dan kembali ke tempat duduknya.

Isaac terlalu sering melakukan ini. Ketika tertekan ia akan menuangkan dirinya alkohol untuk membuat dirinya lebih tenang. Ia selalu berencana hanya untuk meminum segelas saja, tapi kemudian ia hanya akan terbangun tengah malam dan merasakan sakit kepala yang teramat sangat karena ia tak sengaja menghabiskan sebotol penuh alkohol yang dimilikinya.

Isaac menoleh kepada handphone-nya yang berdering singkat. Sebuah pesan masuk. Kontak tidak dikenal.

'Halo, tuan. Ini kontakku. Kita belum pernah chat. Agatha. Kay memintaku untuk mengontakmu.'

Isaac tersenyum sambil menenggak habis alkoholnya lalu kembali ke layar handphone-nya dan mulai mengetik.

'Bagaimana harimu?'

Tapi kemudian Isaac segera menghapus kalimat itu dan memilih untuk menelepon Agatha. Gadis itu mengangkat setelah bunyi tunggu pertama.

"Selamat siang, tuan." Sapa Agatha. Isaac tersenyum miring sambil mengibaskan tangannya kepada sekretarisnya untuk meninggalkannya sendiri dulu. Wanita itu menurut dan pergi keluar.

Toy For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang