"Gue baru dapat kabar dari Miracle. Soal Agatha."
"Apaan?" Tanya Isaac sambil menegapkan tubuhnya. "Dimana dia?"
Kay menghela napas. Dia menggeleng, "Cewek itu udah ngerasain banyak hal selama hidupnya." Kata pria itu. "Dia kayak lo. Tapi juga gak kayak lo."
"Maksud lo apa, bangsat? Ngomong yang jelas lah."
"Dia kayak lo. Ngalamin penyakit mental, trauma fisik, trauma psikis. Tapi juga gak kayak lo. Milih mabuk sama narkoba."
"Maksud lo-"
"Agatha punya PTSD, Isaac. Dia juga punya gangguan kecemasan akut dan pernah nyoba bunuh diri dua kali pas SMP. Tapi orangtuanya gak pernah tau. Jengkel banget gue, bapaknya gak tau diri."
"Darimana lo tau semua ini?"
"Miracle nelpon gue. Minta penjelasan. Katanya dia ketemu pesan dari klinik apa dia gak tahu. Tapi gue juga gak punya penjelasan. Jadi gue lacak. Klinik tempat Agatha konsul itu psikiater tempat Agatha minta resep antidepresan. Mereka ngomongnya dia udah gak check-up tiga bulan. Padahal dia dulunya rutin."
Isaac terlihat tidak percaya dengan telinganya sendiri. "Gue agak susah ngegali informasi ini tapi dia pernah ngalamin kekerasan seksual. Dari temannya. Namanya Benjamin. Baru setelah itu dia ketemu Lucas, yang sama brengseknya kayak Benjamin. Tapi bedanya Lucas tetap nyimpan Agatha, jagain Agatha. Tetap ngebuat dia kayak jalang. Gak jauh beda sama elu. Jadi Agatha ketemu sama tiga orang brengsek dalam waktu dekat. Gue gak tahu gimana perasaan dia, tapi kalo gue jadi dia, gue udah mendekam di penjara sekarang karena ngebunuh lu sama dua orang lagi."
Isaac terduduk diam, menatap lantai seperti orang bodoh. Lalu ia menggeram kesal.
Kay menghidupkan cahaya handphonenya lalu mencari kontak Miracle. Wanita itu perlu tahu informasi ini juga. Kay sedikit punya rasa kasihan kepada Miracle. Meski wanita itu menikah pada Tuan Ivy, ia tetap dihimpit dengan kelas asalnya dan keadaannya. Ia tidak bisa bergerak dengan bebas. Orang-orang memperlakukannya bak ratu namun sekaligus sampah penjilat.
Miracle tidak bisa menyewa penyelidik pribadi dengan mudah. Tidak tanpa Markus ikut campur di setiap langkahnya.
"Halo, Miracle? Lo ingat klinik yang lo bilang semalam? Ya. Gue udah dapat infonya. Itu psikiater. Agatha check-up kesana. Gue cuma bisa bilang itu aja. Oke." Lalu Kay mengakhiri telepon dan melemparkan benda itu asal ke sofa.
Isaac segera berdiri dengan kedua kakinya. "Mau apa lo?" Isaac mendelik kearah Kay.
"Mau nyari cewek gue lah."
Kay tertawa lebar, "kalo dia udah ketemu. Lo yakin dia mau balik ke sangkar lo ini? Hah, sialan?"
Isaac memalingkan wajahnya lalu meraih handphone-nya. "Lo mau bantu gue atau enggak hah?" Katanya sambil menoleh kepada Kay.
Pria itu memutar bola matanya. Ia mau tidak mau harus berada di sisi Isaac dan membantunya. Ia harus memenuhi janjinya dengan Tuan Imo Hilton, ayah Isaac. Seperti sebuah sumpah pengikut setia pada raja kuno, pikir Kay.
"Gue mau bantu asal lo setelah ini ikut semua permintaan dia." Kata Kay.
"Apalagi sih? Pake syarat."
"Syarat gue itu lo ngabdi buat bahagiain cewek lo, sialan. Gak suka gue."
Isaac tertegun sejenak. Ia sudah cukup banyak mengorbankan harta dan waktunya demi membuat Agatha berada di sisinya. Apalagi yang kurang? Bagian mana lagi yang kurang diperhatikannya?
"Gue tau lo ngernyit-ngernyit gitu karena lo sendiri gak tau bagian mana yang lo kurang, 'kan? Emang dasar anak gak punya rasa insecure lo sial."
KAMU SEDANG MEMBACA
Toy For You
Romance𝟐𝟏+ 𝐃𝐞𝐟𝐢𝐧𝐢𝐭𝐞𝐥𝐲 𝐂𝐨𝐧𝐭𝐚𝐢𝐧 𝐄𝐱𝐩𝐥𝐢𝐜𝐢𝐭 𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭. Agatha Ivy. Gadis malang yang terus-terusan terbelit masalah bahkan ketika ia tidak memintanya. Apalagi ketika ia harus menandatangani kontrak yang membuatnya jadi milik Isaa...