Di dalam mimpinya Isaac aman. Ia berada dalam sebuah padang yang dipenuhi bunga sejauh matanya bisa memandang. Ia bisa berlari, tidur siang dan menatap langit biru dengan tenang. Di dalam mimpinya ia tidak dijerat tanggung jawab atau beban dari nama keluarganya. Ia bisa memetik dan membuat rangkaian mahkota dari bunga-bunga disekitarnya lalu berkejar-kejaran dengan angin yang menderu disekitarnya. Ia pikir padang rumput itu adalah kenyataan. Ia pikir ia benar-benar telah bebas. Tapi bak serigala yang telah mengawasinya sedari awal, kenyataan menerkamnya dari belakang. Ia dicabik-cabik dan terpaksa harus berlari ketika ujung matanya melihat celah untuk melarikan diri.
Ia segera tersadar dari mimpinya. Lalu ketika ia membuka matanya, ia melihat pemandangan yang akan terasa asing untuk sosok dirinya dari beberapa bulan lalu. Ada lautan wanita dengan badan yang indah masih terlelap disekitarnya. Botol alkohol kosong dan garis dari bubuk putih memenuhi meja dan lantai kamarnya yang gelap.
Diujung lain kamar itu ada Kay yang sedang memasukkan satu persatu botol alkohol kosong ke dalam kantong sampah besar sambil menggerutu dalam gumamannya. Kadang kata-kata penyesalan dan lelah meluncur dari mulutnya.
Kepala Isaac berdetak dan sakit bukan kepalang. Kedua telinganya berdenging dan kedua matanya terasa berat dan sulit terbuka. Tapi kepalanya terasa terlalu ringan seakan tak berisi sama sekali.
Perlahan ia berdiri dan mencari baju atau apapun yang bisa menutupi tubuhnya, namun kemudian segera jatuh dan menimbulkan suara yang keras. Kegaduhan Isaac itu membangunkan lautan manusia yang tertidur dan berserakan dimana-mana itu. Perlahan mereka juga bangkit dan berlalu lalang mencari baju-baju mereka sambil menggerutu kalau kepala mereka sakit dan telinga mereka berdenging.
Semua orang itu menyeret diri mereka keluar ketika sadar Kay sedang menatap mereka semua dengan tatapan tajam tanpa mengeluarkan kata-kata apapun. Tanpa pamit, mereka semua pergi antara masih dalam kondisi telanjang atau kancing baju yang belum dikaitkan.
"Pesta macam apa ini?" Tanya Kay. "Orgy?"
Isaac menatapnya sejenak kemudian pergi ke dalam kamar mandi tanpa mengeluarkan suara apapun.
"Kau tahu," kata Kay sambil membuka kantong sampah kedua. "Aku diluar sana tak punya waktu untuk bahkan menikmati langit sore atau memeluk peliharaanku. Lalu kau disini membuat pesta yang bisa menghancurkan reputasi Hilton seperti membalikkan telapak tangan."
"Apa di kepalamu itu masih ada otak? Atau, atau setengah otak? Karena kau ini aku rasa sudah gila. Kau punya perusahaan yang harus kau urus lalu kau membuat pesta paling menjijikan ini seakan kau tak punya reputasi yang perlu kau jaga."
Kepala Isaac keluar dari ambang pintu kamar mandi dan menatap Kay dengan kedua matanya yang membulat, "kau bisa diam tidak?" Tanyanya.
Mendengar permintaan Isaac itu urat otak terakhir milik Kay rasanya putus. "Diam kau bilang?" Tanyanya, "DIAM? KAU KIRA AKU MENGELUH KARENA AKU SEDANG INGIN DIMANJA?" Kay melempar kantong sampah di tangannya ke lantai dan berjalan mendekat ke arah kamar mandi. "KAU PIKIR AKU TAK LELAH? APA YANG KAU PIKIRKAN HAH?"
"Diamlah..."
"AKU TAK HABIS PIKIR. IBUMU MENGKHAWATIRKANMU. ORANG-ORANGMU DI PERUSAHAAN JUGA MENANYAKANMU. MEREKA MULAI KHAWATIR DENGAN MASA DEPAN PERUSAHAAN KARENAMU. AGATHA JUGA BELU-"
Isaac mendelik kepada Kay lewat jendela yang terpasang di dinding. "Jangan berani menyebut namanya sebelum kau menemukannya."
Kay menatap Isaac balik lalu membalikkan badannya, "brengsek." Gerutunya. "Mau seberapa banyak pun euforia yang kau dapatkan dari pesta-pesta ini, kau tidak akan merasa lega." Katanya sambil kembali mengangkat kantong sampah yang ia jatuhkan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toy For You
Romance𝟐𝟏+ 𝐃𝐞𝐟𝐢𝐧𝐢𝐭𝐞𝐥𝐲 𝐂𝐨𝐧𝐭𝐚𝐢𝐧 𝐄𝐱𝐩𝐥𝐢𝐜𝐢𝐭 𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭. Agatha Ivy. Gadis malang yang terus-terusan terbelit masalah bahkan ketika ia tidak memintanya. Apalagi ketika ia harus menandatangani kontrak yang membuatnya jadi milik Isaa...