Kay duduk di sebuah teras dengan rokok di tangan dan seribu pikiran di kepala. Ia mendengarkan seseorang dari handphone-nya yang sedang seputus asa dirinya. "Baik, pak. Terima kasih atas kerjasamanya. Tolong tetap lanjutkan pencarian." Katanya sebelum mengakhiri panggilan telepon.
Ia meletakkan handphone-nya di lantai dan kembali menghirup udara dingin sore itu sebelum kembali menyesap rokoknya. Hari itu lumayan indah kalau ia pikir-pikir. Pemandangan dari apartemen mahalnya itu ternyata bagus juga. Ia hanya tidak pernah punya waktu untuk tinggal disana terlalu lama dan menyaksikannya.
Hari itu juga sunyi, ia merasa sedikit tenang meski baru saja menerima panggilan dari kepala polisi yang melakukan pencarian yang mungkin akan mengakhiri kekacauan di sekitarnya, hanya untuk menerima informasi kalau pencarian kali ini masih tak menghasilkan apapun. Padahal ia sudah berkali-kali meletakkan dana tinggi di setiap pencarian yang telah dilakukan selama tujuh bulan itu, tapi mereka tetap tak mendapatkan hasil apapun, ingatnya. Mungkin karena uang bukanlah masalah saat ini. Karena kalaupun mereka meminta Hilton untuk membayar seribu kali lipat, Kay yakin keluarganya itu tidak akan merasakan dampak apa-apa.
Handphone-nya kembali berdering. Melihat dari nama yang muncul di layar, ia tahu kalau satu pikiran lagi harus bertambah ke dalam pikirannya. Jadi ia mempersiapkan mentalnya dan menarik napas dalam-dalam sebelum menekan tombol 'jawab'.
"Halo, ibu." Sapanya.
"Kay. Apa kamu sudah memeriksa Isaac kembali?" Tanya suara di seberang sana.
"Belum, ibu. Saya sedang mengurus hal lain." Katanya. Suara disisi lain berdecak, "tolong periksa dia lagi, nak. Ia tidak pernah menerima telepon dariku semenjak... hari itu."
"Isaac mungkin sedang istirahat ibu. Ia baru kembali dari perjalanan bisnisnya."
Ibu Isaac diseberang sana terdiam sejenak. "Tolong periksa saja keadaan dia, nak."
"Baik, ibu. Saya akan ke rumah Isaac nanti malam." Kata Kay, sebelum ia berpamitan lagi lalu mengakhiri panggilan. Kay menggerutu sedikit sebelum ia mengangkat tubuhnya dan membersihkan celananya dari debu lantai. Ia kembali menyesap rokoknya sekali lagi lalu mematikan baranya dan masuk ke dalam ruang tamu.
Kay dengan malas menyusuri apartemennya untuk mencari peliharaannya. Berpamitan pada mereka lalu meraih kunci mobil yang ia letakkan di meja dapur.
Kay berkendara dengan pelan sambil bernyanyi bersama musisi yang ia putar pada stereo mobilnya. Sambil memukul-mukul setirnya sesuai ritme layaknya bermain drum. Ia berbelok ke parkiran supermarket lalu memarkirkan mobilnya dan keluar.
Pria itu kesana untuk membeli minuman manis. Bukan untuk Isaac atau siapa-siapa. Ia membelinya hanya karena ia ingin.
Kondisi hidupnya selama ini diikat kepada kondisi kepala keluarga Hilton, Isaac. Mengetahui kalau ia diminta secara khusus untuk memeriksa Isaac, berarti ia harus menghadapi kemungkinan kalau dirinya akan menemui Isaac dalam suatu kondisi yang tidak akan membuatnya senang atau lega. Minuman manis selama ini membantu Kay untuk merasa lebih tenang. Di tengah semua kekacauan ini ia membutuhkan ketenangan itu meski sumbernya tidak sehat dan hanya bertahan untuk sesaat.
Ia membeli sebotol minuman manis yang dingin dan meminumnya di dalam mobil. Ia menghela napasnya lega setelah seteguk lalu tersenyum dan memejamkan matanya, berusaha untuk menikmati ketenangan itu sedetik lebih lama dari yang biasanya. Lalu ia kembali menghidupkan mesin mobil dan berkendara ke masalah selanjutnya.
Pada dasarnya, Kay berbohong pada Ibu di telepon tadi. Isaac tidak pernah melakukan perjalanan bisnis sejak keluar dari rumah sakit. Ia bahkan belum pernah membuka berkas atau menghadiri rapat apapun sejak saat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toy For You
Lãng mạn𝟐𝟏+ 𝐃𝐞𝐟𝐢𝐧𝐢𝐭𝐞𝐥𝐲 𝐂𝐨𝐧𝐭𝐚𝐢𝐧 𝐄𝐱𝐩𝐥𝐢𝐜𝐢𝐭 𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭. Agatha Ivy. Gadis malang yang terus-terusan terbelit masalah bahkan ketika ia tidak memintanya. Apalagi ketika ia harus menandatangani kontrak yang membuatnya jadi milik Isaa...