Bismillah...
Yohan baru saja sampai di kelas saat melihat Maya duduk di sudut kelas sendirian sambil merunduk dalam. Pipi gadis itu terlihat basah oleh air mata membuat Yohan tersentak dan bergegas berlari ke arahnya.
"May, kenapa?" tanya Yohan pada gadis itu. Maya mendongak lalu mengusap pipinya sejenak sebelum menjawab.
"Huhu, kenapa sih dalam setiap pertemuan harus ada perpisahan?" ujar gadis itu malah melantur membuat Yohan melongo.
"Ha? Lo ngomong apa sih?" kata Yohan tak mengerti.
Enggan menjelaskan dengan kata-kata karena ia masih menangis, Maya memilih mengangsurkan layar hape ke arah sahabatnya itu. Kedua alis Yohan terangkat. Disana muncul wajah tokoh anime secara bergantian diiringi lagu penutup membuat Yohan mulai mengerti apa yang tengah terjadi.
"Ck, gue kira lo kenapa," kata Yohan lalu menghebuskan napas lega dan duduk di sebelah gadis itu.
Maya masih tersedu, "Udah tamat Yo, huhu, gue berasa kehilangan tujuan hidup gara-gara filmnya udah tamat," kata Maya membuat Yohan gemas ingin menjitak kepala gadis itu.
"Udah, udah, masa gitu aja nangis, cengeng," ledeknya. Maya merengut.
"Biarin, daripada nangisin gebetan, mending nangisin anime," cetus Maya.
Yohan mendecih lalu menopang dagu sambil mengamati gadis itu.
"Emang gebetan lo siapa sih, May? Dari awal ketemu sampai sekarang masa gue gak dikasih tau, gak adil banget, padahal gue cerita tentang gebetan gue ke elo tiap hari," kata Yohan memprotes.
Maya tersentak. Agak kaget cowok itu lagi-lagi menanyakan perihal itu padanya tanpa berfikiran apa-apa. Padahal kadang-kadang ada hari dimana Maya berfikir jika mungkin Yohan punya sedikit perasaan untuknya. Ya secara logika, mana mungkin ada orang yang seperhatian itu tapi tak memiliki perasaan.
Tapi sepertinya Maya terlalu percaya diri, Yohan bahkan tidak pernah memikirkan kemungkinan seperti itu di otaknya. Bagi Yohan, Maya hanya sebatas sahabatnya, dan begitu juga sebaliknya.
Gadis itu menghela napas, menoleh sesaat ke arah Yohan, "Gue lagi mencoba move on, jadi jangan dibahas-bahas lagi," kata gadis itu lalu kembali menatap layar hapenya.
Untuk beberapa saat keduanya duduk dalam keheningan. Maya menikmati detik-detik film kegemarannya itu selesai sedangkan Yohan hanya tiduran sambil memejamkan mata. Ia merasa sangat mengantuk karena kemarin pemuda itu chattingan dengan Aviana sampai jam satu pagi.
Mengingat itu tanpa sadar Yohan jadi tersenyum kecil. Ia tak menyangka kalau Aviana akan betah ngobrol dengannya selama itu, yah meskipun semua pembicaraan didominasi oleh gadis itu dan Yohan hanya dapat bagian bicara, 'ooh, gitu' atau 'masa sih, kak?'. Pembicaraan mereka malam itu sangat lebih dari cukup bagi Yohan.
"Yo, lo pernah gak sih, berfikir untuk masuk ke dunia anime?"
Pertanyaan Maya yang tiba-tiba itu membuat Yohan yang sedang melamunkan kejadian kemarin jadi tersadar dan kembali membuka mata. Ia mengerjap, menatap ekspresi Maya terlihat serius sambil melihat lurus ke depan dengan kedua telapak tangan menopang dagu.
"Kalau aja bisa, gue mau jadi tokoh utama cewek yang cantik, pintar dan terkenal satu sekolahan, trus punya banyak fans yang tiap hari nyatain perasaan ke gue dengan cara-cara romantis," lirihnya pelan.
Yohan menghela napas, "Kenapa ngomongnya gitu sih? Emang lo gak suka hidup di dunia nyata?"
Maya diam sejenak, "Gue suka, tapi ada kalanya masalah di dunia nyata terasa terlalu berat dan bikin gue pengen kabur ke sana," ucapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya Semua Perempuan Itu Cantik [SELESAI]
Teen Fiction"Kalau memang begitu, kenapa semua perempuan berlomba untuk memenuhi standar kecantikan?" * Present: Kimora Amaya Kusuma🌧️ Yohan Rahmat Wijaya☀️ Selatan Khatulistiwa⚡ P.s : Cerita ini hanyalah cerita Fiksi. Bukan benar-benar terjadi di kehidupan...