[15] Fall In

194 53 11
                                    

Bismillah...

Maya masih tersenyum lebar saat Selatan hendak pergi meninggalkan rumahnya. Ia bahkan sempat tertawa sambil melambaikan tangan pada Selatan yang tentu saja tidak balas melambaikan tangan karena harus membawa motor, pemuda itu membalas hanya dengan senyum tipis sambil melajukan motornya menjauh, merasa senang karena berhasil sudah membuat Maya tertawa ceria lagi setelah drama mereka di tempat es krim.

Tapi sayangnya usaha Selatan untuk menghibur seolah langsung gagal begitu saja, saat Maya baru sadar jika ada seseorang yang duduk di teras rumahnya dengan ekspresi tak terbaca.

"Abis ngedate ya?"

Maya tau dan sangat sadar jika ia tidak boleh berharap lagi pada Yohan, namun ekspresi serius pemuda itu berhasil membuat perasaannya terasa ambigu. Yohan terlihat marah membuat Maya dengan bodohnya, diam-diam berharap pemuda itu merasa cemburu melihat kedekatannya dengan Selatan.

"Iya, lo kok bisa disini? Udah lama?"

Maya bersikap sok santai, padahal debaran jantungnya seperti biasa tidak pernah santai saat berada di dekat pemuda itu. Gadis itu lalu berjalan mendekat, duduk di sebelah Yohan sambil memasang ekspresi polos.

Yohan menghela napas, "Lumayan, udah lima belas menit," katanya.

"Sering?" tanya pemuda itu lagi. Maya mengerutkan kening.

"Apanya?"

"Pergi ngedate?"

Maya menggeleng. "Gak juga, ini tadi juga kebetulan karena dia jemput gue ke sekolah," jawab Maya.

Yohan mendecih, "Rumah lo sama sekolah kan cuma beda gang doang May, ngapain dijemput segala, kelihatan banget modusnya," katanya mengejek.

Maya merengut, merasa tak suka dengan kalimat itu, "Ya terserah cowok gue dong, mau gue dijemput, diantar, diajak jalan-jalan, suka-suka dia, kenapa lo yang sewot?" balasnya agak ngegas.

Yohan mengangkat alis, agak kaget mendengar jawaban Maya, baru kali ini ia mendengar Maya marah padanya karena cowok lain.  .

"Kok lo jadi emosi sih, gue kan cuma bilang itu aja."

"Ya abisnya kesal, padahal lo kan lebih parah modusnya, sekolah dekat rumah ada, tapi malah milih sekolah yang jauh cuma karena  kak Aviana," lanjut gadis itu mengomel dengan pelan.

Yohan kali ini terdiam. Sudah kalah telak kalau Maya sudah membawa-bawa Aviana dalam arena perdebatan mereka.

"Lo udah jadian belum sih?"

Yohan menggeleng, "Belum."

"Lama banget," kata Maya sebal sendiri.

Yohan tersenyum kecil melihat reaksi gadis itu, lalu berujar santai, "Lo segitu pengennya ya lihat gue jadian sama kak Aviana?"

Maya diam sesaat, "Gak juga, pacaran kan dosa Yo."

"Halaah, lo juga pacaran," kata Yohan kesal. Maya tertawa.

"Ya, gue sama Selatan itu beda," kata Maya.

"Apanya yang beda?"

Kami cuma pura-pura, jawab Maya dalam hati, walau di mulut gadis itu berujar lain, "Ada deh," ucapnya.

Yohan memajukan bawah bibir, "Maya gak jelas," katanya.

Maya tertawa lalu mendadak tersadar akan sesuatu, "Oh iya, lo belum bilang  tujuan lo kesini buat apa," kata Maya.

"Buat ketemu lo lah, apalagi," jawab Yohan santai. "Gue kangen aja, akhir-akhir ini kita kan jarang ngobrol," sambungnya sambil tersenyum manis.

Kalau Maya yang dulu pasti akan tersipu mendengar jawaban itu, tapi kalau sekarang ... yaah masih agak tersipu juga sih, tapi sekarang Maya sudah bisa berfikir lebih jernih. Ia sadar diri maksud kata "kangen" dari Yohan bukan kangen yang ia pikirkan. Kangen Yohan hanya sebatas teman.

Katanya Semua Perempuan Itu Cantik [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang