[13] Penunggu Baru

212 56 32
                                    

Bismillah...

Maya sepenuhnya sadar, jika sejak awal tawaran persahabatan yang Yohan ajukan untuk dirinya, hanya akan membuatnya sakit hati. Tapi gadis itu ingin menepis kenyataan itu, ia sangat berharap bahwa harapannya dapat bersama dengan Yohan, sama seperti harapan Yohan untuk bersama dengan Aviana.

Maya berusaha lupa akan fakta bahwa sahabatnya itu juga punya wajah tampan dan tentu saja punya peluang untuk dapat dekat dengan idolanya, tidak seperti Maya yang berharap tanpa punya amunisi apa-apa.

Ya, sejak awal Yohan sudah punya peluang, selama ini pemuda itu terlihat jatuh cinta sendirian hanya karena tidak berani gerak duluan, berbeda dengan Maya. Sejak awal, peluang untuk dirinya bahkan tidak pernah ada.

Menyadari semua kenyataan itu, air mata Maya rasanya mau luruh begitu saja, tapi karena ia ingat saat ini dia duduk di depan sekolah sambil makan cilok, ia hanya bisa pura-pura menyeka mata padahal sedang menahan agar air matanya tak jatuh.

"Gak usah nangis, gue telat jemput bukan sengaja kok, tadi disuruh mandiin kucing dulu sama Ummi."

Suara berat itu membuat Maya yang tengah duduk sambil memilih cilok jadi mendongak, matanya membulat saat melihat sosok tinggi dengan hoodie maroon itu berdiri tepat di depannya.

"Lah, kok lo ada di sini?"

Selatan yang menjadi sumber kekagetan gadis itu bukannya menjawab malah tersenyum sedikit, "jadwal seblak nih," katanya tanpa dosa membuat Maya langsung mengomel.

"Apaan, kan perjanjiannya baru jalan dua hari, masa jadwal seblaknya udah datang aja, lagian lo minggu kemarin baru makan seblak ya tan, jadi gak ada seblak buat minggu ini," kata Maya.

Selatan merengut, "tapi kata Milo gue bisa bebas minta seblak kapan aja," jawabnya, berusaha membujuk.

"Minta Milo aja yang buatin, kan dia yang bilang boleh kapan aja," jawab Maya santai. Ia berdiri sebentar lalu membuang plastik ciloknya ke tempat sampah.

"Gak boleh kebanyakan makan micin tau, nanti bisa sakit," lanjut Maya dengan wajah serius.

Maya lalu mengambil tasnya yang ia taruh di atas tanah saat makan cilok tadi, ia menepuk-nepuk sebentar bawah tasnya sebelum memakaikannya ke atas bahu. "Gue pulang dulu ya, bye," ucapnya kepada Selatan yang masih kesal karena keinginannya tak dituruti.

Selatan memilih untuk tidak menjawab, ceritanya masih ngambek, ia bahkan pura-pura tidak peduli saat melihat Maya berlalu begitu saja meninggalkannya di depan sekolah gadis itu. Tapi melihat Maya makin jauh, ia jadi panik dan segera mengejar gadis itu dengan motornya.

"Sial, gue lupa kalau sekolah Maya sama rumahnya cuma beda gang," ucap Selatan kesal sendiri.

Maya yang menyadari Selatan mengikutinya dari belakang tanpa sadar jadi tertawa kecil.

"Ya udah, kalau lo gak mau ikut makan seblak, gimana kalau lo nemenin gue beli buku aja," tawar Selatan. Maya memasang wajah geli mendengar ajakan itu.

"Enggak deh, lagi gak mood gue, lagian sejak kapan lo jadi banyak ngomong begini?" kata Maya heran.

Jujur, Maya agak bingung juga dengan Selatan. Awal kenal, cowok itu benar-benar irit bicara, pertengahan kenal, mulai agak manja, banyak maunya, sekarang? kenapa jadi cerewet begini?

Kalau Selatan dijadikan tokoh novel, pasti tidak ada yang suka dengan karakter plin plannya ini.

Selatan menghela napas pelan, "Bukannya gue banyak ngomong, gue cuma berusaha jadi pacar yang baik aja," ujarnya tenang.

Maya tertawa. "Kan cuma pura-pura," katanya.

"Emang pura-pura, tapi gue ngerasa harus effort juga buat dapetin yang gue mau," jawab Selatan.

Katanya Semua Perempuan Itu Cantik [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang