[27] Yang Terbaik Bagi Maya

169 40 24
                                    

Bismillah..

Yohan berjalan gontai menuju kamarnya. Tubuhnya terasa remuk setelah berjalan-jalan seharian dengan Aviana dan teman-teman gadis itu. Pikiran Yohan jadi kusut. Ia benar-benar merasa tidak nyaman dengan lingkungan pertemanan gadis itu.

Baru saja merebahkan tubuh ke atas kasur, hape Yohan yang ada di saku berdering dengan pelan membuat pemuda itu mendecak. Setengah mengomel Yohan berusaha menggapai hape, dan saat tau siapa yang menelfonnya ia langsung menghela napas.

"Sayang, udah sampai rumah belum?"

"Udah."

"Kok gak ngabarin sih? Kan udah aku bilang, kalau sampai rumah kabarin aku."

"Maaf kak, Yohan lupa, Yohan baru sampai rumah, capek banget."

"Masa udah capek aja sih? Nanti sore kan kita mau pergi lagi, mau bukber Yang."

Yohan tidak tau sejak kapan ia merasa tidak suka dengan nada manja itu. Padahal dulu waktu SMP, ia sangat menyukai suara Aviana, Yohan bahkan bisa tersenyum seperti orang kasmaran hanya dengan mendengar suara gadis itu saat menyanyi di acara pentas seni. Tapi kenapa sekarang rasanya ia muak dengan gadis itu?

"Aku minta maaf hari ini lebih fokus ngobrol sama teman-temanku ya, soalnya kamu gak seru, diajakin apa-apa jawabannya gak mau terus," kata Aviana masih dengan nada manjanya.

Yohan menghembuskan napas. Bagaimana tidak menolak? Yohan sudah keburu ilfeel dengan teman-teman Aviana. Saat Yohan mengajak mereka istirahat untuk shalat, teman-teman Aviana justru melihatnya dengan ekspresi aneh lalu mengejek Yohan. Dan tidak satupun dari mereka yang berpuasa, sebenarnya itu bukan urusan Yohan, tapi bagaimana mungkin mereka juga dengan santainya makan di tempat umum?

Yohan juga tidak terlalu suka cara mereka bergaul. Aviana terlalu menempel dengan teman-temannya. Bahkan bagi mereka, bergandengan tangan atau merangkul teman sepertinya adalah hal yang biasa. Yohan memang salah karena pacaran, tapi ia bersumpah tidak pernah memegang tangan perempuan selain Mama dan kakaknya. Untungnya Yohan terus memasukkan tangannya ke saku celana sehingga Aviana tidak bisa menggandeng tangannya.

Dan karena tidak bisa menggandeng Yohan, gadis itu malah cuek saja dirangkul oleh teman laki-lakinya yang berambut gondrong. Mereka bahkan lebih terlihat seperti pasangan dibanding Yohan dan Aviana. Dan anehnya, Yohan tidak merasa cemburu dengan itu. Ia bahkan terkesan sudah tak peduli lagi.

"Pokoknya nanti malam kamu jangan kayak tadi ya, jangan cemberut terus wajahnya, gak asyik tau, teman-temanku gak suka kalau kamu begitu," kata Aviana.

"Iya, maaf."

"Kamu seharusnya merasa beruntung aku kenalin ke mereka, asal kamu tau, teman-teman aku itu kebanyakan anak orang kaya, kalau mau punya koneksi yang kuat kamu harus mau adaptasi sama gaya temenan mereka, lagian mereka asyik kok, kamu aja yang terlalu kaku," omel Aviana.

"Iya, kak."

Aviana mendengus, kesal sendiri karena Yohan menjawab kalimatnya dengan tidak semangat.  "Pokoknya nanti sore jangan sampai telat ya, aku tunggu," tutup gadis itu.

Klik.

Setelah Aviana mematikan panggilan, Yohan langsung meninju kasurnya dengan keras. Ia benar-benar marah atas semua hal yang terjadi pada dirinya hari ini. Yohan merasa sangat bodoh. Dibanding kesal dengan Aviana yang tidak sesuai dengan ekspektasinya, Yohan lebih merasa marah kepada dirinya sendiri karena menilai gadis itu hanya dari luarnya saja.

Padahal Aviana yang ia tau dulu adalah kakak kelas yang manis dan anggun. Sopan saat menyapa adik kelas. Dan malu-malu jika ada laki-laki yang mengajaknya bicara. Tapi sejak kapan .... sejak kapan gadis itu berubah seperti ini? Atau Aviana tidak pernah berubah? Yohan yang malah tak pernah mengenal gadis itu yang sebenarnya?

Katanya Semua Perempuan Itu Cantik [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang