Bismillah...
"Jadi, apa perjanjian kita sekarang benar-benar udah berakhir?" tanya Selatan lirih. Maya mengangguk pelan.
"Iya," ucapnya.
Kalau saja saat ini tidak ada bunyi genjrengan gitar Milo dan suara sumbang Bara yang benar-benar tidak nyambung dengan musik, maka Maya sudah pasti akan menangis saat ini. Pertanyaan Selatan yang terdengar sedih itu membuat Maya merasa terharu dan hampir luluh untuk membatalkan keinginannya.
Namun untung saja, karena Ummi tidak memperbolehkan Selatan dan Maya ngobrol berduaan di teras rumah, jadilah Milo dan Bara ditugaskan untuk mengawasi mereka berdua. Walau sekarang keduanya malah terlihat asyik menyanyi daripada mengawasi.
"Sesuai kesepakatan karena Yohan udah jadian sama kak Aviana, jadi gue sama lo udah gak perlu pura-pura jadian lagi," jelas Maya sambil menatap Selatan. "Terimakasih untuk semuanya."
Selatan sepertinya tidak terganggu dengan suara bising yang Milo dan Bara ciptakan. Terbukti saat ini ia benar-benar fokus pada kalimat Maya. Selatan tersenyum tipis.
"Are you happy now?" tanya pemuda itu lirih, tatapannya melembut.
Maya agak terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia jadi agak salah tingkah karena Selatan menatapnya dengan cara yang berbeda dari biasanya.
"Tentu, gu-gue benar-benar bahagia sekarang, jadi lo gak perlu khawatir soal itu," ucap Maya terbata. Selatan makin tersenyum manis, kedua matanya bahkan sampai menyipit membuat Maya makin salah tingkah.
"Oke, kalau lo udah bahagia, gue setuju kalau perjanjian ini berakhir," kata Selatan kemudian.
Maya tidak tau kenapa, tapi ia langsung menghembuskan napas lega dengan cukup keras sekarang. Selatan terkekeh melihat reaksi gadis itu.
"Rasanya agak merinding kalau lihat lo senyum manis kayak begitu," celetuk Maya sambil memeluk dirinya sendiri seolah sedang kedinginan. Kedua alis Selatan terangkat.
"Emang wajah gue seram ya kalau gue senyum?" tanya Selatan. Maya menggeleng cepat.
"Enggak, justru sebaliknya, lo cakep banget kalau senyum, saking cakepnya bikin gue merinding," jelas Maya membuat Selatan tertawa.
"Apa sih, lebay lo," kata Selatan.
"Duh, beneran tau! Lo tanya sama Bara deh, apa iya kalau lo senyum cakep banget?"
Selatan melotot, "Yakali gue nanya ke dia, bisa-bisa gue diledek sampai tua," katanya. Maya tertawa keras.
"Ya iya sih, kesannya gr banget, gue kalau ditanya begitu sama Milo, mungkin bakalan langsung gue lempar," kata Maya lalu tertawa lagi. Selatan ikut tertawa dengan gadis itu.
"May," panggil Selatan setelah tawa mereka mereda. Maya mengangkat alis.
"Iya?"
"Walaupun kita udah gak diikat perjanjian lagi, bukan berarti kalau pertemanan kita selesai kan?" tanya Selatan.
Maya mengerjap dua kali. "Lo ... beneran pengen jadi teman gue?" tanya Maya. Selatan mengangguk.
"Tentu."
"Karena seblak?" selidik Maya. Selatan terkekeh lalu menggeleng.
"Bukan karena seblak, gue benar-benar pengen temenan sama lo May, gue tipe orang yang susah berteman sama orang, jadi kalau gue udah nyaman gue gak mau hubungan itu berakhir, gue pasti bakalan susah move on," jelas Selatan. Pemuda itu menunduk sedikit. Ekspresinya berubah sendu.
"Tapi kayaknya yang nyaman cuma gue ya? Lo malah kelihatan mau ngejauhin gue karena perjanjian kita berakhir," ucap Selatan.
Maya melongo. Hari ini ia melihat banyak ekspresi baru dari Selatan. Biasanya Selatan malas bereskpresi, kalau tidak ada sesuatu yang menarik, Selatan cenderung menatap dengan datar, Maya bahkan dulu sempat kaget kalau Selatan ternyata bisa tertawa. Dan sekarang ... kenapa tiba-tiba dia memasang wajah menggemaskan begitu? Maya jadi iri karena Selatan lebih terlihat menggemaskan daripada gadis sepertinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Katanya Semua Perempuan Itu Cantik [SELESAI]
Fiksi Remaja"Kalau memang begitu, kenapa semua perempuan berlomba untuk memenuhi standar kecantikan?" * Present: Kimora Amaya Kusuma🌧️ Yohan Rahmat Wijaya☀️ Selatan Khatulistiwa⚡ P.s : Cerita ini hanyalah cerita Fiksi. Bukan benar-benar terjadi di kehidupan...