4 ✓

1.3K 132 2
                                    

VOTE NYA DULU KAWAND
Selamat membaca ᕙ( • ‿ • )ᕗ

Pak Bambang berdiri di depan mimbar dengan sebuah buku di tangannya.

"Mengusung materi tadi, saya ingin kalian membuat sebuah seni lukis kanvas dengan filosofi menarik untuk di presentasikan. Paling lambat pengumpulan lusa, dan tentunya buat sebagus mungkin karena saya akan memasukkannya sebagai nilai semester ini," jelas Pak Bambang.

Vi merasa down setelah mendengar penjelasan Pak Bambang.
"Seni lukis dengan filosofi menarik, bagaimana aku bisa menemukan filosofi itu dalam waktu 1½ hari? Untuk tugas kemarin saja aku mendapat nilai B- dan tentunya bonus omelan dari pak Bambang," batinnya.

RAYN


Pukul 16.30

Waktu bergulir cepat dan senja kembali menyapa Vi setelah kemarin dia merasa ditertawai. Di sisi lain satu pertanyaan terus mengganggunya.

"Kalo nebeng Rayn lagi... Dia mau nggak ya?" batinnya.

Pak Bambang mengakhiri pembelajaran setelah seharian penuh berbagi ilmu di kelas. Sembari tersenyum lebar dia berkata, "Selamat sore dan hati-hati di jalan," pesannya kemudian langsung pergi menghilang dari balik pintu kelas.

Disusul murid yang lain, semua beranjak dari tempat duduk dan mulai berhamburan pulang.

Lain dengan Vi, gadis itu masih duduk di tempatnya dengan jari yang menari di atas meja. Melihat Rayn yang masih membereskan beberapa buku di belakang sana. Vi bangkit untuk menghampiri.

Rayn sontak menatap datar ke arah gadis yang berdiri di samping kirinya sekarang. "Kenapa?" tanyanya.

Vi merasa gugup untuk bertanya, takut Rayn berpikir jika Vi melunjak dengan memanfaatkan kebaikannya.

Tapi dengan berani gadis itu mulai bicara. "Boleh nebeng lagi nggak?" pintanya.

Rayn beranjak masih dengan wajah yang sama. Sembari memakai tas selempangnya dia menatap tajam ke arah Vi. Pikir gadis itu Rayn akan berbicara setelahnya, tapi ternyata tidak.

Dengan peka nya Vi menggeserkan badan agar Rayn bisa lewat. Penolakan yang seperti ini sering gadis itu terima.

Di ruangan yang sudah kosong itu Vi meluapkan kekesalannya. "BERENGSEK! Tapi ganteng! ARRGHH! Dia kan bisa ngomong baik-baik," teriak gadis itu sembari menginjakkan-injakkan kakinya ke lantai.

•••


Gadis itu berjalan dengan tubuh tertunduk seperti tidak bertenaga. Sesekali desahan kesal keluar dari mulutnya.

Saat melintasi parkiran sepeda, sebuah suara meneriakkan namanya hingga terdengar dengan jelas di telinga. Vi menoleh ke kanan dan mendapati pria familiar yang terduduk di atas sepedanya.

Rayn menatap datar ke arahnya. "Jadi nebeng nggak?" teriaknya.

Wajah gadis itu menyeringai. "Dia pikir aku wanita seperti apa? Membuangku ke tempat sampah dan memungut kembali," batin Vi kemudian merotasikan bola matanya.

"Apa aku berpikir kejauhan? Terlalu berlebihan? Tapi fakta membuatku berpikiran begitu," batinnya lagi.

"Nggak jadi," teriak gadis itu final.

Vi memilih berlalu, melakukan hal sama seperti yang Rayn lakukan kepadanya. Biasanya.
Vi ingin sekali-kali membuat Rayn merasakan posisinya.

Gadis itu tidak tau bagaimana reaksi Rayn di belakang sana. Dia memilih tidak peduli dan bodo amat.

RAYN [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang