9 ✓

994 117 3
                                    

VOTE NYA DULU KAWAND
Selamat membaca ᕙ(  • ‿ •  )ᕗ




Pukul 07.55

Dering ponsel Vi bergema memenuhi ruangan sepetak pagi itu. Tubuh rampingnya menggeliat dari balik selimut dengan jemari tangan yang berusaha meraih ponsel.

Mata mengerjap pelan dengan pandangan yang masih kabur. Beberapa detik kemudian, matanya terbelalak lebar saat melihat beberapa notifikasi panggilan dari Rayn yang masuk beberapa menit lalu.

Sontak Vi beranjak dari tidurnya. Ia kini berada dalam posisi duduk dengan mata yang fokus melihat layar 5 inch di genggamannya.

"Anjir, kesiangan!"

Gadis itu ketiduran dengan celemek yang masih ia kenakan. Bagaimana lagi, lembur hingga pukul 12 malam menguras banyak tenaganya hingga tanpa sadar ketika dia bangun dirinya sudah berada di atas ranjang.

15 menit berlalu, dan Vi baru saja selesai mandi. Setelah berganti pakaian, dia meraih sebuah catokan yang tergeletak di atas meja rias. Dengan perlahan ia mencatok rambut sedikit demi sedikit agar terlihat lebih lurus dan tidak kusut.

Beberapa menit berlalu sejak ia bersiap, Vi beralih mengambil sebuah kain putih polos untuk menutupi lukisan yang akan dia kumpulkan sebagai tugas semesteran.

Vi turun dengan langkah sedikit cepat mengingat waktu yang bergerak semakin siang.

"Pagi Bu," sapa Vi saat melihat Ratna berada di ruang makan seperti biasa.

"Kamu kesiangan lagi?" ledek Ratna dengan sekilas menoleh ke arah putrinya yang baru saja tiba di ruang makan.

Vi mengangguk menyetujui kata Ratna. "Porsi sarapan pagi ini dikit aja Bu, udah ditungguin Rayn soalnya hehehe," kata Vi disertai kekehan kecil di akhir.

Ratna mulai menggoda lagi. "Oh, ditungguin Rayn. Pantesan cantik banget kelihatannya."

Gadis itu sontak tersedak kala mendengar godaan Ratna tentang dirinya dengan Rayn. "Apa.. an.. sih... Bu," ucapnya terbata karena mulut yang masih penuh oleh roti.

Setelah Vi menyelesaikan sarapannya, ia bergegas pamitan kepada Ratna dan segera keluar dari rumah. Dia ingin bergegas namun lukisan miliknya terlalu lebar untuk dibawa berlari. Jadi cukup merepotkan.

Dari jarak yang tak cukup jauh, netra Vi mendapati sosok Rayn yang masih menunggu di atas sepeda.

"Maaf, aku kesiangan," kata Vi dengan suara ngos-ngosan setelah ia tiba di samping Rayn.

"Yaudah. cepetan naik," titah Rayn tanpa berbasa-basi.

Gadis itu menurut dengan duduk di boncengan Rayn.

Di perjalanan rasanya Vi masih mengantuk karena semilir angin yang terasa cukup hangat pagi itu.

"Jangan tidur."


Belum sampai 3 detik, suara Rayn menggubahnya.

"Siapa yang tidur? Aku cuma memejamkan mata sebentar," elak Vi dengan mata yang masih ia pejamkan.

RAYN [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang