7 ✓

1K 112 2
                                    

VOTE NYA DULU KAWAND
Selamat membaca ᕙ(  • ‿ •  )ᕗ


Bambang akhirnya datang setelah beberapa waktu. Seperti biasa pria paruh baya itu menorehkan senyum lebar di wajahnya sembari berjalan menuju mimbar.

"Maaf saya terlambat, tadi ada urusan dulu," jelasnya yang kemudian mendapat tanggapan baik oleh mahasiswa di kelas waktu itu.

"Kalau begitu, mari kita mulai pelajaran hari ini. Saya yakin kalian semua hadir jadi saya tidak akan mengabsen."

Bambang menghentikan ucapannya dan beralih fokus menatap dengan dahi yang dikerutkan seperti berusaha melihat jelas ke satu arah, entah apa yang dia lihat.

"Rayn? Lukisan kamu sudah jadi?"

Setelah Bambang menanyakan hal ini semua mata sontak tertuju kepada si pemilik nama yang duduk di tengah-tengah.

"Sudah pak," jawab Rayn dengan singkat.

"Ini baru bagus, kalian contohlah Rayn. Rajin dan selalu memuaskan harapan bapak."

Bambang mulai memuji Rayn dan tentunya membandingkan mahasiswa lain dengannya. Bukankah semua guru memang seperti itu kawand?

Dan mahasiswa yang lain hanya bisa terdiam. Mahasiswa sekelas Rayn adalah unggulan jadi tidak ada eyelan yang bisa mengalahkan.

"Rayn, kamu bisa simpan lukisannya di lemari itu," titah Bambang seraya menunjuk ke arah lemari yang berada di sudut samping kanannya.

Di kelas seni terdapat sebuah lemari kaca besar untuk menyimpan karya sementara sampai hari Art fair tiba.

Art fair adalah program kampus yang dibuat khusus bagi kelas Seni untuk memamerkan dan menjual karyanya. Sebagai nilai tambahan semester. Acara ini rutin dilaksanakan setahun sekali.

Vi selalu berharap agar saat Art fair digelar nanti dirinya bisa mendapat penjualan yang baik sekaligus nilai A dari Bambang.

Bambang kembali melihat ke arah mahasiswanya yang duduk tegang di atas kursi masing-masing. Dan tatapannya mengarah kepada gadis yang duduk paling depan. Vi Arrasya.

"Vi? Sudah sampai di tahap apa lukisan kamu?"

Seketika keringat dingin merasuki dirinya. Ketegangan seperti ini datang secara tiba-tiba dan tentunya berdampak tremor sementara.

Lagi-lagi Bambang menjadikan Vi sebagai sasarannya. Sudah ke lima belas kali dalam seminggu nama gadis itu terpanggil untuk menjawab pertanyaan darinya.

Vi sedikit kikuk hendak menjawab. "Baru sampai di sketsa pak," katanya asal. Berbohong sesekali untuk hal seperti ini insyaallah halal. Canda halal, semua kebohongan nggak ada yang halal ya kawand.

"Bagus, kamu mulai menunjukkan perubahan. Ditingkatkan lagi ya supaya kamu bisa seperti Rayn."

Seperti Rayn? Mustahil sekali. Gadis itu hanya berharap Bambang memujinya tanpa membandingkan dengan yang lain. Karena dibanding-bandingkan rasanya jauh lebih sakit.

Saat Rayn berjalan kembali ke tempat duduknya, kedua netra pria itu melirik menatap Vi yang duduk tenang di kursinya. Dia tahu betul gadis itu tengah berbohong.

RAYN

Jam istirahat telah berbunyi, dan kini Vi tengah duduk berdua dengan Rayn di kantin. Sama seperti jam istirahat biasanya.

Mereka masih menunggu pesanan dengan hanya duduk canggung satu sama lain. Suasana seperti ini sangat tidak nyaman bagi Vi mengingat mereka berbeda gender sekaligus Vi menaruh rasa kepada pria di hadapannya itu.

RAYN [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang