8 ✓

1K 110 4
                                    

VOTE NYA DULU KAWAND
Selamat membaca ᕙ(  • ‿ •  )ᕗ



Setelah beberapa waktu berlalu dengan kesibukan masing-masing bersama buku sketsa dan pensil, Bambang kembali ke kelas tepat pada pukul 14.35.

"Bagaimana? Sudah ada progres?" tanya pria itu sontak membuat semua mata tertuju padanya.

Hanya beberapa suara yang menyahut. "Sudah pak."

"Bagus, karena besok sudah harus dikumpulkan. Jadi selesaikan hari ini juga," tutur Bambang dengan sedikit penegasan di akhir kalimat.

Kehidupan pelajar seni lukis gampang-gampang susah. Tidak seperti yang terlihat di luar saja tinggal mencoret, mewarna, kemudian jadi.

Setiap orang memiliki selera, sehingga bisa membedakan mana lukisan yang sesuai dengan hatinya. Terkadang ada yang melihat lukisan dari gambar indahnya saja dan mengabaikan lukisan abstrak karena menurutnya hanya coretan warna-warni belaka.

Lukisan abstrak walau terlihat seperti coretan tak berarti, harganya sangat mahal. Para peminat seni membelinya karena nilai intrinsik dan pesan yang terdapat di dalamnya.

Maka dari itu, setiap karya dibuat menggunakan perasaan. Bahkan untuk mendapat nilai A dari Bambang saja sulit rasanya bagi Vi. Nilai B++ adalah nilai paling tinggi yang berhasil dia dapatkan.

—RAYN—

Langit mulai menggelap menampakkan beberapa warna jingga yang perlahan samar berganti kelabu. Rayn dan Vi baru saja sampai di depan rumah gadis itu.

"Makasih tumpangannya," ucap Vi dengan senyuman lebar tertoreh di wajahnya.

Rayn mengangguk pelan. "Aku pergi dulu." Sembari membalikkan arah sepedanya pria itu melihat ke arah gadis yang masih berdiri di posisi yang sama.

Vi melambaikan tangannya saat melihat Rayn masih menoleh ke arahnya. Perlahan bayangan pria itu mengecil dari pandangan dan menghilang setelah masuk ke dalam area rumahnya.

Bergegas gadis itu masuk ke dalam rumah setelah memastikan Rayn telah sampai di rumah.

"Aku pulang." Sembari melepas sepatu Vi melirik sekilas ke beberapa arah.

Rumahnya sepi kali ini karena tidak ada sahutan dari salam yang dia berikan. Netranya juga tidak mendapati sosok Ratna maupun Fasya di ruang tengah. Karena sepertinya tidak ada orang, gadis itu memilih langsung menuju kamarnya.

Vi melemparkan pelan tasnya ke atas ranjang. Sedikit melakukan peregangan karena dampak dari membonceng Rayn tak lain adalah pinggangnya terasa sakit. Duduk dengan posisi miring selama 10 menit wajar membuat tulang punggung gadis itu tidak nyaman. Namun dia senang saat melakukannya karena semua dilakukan bersama Rayn.

"Aku mandi dulu deh," gumamnya.

Langkah kakinya mengarah langsung ke kamar mandi yang terletak di pojok kanan kamar. Dengan cepat jemari gadis itu meraih handuk yang tergantung di dekat pintu.

20 menit berlalu.

Setelah berganti pakaian, Vi mengambil wudhu untuk bersiap melaksanakan sholat karena hampir masuk waktu Maghrib.

Beberapa menit kemudian selesai sholat, Vi mulai mengenakan celemek seni berwarna hitam untuk melindungi bajunya dari cipratan cat yang sulit dibersihkan apabila mengenai kain.

Dia mengambil beberapa kuas dan cat air dari dalam lemari dan juga kertas cold pressed yang umum digunakan untuk melukis dengan cat air. Semua peralatan miliknya diletakkan di samping kanan meja, dan untuk kertas lukisnya ditaruh horizontal di papan lukis. Suasana gelap malam seperti ini membuat Vi mudah menjiwai tema.

RAYN [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang