Kupikir, saat memasuki ruangan Mas Abin, dia akan menyambut dengan amarah. Aku sudah mempersiapkan diri untuk itu. Namun rupanya salah besar. Dia memintaku membelikan makanan sehat yang bisa mempercepat pemulihan tulang. Dia makan dengan lahap, seolah tak terjadi apa pun pada hubungan asmaranya.
Aku yang didera rasa penasaran sekaligus rasa bersalah nekat memberikan pertanyaan untuknya.
"Mbak Ace gimana, Mas?"
Agaknya pertanyaanku membikin Mas Abin kaget.
"Gue denger katanya dia nggak mau nikah kalau--"
"Ace udah nggak kayak dulu, Ya," katanya memotong. "Udah lama sih, berubahnya. Masalah kecil digedein. Ungkit-ungkit soal Mama yang IRT. Nanti dia nggak mau cuma jadi IRT. Ya gue nggak masalah. Nyatanya dia memang punya usaha sendiri. Sayang kan, kalau usahanya dibiarin gitu aja nggak diurus. Cuma dia kayak nggak suka entah kenapa. Dia kayak nggak siap mau gue ajak nikah."
Aku menopang dagu. Benarkah begitu?
"Bukannya senang karena sekeluarga bisa masak, dia malah nggak senang. Dia khawatir nanti habis nikah dia malah dijadiin babu di rumah. Di suruh ini itu sama mertuanya sendiri alias Mama. Dia maunya nanti di rumah pakai pembantu. Jadi selama senggang dari kerjaan, dia berharapnya bisa ngabisin waktu sama pasangan dan anak."
Oh? Aku mengerutkan dahi tak percaya. Ada Hari Bebas Perempuan di keluarga Budiman. Mama mendidik anak-anaknya tanpa pandang bulu. Semuanya diajarin masak dari kecil. Diajarin rapi dan bisa bersih-bersih. Mbak Ace tak pernah terlihat terganggu dengan itu, sehingga jika memang dia berpikir seperti apa yang Mas bilang, itu sungguh mengejutkan.
"Tapi mungkin itu cara dia nikmatin hidup sama keluarga. Gue seneng-seneng aja waktu ngabisin waktu sama keluarga di dapur, bagi Ace ngabisin waktu sama keluarga itu ya nonton, liburan, jalan-jalan."
Aku diam saja meski ingin menyampaikan banyak pendapat soal itu. Menyadari benar, tugasku hanya mendengar dan tidak boleh terlalu ikut campur.
"Gue takutnya yang kayak gini nanti nggak sefrekuensi sama keluarga kita yang biasa hidupnya kayak gitu." Mas Abin mendengus dan meletakkan sisa makanannya ke meja. "Tapi kayaknya Ace yang tiap hari cari alasan. Dia mau rumah sendiri, ya ayo gue turutin. Gue ajak lihat-lihat rumah, gue turutin dia maunya yang kayak gimana. Dia maunya rumah yang luas. Nanti ruangan buat pembantu di belakang, jadi bagian depan masih luas buat privasi keluarga. Gue kasih aja walaupun heran gimana ceritanya dia mau yang kayak gitu. Dia mau nanti nikahnya yang urus semuanya dia, ya udah gue siap kasih duitnya aja. Dia minta tetap kerja, dia minta nunda anak. Dia minta waktu buat bahagiain diri sendiri setahun setelah nikah. Gue setujuin semuanya. Tapi makin lama permintaannya makin ngelantur. Gue ngerasa nggak dihargain sama sekali."
Ini lebih serupa kejutan buatku. Namun aku berpikir juga, mungkin Mbak Ace punya trauma. Dia anak broken home yang tak memperoleh perhatian dari ayah. Makanya aku bilang dia keren banget bisa berhasil di usaha WO. Dia usaha dari nol, sendirian. Aku tidak tahu ketakutan macam apa yang Mbak Ace alami, tetapi seolah aku memaklumi sikapnya.
Setelah memeriksa ponselnya yang baru saja berbunyi, Mas Abin melanjutkan curhatannya.
"Gue capek, Ya. Lo jangan pernah jadi cewek kayak gitu. Mending nggak usah punya pasangan daripada niat banget bikin susah."
"Mas!" seruku cepat. Kalau bicaranya sudah ngelantur, dia harus segera disadarkan. "Jangan ngomong sembarangan. Mas kalau nggak mau nurutin ya nggak usah maksa nikah. Sama aja cara mainnya."
Pintu terbuka tepat setelah aku menyelesaikan kalimat. Pelakunya mempersembahkan senyum dan menyapa Mas Abin. Mereka—Dewangga dan Nevan Cakra—duduk di sofa, melirikku sejenak. Hawanya agak aneh. Kami seolah sedang melakukan reuni. Eum ... Mas Abin, Nevan Cakra dan Dewangga yang melakukannya, sementara sejak dulu aku tak pernah akrab dengan golongan Mas Abin.
KAMU SEDANG MEMBACA
All That is Lost Between Us (Selesai)
ChickLitDewangga bisa membaca pikiran orang. Anindhya bisa membaca pikiran Dewangga seorang. Di usia 26 tahun, hidup Anindhya tak lagi semudah ketika ia masih jadi bocah. Ia menyukai Biru dan disukai Satria. Namun di suatu kesempatan, datang Dewangga yang...