Skema Teori. ( 2 )
"Apakah kau seseorang yang bernama Aim?"
Aku melirik sekilas kearah sosok laki-laki itu,lalu menggaguk singkat. Ia hanya membalas itu dengan senyuman riang."Namaku Sadam seorang-"
"Ilmuwan forensik dari divisi utama. Aku tahu."
Ia terkekeh kecil kemudian. Lalu kembali menatap kedua bola mata cokelat ku lamat lamat. Rasanya gugup sekali jika diperhatikan seperti ini oleh seseorang."Apa mau mu?"
Ujar ku,tak ingin memperpanjang waktu. Sembari sesekali mengusap Surai rambut hitam Gian yang tertidur lelap disini. Dipangkuan kiri ku."Bukan apa apa. Aku hanya ingin kau dan Gian ikut denganku besok pagi pagi sekali. Oh iya! Ajak lah bocah bule itu juga!"
Suara serak nya telah membuat sebuah kepelikan terbesar untukku. Suara itu nampak familier,tapi entah dimana aku mendengarnya. Dan entah bagaimana.
Seketika,lamunan itu buyar saat ia melanggang pergi begitu saja dari hadapan ku. Dengan segala keanehan yang menyergap dan menyeruak sembarang. Aku hanya dapat terdiam membisu sejenak. Mencoba mencerna setiap kata yang orang itu katakan beberapa menit yang lalu. Mungkin menurut pemikirannya itu : 'Diam berarti Iya.' adalah sebuah kesimpulan yang dirinya tangkup atas sikapku.Atensi ini kembali menatap dirinya. Aku mengangguk singkat, menyuruhnya untuk kembali mendekat. Seseorang yang tengah terdiam mematung di sana. Disebuah ujung lorong rumah sakit.
"Aku membelikan kau kopi."
Sebatas Pengucapan 'Terimakasih' yang ku utarakan kepadanya,setelah Norman menyodorkan secangkir kopi hitam dengan gelas plastik ke arah ku.Mulai terduduk tepat disisi kiri ku, sepertinya ia ingin menginterogasi ku di tempat ini. Sialnya,kenapa pula aku mau saja menjawab segala pertanyaan kaku nya itu.
"Menyebalkan,jika saja bukan karena orang orang yang melakukan pengeboman kemarin malam, pasti sekarang kita sedang berada di kamar yang tenang. Dan tidak disini, dirumah sakit.."
"Dan juga kenapa Sadam? Mau apa orang itu menemui mu?"
"Kenapa? Kau cemburu Norman Antony?"
Ia bergidik ngeri melihat itu. Sementara aku tertawa. Lalu kembali meneguk secangkir kopi hitam miliknya. Membumbung tinggi sebuah asap,seakan menemani perbincangan hangat tengah malam.Hari ini. Semua gusar.
Hari ini. Semua pelik.
Aku tak mengerti mengapa. Tapi pada akhirnya, bayangan yang dihasilkan dari senapan dan orang orang yang berteriak kencang itu telah menghilang. Seakan jua menggambarkan asap asap panas dari minuman ini.Mengembungkan mereka,bak ingin cepat cepat di lupakan begitu saja.
"Kita harus menyewa apartemen. Setidaknya– sebelum gedung payah itu diperbaiki."
Aku mangut mangut. Mengerti akan penjelasan laki laki Eropa itu. "Kau tidak rindu kampung halaman mu?"
Sambung nya santai, sembari menunggu jawaban ku untuk mencuat perlahan."Walau pertanyaan mu itu terkesan mendadak, siapapun akan rindu. Bagaimana denganmu? Kenapa kau tidak kembali?"
"Entahlah–aku punya banyak impian besar. Sesekali egois dan bersikap ambisius tak masalahkan? Lagipula, sudah lama sekali rasanya,tidak disini. Di Indonesia."
Aku hanya memiliki dua opsi untuk perkataannya kali ini, Diam dan menggaguk. Pada akhirnya aku memilih poin kedua.
Kembali menatap air hitam kopi waktu itu. Sesekali bayangan dari diri ini bergelombang pelan. Meninggalkan sebuah siluet keanehan.
"Kenapa orang-orang itu datang? Kenapa bangunan kita di bom seperduanya?"
Aku berujar. Lega saat semua pemikiran berkecamuk ini kuutarakan kepadanya. Seutas senyum yang hanya menjadi jawabannya. Dan bukan itu yang aku harapkan dari seorang perencana ulung dihadapanku ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skema Teori
Mystery / ThrillerIni hanya tentang sekelompok orang yang mencari tujuan. Mencari jalan pelarian. Dengan Lika-liku kematian. Untuk membiarkan arus dari syair melodi kebencian menuntun mereka. Tuk mencari kembali jalan pulang yang sebenarnya. Ini mungkin hanya tentang...