Tolong Aku!

2 1 0
                                    

Skema Teori. ( 16 )

Sadam terkekeh kembali. Menggeleng kan cepat kepalanya itu kemudian. "Maaf.."
Ujarnya tak kalah lirih. Napasnya memburu. Entah ia benar benar akan pingsan atau tidak di tempat ini. Matanya telah sayu. Kulitnya mulai memucat.

Aku memapah diri itu. Ia mengerang keras.
Sesekali meringis kesakitan. Bersandarkan tembok putih besar itu,ia terduduk lelah. Jika ia bukan Sadam. Pastilah orang ini akan menghabisi nyawa ku dan Gian saat itu juga.

Tapi tidak. Ia masih membiarkan ku dan Gian tetap hidup. Mungkin–Sadam yang dulu ku kenal masih menetap di dirinya itu.
"A-arav akan ku ce-ceritakan semuanya.."
Aku menggeleng. "Jangan di paksakan."

"Aku takut waktu ku habis disini.."
Aku bergumam sendiri. Menatapnya lamat kemudian. "Baiklah. Jika itu mau mu.."

Ia membenarkan posisi duduknya. Benar benar bersitatap tepat di sisi mata cokelat ku saat ini.
"Aarav. Aku hanya membencinya. Lalu laki laki tua itu,Satya..ia menghancurkan hati ibu ku. Berkhianat di belakang nya saat aku berusia sekitar enam tahun. Aku benci Satya yang membuat ibu ku sakit keras,aku benci Istri pak tua itu juga. Mereka semua telah sepenuhnya membuat ku kesepian.."

Aku menghela napas. Semuanya sama. Alasan yang sama seperti aku hendak membunuhnya.
"Aarav? Mengapa kau menyuruh seorang pembunuh bayaran tuk dapat membunuh nya?"

"Aku...aku hanya-"
Ia terbatuk kasar. Darah sedikit terkeluarkan. Aku kalut, sementara ia hanya tersenyum simpul. Seakan menyiratkan kalau semua baik baik saja.

"Aarav itu. Aku kesal karena ia bahagia bersama keluarga nya. Aku juga ingin seperti itu..."
Ia menundukkan kepalanya. Menatap tanah yang tengah berselimut kan rerumputan hijau.

"Dan tentang pengeboman di bank. Itu karena teman temanku yang ingin mengancam kalian. Hanya sekedar membual jika perkara ini serius dan tidak main main. Seperti umpan bagi Aarav. Karena aku tahu bahwa ia masuk kelompok mu,menggantikan ku. Itu membuat ku bertambah kesal dan jengkel.."

"Tentang pengeboman di studio. Aku ingin menghabisi nyawa tiga orang sekaligus. Tapi sepertinya rencana ku gagal. Dan istri dari tua bangka Satya itu. Sudah jelas kalau aku memancingnya untuk merayakan ulang tahun.
Sekarang aku bukan siapa siapa lagi..teman kalian juga bukan. Hanya sekedar orang bodoh."

"Tapi kau punya kami. Sadam.."
Ia kembali mendongak. Menatapku nanar.
'Apa?' Mungkin itu yang ingin ia ucapkan kepada ku. Seakan gendang telinga nya belum menangkap jelas akan pengucapan hari ini.

Aku tersenyum simpul. "Kau punya kami,kan? Kupikir–semua baik baik saja. Kupikir kau begitu, ternyata tidak juga. Mengapa kau tidak membicarakan soal itu? Jika kau sendirian.."

"Aku hanya.."

"Kau hanya apa Sadam?"
Ia menggeleng cepat. "Tidak! Aku harus membalas segalanya!"

Ia merogoh saku celana kiri ku. Pistol G2 Combat kal. 9 mm ia genggam teguh. Menyodorkannya tepat di dahi ku. "Apa yang-"
Suara tembakan keras menggelegar. Aku memejamkan mata kalut,setelah pengucapan ku terpotong begitu saja.

Aku membuka mata perlahan. Sangat perlahan.
Melihat bahwa dahi ku belum tembus dan darah masih ada di dalam raga. Tapi,topi fedora yang ku kenakan telah membuat lobang kecil. Lagi.
Di titik itu,asap mulai mengambang dari tembakan yang telah ia hasilkan.

Padahal Gian telah bersusah payah untuk menambal nya. Aku jadi tidak tega.

Setidaknya aku masih bernapas di sini. Di tempat ini. "Maaf. Aku tak berniat untuk menghabi-"
Dia jatuh terkulai lemas. Terkapar begitu saja,menyenderkan kepalanya di bahu kiri ku.

Skema TeoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang