Epilog.

7 1 0
                                    

Langit cerah tahun ini. Dan tak ada yang berubah. Gian masih sama. Tersenyum dan tertawa untuk hal yang remeh temeh.

Topi fedora ku jua masih bertahan. Walau telah terkoyak beberapa kali pun. Walau telah banyak melihat darah darah segar yang bercucuran itu.

Gerbong kereta dan lambaian tangan kanan telah sepenuhnya di suguhkan kepadaku. Itu benar,aku akan benar-benar pulang. Ke Yogyakarta. Tempat ku akan pergi hari ini.

Gian hanya tersenyum lebar. Mengucapkan sepatah kata hati hati di jalan dengan khidmat kepadaku. Semua orang berlalu lalang. Melintas di antara kami begitu saja.

Awan dan mentari siang yang menyengat kulit membuatku harus bersegera memasuki salah satu gerbong itu. Dengan senyuman tipis yang jua mengembang. Seakan meluap bersamaan dengan hiruk pikuk perkotaan.

Lembaran demi lembaran telah terbuka di buku lusuh nan kusut yang tengah ku baca saat ini. Sampai seseorang terduduk tepat di bangku kanan ku. Tersenyum tipis. Menyapa.
"Kau tidak ingin mencabut gelar reserse itu?"

Aku mulai tertegun. Merasa deja vu. Lagi. Menatapnya lekat kembali. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
Laki laki yang berada di seberang ku kembali terkekeh.

Ia mengambil sesuatu di dalam tas hitam itu. Sebuah topeng. Topeng yang sama.
"Hai Aim,lama tidak menyapamu sejak satu tahun lalu. Aku hampir saja menembak jantung mu. Tapi rencana itu gagal total. Masih ingat kah kau denganku?"

Seseorang yang berada tepat di sebelah bangku kiri ku itu mulai meneguk air liur nya sendiri. Bersiap menyenandungkan sebuah lagu lagu indah.

Bunga bunga berjatuhan dijalanan. Menunggu mereka merenggut nya. Ku menundukkan kepalaku, berusaha tuk mencari titik kesimpulan itu.

Bunga bunga berjatuhan dijalanan. Menunggu seseorang merenggut nya. Ku memaksa masuk ke sana. Kedalam kegelapan yang menyeruak malam itu. Kedalam kebencian yang memuncak malam itu. Dunia! Biarkanlah aku percaya kepada takdir. Agar bom yang meletus tahun ini tidak menyimpan rasa dengki.

Aku hanya terdiam membisu mendengarkan lantunan sebuah melodi sendu itu. Ia menjentikkan jemari nya. Menunggu garis waktu yang akan terjadi setelah sekian lama.

Orang ini bukan Sadam. Bukan juga Cika. Atau Agni. Dia hanya sesosok bayangan.
Takkan ada yang akan mengerti.
Takkan ada yang akan mengetahui.

Siapa dan bagaimana orang ini beraksi.

"Entah bagaimana nanti,tapi yang pasti. Aku akan menghabisi mu disini.."
Aku mulai berujar lagi. Mendadak gerbong kereta itu mulai melaju. Meninggalkan Gian dan teman teman ku yang lain di belakang sana. Jauh–disana.

Asap terkeluarkan sekarang. Panas menyeruak masuk kembali di sisi kaca kaca bening itu.

Aku hanya tersenyum tipis seraya menatap nya lekat. Menutup lembaran buku novel roman yang selesai ku baca itu kemudian. Buku pemberian Agni. Ia masih saja utuh berada di genggaman.

Mungkin di tempat inilah aku memilih tujuan. Menghidupkan kembali pengharapan yang sebelumnya terkubur itu.

Membiarkan ia meluruh.
Dengan sepatah kata kepulangan.

Dengan sepatah kata kepulangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Skema TeoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang