Berduri Darah.

2 1 0
                                    

Skema Teori. ( 22 )

Satu lagi yang membuat ku ingin membebaskan diri. Melihat kegelapan yang menyeruak kembali.
Pagi ini. Mulutku mulai ingin berteriak,tapi napasku bak tengah tercekat.

Gian berlari menghampiri. Aku hanya terdiam membisu. Kosong. Menatap lekat semua orang yang tengah berteriak teriak,meminta bantuan.
"Norman!"

Mungkin diri ku memang salah. Ragaku sepertinya telah rusak. Jika tidak,mengapa telingaku mulai berdenging. Mengapa jantung ku terus berdebar,dua kali lebih cepat dari biasanya?
Napasku berat. Sangat.

Aku terduduk sekarang. Masih diam. Sampai nyanyian itu mencuat sembarang.

Bunga bunga berjatuhan dijalanan. Menunggu mereka merenggut nya. Ku menundukkan kepalaku, berusaha tuk mencari titik kesimpulan itu.

Bunga bunga berjatuhan dijalanan. Menunggu seseorang merenggut nya. Ku memaksa masuk ke sana. Kedalam kegelapan yang menyeruak malam itu. Kedalam kebencian yang memuncak malam itu. Dunia! Biarkanlah aku percaya kepada takdir. Agar bom yang meletus tahun ini tidak menyimpan rasa dengki.

Mataku panas. Apa aku benar benar telah rusak?
Mungkin tidak. Atau Iya?
Tapi kaki ku melaju sekarang. Jauh. Jauh– kedalam titik hitam ini. Meter ke meter. Sampai satu bokeman mendarat cepat di pipi itu.

Ia tersungkur. Lalu aku pukul lagi. Pukul lagi.
Dengan cepat darah segar bercucuran keluar dari tangan kananku. Kemeja hitam miliknya ku genggam erat dengan segala sandiwara.

"Mau bagaimana lagi?"
Napasku menderu. Kali ini dengan amarah.
Mataku semakin panas. Telingaku serasa mulai memerah. "Lihatlah. Hanya aku yang dapat membuatmu menangis,Aim.."

Aku menangis?
Itu omong kosong besar. "kenapa?"
Ia terkekeh. Masih dengan posisi yang sama.
"Kenapa? Apanya?"

Satu bokeman mendarat lagi. Secepat kilat, secepat kilat juga darah pekat terkeluarkan dari ujung mulutnya waktu itu.
"Kenapa?!"
Pertanyaan yang sama masih ku lontarkan.

"Aku kurang menyukai Norman. Jadi ya–begitulah.."
Ini mungkin aib yang besar untuk diriku sendiri.
Seseorang mengenali ku dengan hormat, seseorang yang selalu berpikiran jernih dan efesien melakukan hal macam ini? Yang benar saja. Tapi-

Tanganku siap memukul pipi orang itu lagi. Hanya sedetik saja,tanganku telah tertahan. Pergelangan ku di genggam erat erat. Oleh seseorang. Matanya sembab. Sama seperti ku.
"Sudah."

"Menyudahi ini? Untuk apa?!"
Gian hanya tersenyum tipis. Dan entah mengapa,senyuman itu membuatku melunak.
Ku lepaskan genggamanku dari kerah kemeja hitam Sadam. Menatapnya lekat lekat.

Saat ini ia telah mengetahui sepenuhnya. Bahwa Aim bukan lagi Aim. Dan Sadam bukan lagi Sadam. Kami berdua telah berbeda. Sepenuhnya sempurna berbeda.
"Bawa orang ini!"

Aku lagi lagi menunjukkan jari telunjuk ku tepat ke arahnya. Ia terkekeh lagi dan lagi. Lalu mulai menjentikkan jemari tangan miliknya.

"Apa? Membawa ku? Yang benar saja Aim! Tak semudah yang kau pikirkan.."
Sniper sekarang berada tepat di belakang punggung nya. Berganti dengan senjata api yang lain. Menodongkan itu ke arah ku.

Sedetik saja ia melepaskan pelatuk itu. Aku akan mati. Saat itu juga. Dan saat ini juga. Ia menyeringai,menatapku lamat. Mataku terpejam erat,siap menerima segala hal.

Semenit. Suara tembakan jitu melesat cepat. Semua orang kembali berteriak. Darah sedikit demi sedikit mulai berjatuhan. Layaknya hujan.
"Diam.."
Aku membuka mata lagi. Menoleh tepat ke belakang. Gian hanya terdiam membisu sejenak setelah perkataannya itu terkeluarkan.

Skema TeoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang