Si Bocah Jepang Dan Jakarta.

1 1 0
                                    

Skema Teori. ( 6 )

"Mengapa kau tak mengenakan topi mu itu?"

"Payah. Kau tak perlu menanyakan perihal itu kepada ku saat situasi kita seperti ini.."
Norman hanya terkekeh. Sesekali menepuk pundak kiri ku perlahan.

Disini kami berdua dan sekelompok anggota kepolisan berada. Masih di Indonesia, Jakarta pusat. Berlindung di balik beberapa pohon besar,
Ataupun mobil mobil jip itu.

Penyergapan besar besaran hari ini akan segera dimulai dengan kepaksaan.

Rentetan tembakan memekakkan telinga. Lagi dan lagi. Darah segar bercucuran. Jika saja,hujan rintik-rintik saat ini dapat digantikan dengan darah itu,agar semua orang peduli dengan apa yang tengah terjadi saat ini. Jika saja hujan itu adalah darah.

Sekilas,semilir angin yang berhembus lembut kini menghilang entah dibawa kemana. Beberapa dedaunan terenggut dari tangkainya, meninggalkan Sang pohon ringkih sendirian. Mereka seakan penasaran dengan bagaimana cara ku akan mati. Apa mereka benar begitu?

Atensiku kepada pohon ringkih itu seketika teralihkan oleh teriakan kesakitan seseorang. "Gian!" aku melihat bocah itu sedang dilanda kebingungan. Riskan!  Aku harus menyelamatkan nyawa nya. Kejadian dua tahun silam,tak boleh lagi terulang.

"Jangan! Aim!"
Terlambat. Aku telah berlari cepat menghampiri Gian yang terseok-seok, menyeret kedua kakinya. Bak hantu yang tengah bergentayangan di malam hari. "Apa yang kau lakukan bodoh! Kau tidak boleh masuk!"

Ujar Gian kemudian. Mendorong tubuhku berulangkali. Menyuruh diri ini tuk bersegera keluar dari ruangan itu, kembali meninggalkannya sendirian disana. Dengan senapan AK-47 dipunggung,aku menopang teguh tubuh lemas nya. Tidak sama sekali menghiraukan apa yang tengah ia ucapkan beberapa menit yang lalu.
"Norman! Tolong jaga kami berdua!"

Orang itu berdecak kesal setelahnya.
'dasar merepotkan.' mungkin itulah yang berada dipikirannya sekarang. Walau begitu,mau bagaimana pun ia mengumpat. Orang yang bernama Norman itu tetap setia menjaga kami berdua dari belakang dengan senapan api nya.

Sementara diri ini terus berlari kecil,menopang tubuh Gian yang telah kembali lunglai. Menuju ke tempat Norman berada saat ini. Beberapa peluru mengenai lengan kiri ku, Gian mengaduh saat beberapa peluru yang lain mengenainya. Aku semakin kalut.

Walaupun harus terjatuh beberapa kali. Walaupun tubuh Gian harus terus menerus terpelanting akibat kaki ku yang melemas,pada akhirnya kami terjerembab begitu saja di rerumputan basah. Tapi aku tetap teguh memapah tubuh Gian dan mempercepat langkah.

"Kenapa? Apa yang kau lakukan Aim? Tadi itu sangat gegabah.."

Gian kembali berujar lirih kearah ku. Kali ini dengan intonasi perkataannya yang mulai meredup. Ia tetap teguh menahan darah kembali mencuat dari pinggang kiri nya itu. Sementara Norman,ia hanya kepayahan mengurus luka luka Gian. Kesana-kemari layaknya seseorang yang sedang kesetanan. "Aku tidak menyangka lukanya akan separah ini.."

Kata itulah saja yang terus-menerus terkeluarkan dari mulut nya. Yang hanya selalu dibalas dengan tawa singkat tak abadi oleh Gian. Orang cerewet itu.

Ku balas tatapan matanya kembali. Diri ini seakan memasuki netra matanya yang tak lagi sama. Cahaya itu berangsur-angsur menghilang. Bahkan jika aku mulai mengatakan seonggok kata penjelasan kepada nya.

"Aku memang orang yang tidak baik. Aku tahu bahwa kita tidak dapat mengulang waktu untuk bisa menjadi orang yang baik di masa lalu. Tetapi Setidaknya–hal yang dapat kuperbuat saat ini adalah mencegah segalanya kembali terulang.."

Gian terkekeh kecil. "Dasar ka-"
Pengucapannya menggantung begitu saja. Meninggalkan ku yang masih berdiri tegap,menatap segala guratan wajah lelah yang terpampang jelas disana.

Skema TeoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang