Pemikiran Picik.

1 2 0
                                    

Skema Teori. ( 13 )

"Gian!!"
Teriakkan ku membuat ia seketika menoleh cepat. Jelas tengah menggantung kan suatu kata pertanyaan kepadaku,di sela sela kedua bola matanya itu.

Gerakan ku terhenti saat darah muncrat begitu saja dari sana. Gian mengerang keras,lama ia menggenggam erat pinggang kirinya.
Aku kembali berlari lagi. Lagi dan lagi. Dengan napas yang berderu kencang bak tengah melawan angin tengah malam.

"Gie! K-kau baik baik saja,?!"

"Aku sudah bilang akan menghabisi mereka semua. Mengapa kau malah menghancurkan aksi keren ku!"

"Berhenti bicara omong kosong!"
Gian terkekeh kecil. Kembali membawa pergi senjata AK-47 nya itu. Tangannya menopang di bahu kanan ku. Aku hanya mulai memapahnya menuju tembok besar itu kembali. 

Lalu sesaat kemudian,aku telah meninggalkan topi fedora putih itu disana. Umpatan tak jelas menggema di mulut ku kembali. Merasa kesal.
"Topi fedora mu ketinggalan? Dasar ceroboh.."
Di saat yang seperti ini pun diri itu tetap cerewet, membuat suasana hati ku bertambah ambruk.

Kaca mata kuning akhirnya ku pakai, bertengger manis di wajah ku. Setelah sekian lama ia hanya berada di kantung kanan pakaian. Amunisi dari senjata AK-47 milikku pun telah sempurna tandas. Mungkin karena terlalu banyak ku gunakan.

Kedua tangan ku kembali memapah Gian. Yang tengah menggenggam erat pakaiannya itu. Telah bersimbah darah disana. Menemani suasana kegaduhan ini kembali.

Sekarang hanya ada senjata api G2 Combat kal. 9 mm itu yang berada di salah satu telapak tangan ku. Entah bagaimana selanjutnya ini semua akan berakhir. Aku hanya dapat meneruskan ini,sampai saat aku menemukan titik temu kembali. 

Entah kami akan mati disini atau tidak. Yang terpenting–Gian masih ada sini. Tepat di sisi ku.
Dan saat Norman pulang satu Minggu lagi,akan ku ceritakan kisah keren ku dengan Gian bersama teman temanku yang lain itu. Tentang bagaimana cara kami semua bertahan hidup.

Itu benar. Aku tidak boleh di habisi dan menyerah di titik ini. Aku harus bertahan. Karena aku yang memimpin saat ini,semua orang tengah percaya kepada ku.
Apapun yang akan terjadi nanti.
Biarkan lah saja terjadi.

"Aku tidak peduli lagi.."

"A-apa yang tidak kau peduli kan,Aim?"
Aku menatap Gian lamat. Napas nya menderu.
Matanya seakan terus menahan rasa sakit yang mendera dan menyergap sekujur tubuh nya itu.
Sementara aku hanya kembali menghela napas lelah.

"Akan ku bunuh Sadam."
Ujar ku,tanpa sedikitpun mengalihkan atensi ku kepada orang cerewet itu lagi.

"Jangan berpikiran picik! Sadam itu teman kita!"
Aku terkekeh. "Pemikiran picik? Apa maksudmu Gie? Ini bukan pemikiran picik.."

"Aku telah memikirkannya matang matang,dan itulah keputusannya.."
Gian kembali menatap ku nanar. Kemudian mengerang kembali. Kali ini sangat lirih,matanya sarat akan kelelahan. Membuatku bertambah kalut.

Ku tatap kembali jendela besar itu,tidak ada yang menembak saat aku menyelamatkan Gian. Berarti Raf dan temannya telah berhasil. Sepertinya seseorang pembawa sniper itu telah mereka habisi. Aku mulai menyeringai.
Itu bagus! Aku puas kepada mereka berdua.

Kedua bola mata cokelat ku kembali menelisik segala sisi. Menyapu segalanya. Hanya ada lima orang, salah satunya pastilah Sadam. Satu orang yang lainnya telah pupus,itu berarti sekarang hanya tersisa empat dam.

Baiklah–aku siap memainkan dam dam yang tersisa itu. Satu orang datang dari arah belakang,aku tak sempat menembak mati orang itu. Sedetik. Lalu ia tumbang seketika. Aku menoleh ke arah Gian yang tengah tersengal senggal. "J-jangan remehkan aku,Aim.."

Skema TeoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang