Skema Teori. ( 15 )
Pakaian yang kontras dengan warna semak belukar waktu itu telah ku kenakan kembali. Juga rompi berwarna hitam legam itu. Tak luput juga dari persenjataan yang lengkap.
Amunisi telah terisi penuh. Dengan segala sandiwara dunia. Biarkan aku melakukan ini.
Hanya sekali. Lalu kehidupan ku akan segera berakhir. Dan kehidupan Sadam juga akan segera berakhir. Bersamaku.Ini lebih baik daripada menyaksikan Gian kesakitan. Daripada menyaksikan Sadam dan kelompok nya kembali melakukan pengeboman besar besaran di seluruh bandar kota.
Helaan napas panjang dariku telah terdengar.
Mulai kembali menatap Gian lamat dibalik jendela lebar nan bening itu. Hanya menampakkan Gian yang tengah terbujur kaku dan lemah,juga beberapa alat medis lainnya."Mau kemana kau?"
Atensiku teralihkan oleh suara orang itu. Aku menundukkan kepala. Melihat nya lekat lekat.
Sial! Wanita ini lagi."Tidak perlu peduli kan aku! Menjauh lah!"
Wanita itu berdecak kesal. Mendengus karena mendengarkan perkataan yang telah sepenuhnya mencuat dariku.Bibirnya merah. Nampak sangat seperti emak emak yang hobi berbicara besar. Bulu matanya lentik,Mungkin itu hanya karena riasan. Rok pendek selutut berwarna biru Dongker itu jua ia kenakan. Dengan kaos kaki dan jaket rajut milik abangnya. Pantas saja nampak kebesaran di tubuh kecil itu.
Usianya terpaut jauh oleh ku. Sangat bahkan. Kami berdua berbeda lima tahun,dan mungkin karena itulah dia tak berani macam macam denganku. Kaki nya berjinjit. Entah apa yang ingin wanita ini lakukan.
"kau tidak boleh pergi dulu..masih sakit kan,?"Ia meraba kepala ku yang tengah di perban itu,aku mulai menepisnya keras.
"Aku bilang jangan ganggu aku, Chintya.."
Ia tertawa renyah. "Baiklah. Mengapa kau memperhatikan Gian?""Gie? Ya tentu saja karena ia temanku!"
Chintya tertawa lepas lagi. Aku hanya mendelik kan kedua mata. Mengetahui bagaimana pemikiran minimalis nya itu tengah berjalan. Kesal. Lalu mulai melanggang pergi meninggalkannya begitu saja. Sendirian.Dengan tawa panjang nya yang masih terdengar jelas di lorong lorong putih rumah sakit waktu itu.
Walau lagi lagi aku terlihat ragu. Kebencian menyelimuti sekujur tubuhku. Tapi keadilan juga tengah di selipkan didalam sana. Aku ingin menghabisi Sadam. Tapi ia temanku. Dan aku seorang reserse. Martabat ku akan hancur dan ambruk seketika itu juga. Saat aku telah menghabisi nyawa orang itu.
Jadi, apa aku harus benar benar melakukan ini?
Ataupun memilih bertahan?
Tidak! Aku benci melihat Gie yang seperti ini.
Aku harus memberontak. Walaupun ini masih bukan opsi yang benar benar benar valid.Kaki ku kembali melangkah perlahan, berusaha keras tuk menyakinkan seluruh jiwa. Berlari kecil. Kemudian meninggalkan basemen rumah sakit. Berlari menghampiri satu target yang telah ku tetapkan abadi.
Takkan ada yang mengetahui siapa aku setelah tujuan ini terselesaikan. Bahkan jika itu Gian dan Norman. Teman temanku sendiri.
"Sadam! Keluar kau pesulap Jalanan!"
Seseorang terkekeh di seberang sana. Aku yakin itu adalah suara cempreng daripada nya. Dari Sadam.Suara itu agak melengking memang. Tapi paras dan tinggi badannya yang melebihi rata rata kan membuat semua gadis pasti terpesona seketika saja. Seakan mereka menghiraukan suara Sadam yang agak berbeda dari kebanyakan pria lain yang berusia kisaran dua puluh tahunan.
Tidak terlalu cempreng memang. Tidak juga terlalu berat. Hanya seperti suara bocah bocah seumuran empat belas tahunan. Rambut nya hitam legam. Berponi ke kiri sebagian, sesekali terhembus angin lalu. Saat aku melihat nya,ia benar benar berperawakan seperti orang cerdas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Skema Teori
Mystery / ThrillerIni hanya tentang sekelompok orang yang mencari tujuan. Mencari jalan pelarian. Dengan Lika-liku kematian. Untuk membiarkan arus dari syair melodi kebencian menuntun mereka. Tuk mencari kembali jalan pulang yang sebenarnya. Ini mungkin hanya tentang...