Luruh Sesaat.

1 1 0
                                    

Skema Teori. ( 19 )

Dedaunan berhasil berjatuhan layu setelah perkataan Sadam sepenuhnya mencuat. Raga itu telah memasuki ruangan. Dengan cepat,dan teguh. Ia tertawa renyah perlahan. Nyanyian nya beberapa hari lalu seakan kembali  menggema nyaring. Bersamaan dengan derap langkah kaki penuh keyakinan itu.

Bunga bunga berjatuhan dijalanan. Menunggu mereka merenggut nya. Ku menundukkan kepalaku, berusaha tuk mencari titik kesimpulan itu.

Bunga bunga berjatuhan dijalanan. Menunggu seseorang merenggut nya. Ku memaksa masuk ke sana. Kedalam kegelapan yang menyeruak malam itu. Kedalam kebencian yang memuncak malam itu. Dunia! Biarkanlah aku percaya kepada takdir. Agar bom yang meletus tahun ini tidak menyimpan rasa dengki.

Lagi dan lagi. Pemikiran ku telah sepenuhnya berkecamuk. Akar akar menyambut akar akar yang baru saja menumbuh. Perkataan Sadam membuat ku kembali berpikir.  Seorang reserse. Benar juga, sebenarnya untuk apa aku melakukan semua ini?

Helaan napas panjang dariku beberapa menit kemudian. Sebelum ketiga biji Cermai menghiasi ruangan tenda tepat di hadapan ambang pintu itu. Sadam meminta pertolongan!

Kaki ku melangkah secepat mungkin. Dengan menenteng beberapa senjata api buatan. Keteguhan nyawa ku membawa pergi kaki ini.
Setahun dalam gambaran naungan kehidupan ku ini. Dalam pertamakali nya.Diriku merasa sanubari dan nyawa sama sekali tak terhubung.

Pemikiran ku masih sepenuhnya memikirkan segala hal yang Sadam ucapkan pada saat itu. Perihal tujuan. Perihal impian itu. Tapi sepertinya karena pemikiran itulah yang telah cepatnya membawa ku kemari.

Sadam menunjukkan sederet gigi putihnya itu.
Senyuman yang sangat langka ku dapatkan darinya hampir membuat diri ini linglung dan sedikit terkejut. Seperti nya itu benar,Sadam percaya kepada ku. Sepenuhnya.

"Sadam!"
Kaki ku melangkah melewati beberapa orang yang telah melebur jauh–membawa nyawa mereka sendiri. "Tolong lepaskan ikatan kaki ku."

Aku menggaguk. "Baiklah. Akan ku lakukan. Jangan tidur dulu!"
Napas Sadam telah sepenuhnya memburu. Amunisi senjata M24 miliknya telah tandas total. Mataku cukup membelalak karena banyak orang yang berada disini. Setelah sekian kalinya–aku gagal untuk melacak data mereka. Aku gagal.

"Aim! Belakang mu!"
Satu tembakan melesat jitu dari tanganku. Aku kesal. Marah. Kaki ku bangkit dengan kebencian. Tanganku menggenggam erat pistol di tangan kanan. Membelakangi Sadam yang telah meluruh. Menembaki orang itu berkali kali lipat.

Kaki ini mulai menendang perut orang buncit itu. Napasku tersenggal senggal. Dengan segala keadilan dan kerendahan hati seorang pemimpin. Aku tetaplah manusia. Dan aku kesal karena tak pernah mengerti sekalipun tentang segalanya.

"Cukup!"
Aku menoleh cepat kearah Sadam. Orang itu telah memberikan kontribusi besar di misi ini. Aku hanya menatap matanya kosong.

"Sudah. Ia sudah mati. Mau lakukan apa lagi?"
Helaan napas panjang lagi lagi terdengar kasar dariku. Tangan kanan ini mulai menyambar cepat topi fedora yang sempat terjatuh. Membersihkan itu dari debu debu yang menghiasinya.

Kami beriringan. Berjalan perlahan menuju semak belukar yang berbeda setelah sepenuhnya keluar dari tenda itu. Pasti pos penjagaan lawan di sebelah barat daya akan segera kemari. Dan pada akhirnya kami berdua secepat mungkin berusaha tuk merubah kembali rencana.

Aku bangkit lagi. Mengamati lamat lamat orang orang yang mulai berdatangan. Itu pasti mereka!
Kali ini Sadam tak lagi mengemili beberapa biji dari pohon Cermai yang tepat tengah berada di belakang kami berdua. Ia hanya sibuk memasang wajah datar nan serius nya kali ini.

Skema TeoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang