Bukan Manusia.

0 1 0
                                    

Skema Teori. ( 26 )

Semua hening. Layaknya situasi tengah malam saat ini. Rumah tua. Kode pos 39. Kali ini aku telah melihat nya secara langsung dari mata kepala ku sendiri.

Naungan gemintang berada tepat di atas kami,dengan langit yang pekat. Dan bulan purnama di sana. Bertebaran dimana-mana. Sebuah penghias yang indah dari dunia.
Mengingatkan ku kepada nya. Agni. Seseorang dengan nama Sansekerta itu.

Setelah aku pulang dan membereskan semuanya.
Tangan kanan ku akan membawa sebuket bunga menawan. Dan tubuhku akan diliputi oleh kemeja putih berdasi.

Mengajak ia berjalan jalan mengelilingi ibu kota. Dengan senyuman dan segelintir percakapan hangat.  Aku mulai terkekeh dengan pipi yang merona. Itu pasti akan menyenangkan.

Hewan-hewan bersahutan. Mengelu elukan suara mereka satu sama lain. Para jangkrik melompat riang dari satu titik ke titik yang lain. Sesekali bertengger di ujung daun. Lalu melompat lagi. Lagi. Sampai seseorang menangkap mereka.

Saka. Bocah itu malah asyik dengan jangkrik yang berada tepat memenuhi telapak tangannya. Menakuti Gian yang hampir berteriak kencang jika saja Nab tidak menutup mulutnya dengan tatapan mata tajam mengintimidasi itu.

Aku terkekeh kecil. Di tengah tengah keadaan yang genting dan tegang seperti ini. Mereka bertiga selalu membuat suasana hati ku menjadi lebih baik. Sangat bahkan.

Di balik semak belukar waktu itu. Kami melihat rumah tua dengan kode pos 39 lekat lekat.
Mendalami setangkup ketegangan di dalam sini.
Menunggu seseorang untuk memastikan sesuatu. Dengan rompi anti peluru dan beberapa senjata api. Kami membulatkan tekad kuat.

Akre. Orang itu masih sembunyi sembunyi. Sesekali melirik sekilas ke dalam rumah itu. Memastikan. Dan orang itulah yang tengah kami tunggu kedatangannya. Sampai sebuah tangan kanan berada di langit.

Akre telah menunjukkan sebuah kode kepada kami untuk bersegera menghampiri nya.
"Baiklah. Berjalan setenang mungkin. Tetap di belakang ku,jangan berpisah.."

"Kami bukan anak kecil usia 3 tahun."
Ujar Nab. Melirikku dengan kekesalan yang kalut. Aku hanya menghela napas panjang.
"Hanya mengingatkan.."
Ujarku kemudian. Mulai menyerah karena sikap uniknya itu.

Akre berada di bawah sebuah kaca lebar yang membentang. Tepat berada di samping dinding beton rumah tua itu.
"Mereka di dalam. Ada Cika dan Sadam disana. Tapi ada satu orang lagi. Wanita. Dan aku tidak pernah mengetahui siapa dia.."

Aku hanya mengangguk akan pengucapan Akre. Kemudian ikut serta untuk melihat isi di dalam rumah itu. Ingin memastikan kembali seorang wanita asing yang Akre sempat ucapkan.

Mulutku mulai menganga. Terperangah akan sesuatu. "Ada apa?" Kali ini Gian kembali berujar santai. Menanyai ku sesuatu.

Aku hanya menggeleng cepat. Kembali terduduk. Meninggalkan kaca bening yang meninggalkan sesuatu. Meninggalkan keanehan.
"Kau mengenali wanita itu?"

"Ya. Dia Agni.."

"Siapa Agni?"
Gian kembali bertanya. Menatapku penuh dengan keheranan. Mengapa ia menjadi sering mengintrogasi seseorang? Sifat apa yang membuat ia seperti ini? Menyebalkan.

Helaan napas menemani keputusasaan ku. Mata cokelat kepunyaan ku dan Gian kembali bertemu,bersitatap akan sesuatu. Menancapkan itu di dalam sana. Jauh–di dalam sana.
"Aku mengenal nya di kedai pak Caraka.."

"Dasar bodoh! Jika kau bertemu dengan seorang agen ganda,mengapa kau tidak menangkap nya saja!" Nab berteriak lantang. Sedikit berbisik.

"Mana aku tahu?! Aku hanya mengenalinya saja,kau pikir aku apa? Dewa yang dapat mengetahui semua hal?"

Skema TeoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang