Skema Teori. ( 4 )
"Kenapa kau kemari? Pak Herman. Atau–tuan Herman?"
Ujar ku selintas lalu. Sesekali tertawa renyah mendengar perkataan ku sendiri."Aku hanya menghampiri mu saja. Kita semua ingin berdiskusi tentang orang orang bodoh itu,ikuti aku nanti.."
"Bukan. Menurutku,mereka bukan lagi orang orang bodoh."
Herman menepuk pundak kiri ku perlahan. Tersenyum simpul seperti biasanya. Sepertinya,aura ke-ayahannya muncul,seakan menyeruak sembarang diruangan ini. Membuatku mulai tergagap.
"Jadi,kau telah menghapusnya?"Ia tertawa atas pengucapannya sendiri. Lalu melanggang pergi meninggalkan ku begitu saja. Aku hanya melongo.
Sudah lama sekali tidak melihat guratan wajah itu. Pikiran ku seakan ikut terhanyut karenanya.
"Pak Herman! Tunggu aku!""Pak? Kau pikir aku Bapak mu?"
"Maksud ku–Herman."
Ia lagi lagi terkekeh. Jawaban yang sama yang diberikan kepada nya jika aku salah menyebut kan kata itu lagi.Diriku hanya tersenyum simpul kearah nya kemudian, Berjalan sejajar dengannya. Berjalan dengan seseorang yang lebih pendek beberapa senti dariku itu. Sesekali tertawa dan menampung sedikitnya sebuah perbincangan hangat.
Seakan tengah mengabaikan sesuatu yang sangat gencar. Meninggalkan sebuah konspirasi yang menggantung begitu saja. Meninggalkan segalanya. Bak tengah menutup kedua mata dan telinga ini.
"Sudahlah.. sesekali tak apa menjadi manusia biasa. Membuang semua pemikiran hanya untuk sesaat, lagipula–sebentar lagi,kita akan tenggelam ke dalam permainan orang orang mengesalkan itu."
Herman berseru. Sesekali menolehkan seperdua kepalanya kearah kiri. Kearah ku.Aku hanya dapat menggaguk singkat. Apalagi yang bisa dilakukan seorang bocah berusia 29 tahun ketika mendengar perkataan orang tua berusia 41 ? Tentu saja hanya menggaguk. Daripada mendengarkan segala jawaban yang panjang hanya untuk sebuah pertanyaan sederhana.
"Dimana Gian?"
Ujarnya kemudian. Setelah kami semua tepat berada didepan sebuah pintu kecoklatan yang tengah terbuka lebar. Aku hanya menggeleng. Tidak tahu.Seluruh pandanganku terlanjur terfokuskan menyapu setiap sudut ruangan itu. Semua orang sudah memenuhi nya. Tidak banyak. Hanya beberapa,mungkin sepuluh sampai dua belas orang saja.
Beberapa bercakap cakap ringan. Beberapa yang lain tengah mengembungkan cepat layar sentuh dan monitor komputer mereka dengan internet. Secepat mungkin menarikan sebuah alunan dari jari jari yang bergerak lincah disana. Aku hanya dapat menatap Herman yang balas menatapku dengan senyuman simpul nya. Aku menyukai senyuman itu, terlihat ramah. Atau mungkin–sangat ramah.
"Mari kita masuk–Aim,.."
Aku mengerti. Ku jalankan kaki ini satu demi satu. Menjejak lantai dingin itu. Ruangan kedap suara membuatku hampir linglung. Seakan lupa apa yang harus kulakukan ditempat menyebalkan ini. "Duduk disana saja. Kau terlihat lelah nak,"
Aku memilih setia untuk terdiam membisu disamping kirinya. Ia hanya dapat melihat ku seraya tertawa. Aku yang tak mengerti hanya terkekeh. "Orang orang bodoh itu sepertinya orang orang yang sama."
Aku menoleh tidak mengerti kearahnya.
"Apa maksudmu,mereka orang orang yang sama yang melakukan pengeboman besar besaran secara berkala setahun yang lalu? Yang benar saja Herman. Apa mungkin?"Terakui,aku terlalu cerewet. Ayolah! Pemikiran ku sudah terlalu kalut hanya untuk menilai dan menimbang nimbang seonggok kata sebelum melontarkannya. Aku sudah terlalu tak sabaran meminta jawaban.
Semoga pertanyaanku dari sebuah kata konspirasi ini, Tidak hanya membuahkan kata sampai nanti. Semoga ia benar benar menjawab itu. Tepat didepan mata kepala ku sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Skema Teori
Mystery / ThrillerIni hanya tentang sekelompok orang yang mencari tujuan. Mencari jalan pelarian. Dengan Lika-liku kematian. Untuk membiarkan arus dari syair melodi kebencian menuntun mereka. Tuk mencari kembali jalan pulang yang sebenarnya. Ini mungkin hanya tentang...