Wanita Sansekerta.

1 2 0
                                    

Skema Teori. ( 28 )

Dedaunan terenggut perlahan dari tangkainya. Meninggalkan Sang pohon ringkih itu kembali sendirian. Dan astaga! Itu sangat amat menyiratkan diriku sendiri sekarang.

Walau seseorang tengah sibuk sibuknya memainkan gim di dunia nya sendiri. Walau ia beralasan menemaniku sepanjang hari. Nab benar benar tidak tepat melakukan tugasnya untuk menjagaku! Sama sekali!

Aku lagi lagi menghela napas panjang. Lelah.
Rasanya ingin terus memejamkan mata. Terus tertidur pulas. Tetapi sepertinya–panoraman pagi ini membuatku tersenyum tipis.

Di jendela itu semuanya tampak menawan. Menarik perhatian ku seketika saja. Lemah lembut angin angin menerpa. Dedaunan yang terjatuh mulai ikut terbawa oleh nya. Seakan pasrah ingin terbawa kemana lagi.
"Hey Nab. Kau ingin menemani ku kesana kan,?"

"Kemana?"
Ia mulai meletakkan video gim yang ia genggam erat sebelumnya. Kembali menatapku lekat.
"Oh! Kau ingin jalan jalan,ketua?"

Aku menggaguk. Ya! Itu benar! Jalan jalan!
"Kau seperti tidak pernah berjalan jalan. Dasar orang aneh.."

"Aku pernah. Sekali.."
Kali ini Nab hanya tertawa renyah menanggapi hal itu. Kemudian menggendong ku cepat. Mulai mendudukkan ku di sebuah kursi roda dari rumah sakit itu.

"Semuanya membosankan Aim. Untuk apa melihat lihat..kita kembali saja ya,?"
Aku mulai menghela napas disana. Menatapnya tajam. Nyalang.

"Diam."
Ujarku selintas lalu. Nab hanya berdecih lirih. Menyilangkan kembali kedua lengannya di dada.

Memang benar. Semuanya nampak membosankan. Pemandangan bisu di hadapan ku ini begitu terlihat sangat indah. Entah karena apa itu lagi lagi terjadi. Sampai sebuah pandangan membuat ku seakan berpikir keras.

"Arif?"

"Apa? Kenapa Aim? Kau memanggil siapa?"
Aku mulai berdeham lirih. Menatap Nab kemudian. Meminta untuk kembali ke dalam ruangan ku itu.

"Aku lelah.."
Ujarku kembali. Setelah sesampainya di ruangan ku itu.

"Kalau begitu istirahat kan dirimu. Kau harus bekerja keras besok..."
Nab mulai menyelimuti sekujur tubuh ku. Hanya sebatas dada. Lalu menarik sebuah kursi lipat, mendekatkannya di sebelah kiri ku.

"Tidur saja. Aku akan menemani mu.."

"Ah! Sebelum itu. Aku ingin menceritakan sesuatu.."
Sial! Aku baru saja ingin memejamkan kedua bola mata cokelat ku ini. Dasar pengganggu.

"Apa?"
Jawabku sarkas.

"Kau dan Gian waktu itu. Kami hampir kehilangan kalian.."

"Maksud mu?"
Apa saat aku bermimpi panjang waktu itu?

"Tidak tahu. Pokoknya jangan menjahili kami seperti itu lagi! Tidur lah saja. Tak usah dipikirkan berat berat. Aku menunggu mu disini,kami menunggu mu disini Aim.."

Mataku terpejam erat sekarang. Sampai sebuah gumaman menyeruak lirih dari orang itu.
"Beristirahat lah. Sesekali tak apa menjadi manusia biasa.."

Sampai semuanya menggelap. Aku mulai tertidur pulas. Lagi. Seakan melupakan segala hal panjang yang telah terjadi sepenuhnya itu.
Melupakan Agni. Dan takkan pernah lagi menaruh secarik harapan padanya. Takkan pernah bisa.

Dan aku ingin meminta maaf akan hal itu.
Permintaan maaf yang sebesar-besarnya.
Walau mungkin itu takkan jua terbalaskan.
Sama sekali.

"Kau sudah bangun?"

"Apa aku terlihat belum bangun di mata mu Nab?"
Ia mulai terkekeh. Sementara mataku kembali menatap jam dinding yang di gantungkan di atas sana. Hanya dua jam terlewat.
Apa aku hanya tertidur sesingkat itu?
Aneh. Biasanya aku seperti kucing yang tertidur beberapa jam lebih dari ini.

Skema TeoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang